Dosen IPB University Dr Tin Herawati mengemukakan penyakit stunting di Indonesia dapat dicegah dengan cara mengoptimalkan fungsi keluarga.
"Pada saat ini stunting menjadi perhatian banyak pihak karena dampaknya sangat berbahaya dan merugikan negara," kata Tin Herawati melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dosen sekaligus Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University itu menyampaikan pernyataan tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar “Berencana itu Keren: Keluarga Keren, Anti Stunting” yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI Jakarta dalam rangka rangkaian Hari Keluarga Nasional ke-28 dan Hari Ulang Tahun Kota Jakarta ke-494.
Menurut Tin, kejadian stunting sangat berkaitan dengan fungsi keluarga yang kurang baik. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa stunting disebabkan rendahnya kualitas makanan pendamping ASI (MPASI), pemberian MPASI yang terlalu dini, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi yang tidak lengkap dan jarang ke Posyandu.
“Kondisi tersebut menunjukkan rendahnya fungsi perlindungan dan kasih sayang keluarga terhadap anak, terutama pada masa di bawah dua tahun. Adanya pernikahan anak yang berisiko besar terhadap kejadian stunting juga menunjukkan rendahnya fungsi perlindungan keluarga terhadap anaknya. Faktor lain yang berisiko terhadap kejadian stunting adalah kemiskinan,” katanya.
Menurut Tin, anak yang sering mengalami diare juga menjadi sebab terjadinya stunting. Selain karena faktor makanan, diare juga dapat dipicu oleh rendahnya kualitas kesehatan lingkungan sehingga hal ini menunjukkan rendahnya fungsi pembinaan lingkungan dalam keluarga.
Memiliki banyak anak juga meningkatkan risiko lebih besar terhadap kejadian stunting. Kondisi tersebut disebabkan karena rendahnya fungsi reproduksi. Keluarga kurang memperhatikan jarak kehamilan serta penggunaan alat konstrasepsi dalam mengatur jarak kehamilan, kata Tin.
“Oleh karena itu, untuk mencegah stunting dan mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul, fungsi keluarga harus dijalankan dengan baik," katanya.
Pelaksanaan fungsi keluarga yang baik, kata Tin, akan berpengaruh positif terhadap kualitas dan kesejahteraan anak, karena fungsi keluarga mempengaruhi kualitas pengasuhan orang tua terhadap anaknya.
Sebaliknya, fungsi keluarga yang tidak optimal menyebabkan keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup materi dan spritual yang layak. Akibatnya, kehidupan keluarga menjadi tidak stabil.
"Ketidakberfungsian keluarga akan berdampak pada masalah hubungan antar anggota keluarga, kurang kontrolnya orang tua terhadap perilaku anak serta kurangnya kehangatan dan dukungan antaranggota keluarga,” katanya.
Webinar dibuka oleh Ketua Bidang Pembinaan Karakter Keluarga Tim Penggerak PKK Provinsi DKI Jakarta, Ellisa Sumarlin dan dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta, Ir Tuty Kusumawati.
Webinar ini ditayangkan melalui Zoom dan Youtube dan diikuti sebanyak 1.700 peserta. Mereka berasal dari kader PKK dan Dasa Wisma, guru PAUD, kader kelompok tani, Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), pengelola Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), dan civitas akademika berbagai kampus.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Pada saat ini stunting menjadi perhatian banyak pihak karena dampaknya sangat berbahaya dan merugikan negara," kata Tin Herawati melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dosen sekaligus Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University itu menyampaikan pernyataan tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar “Berencana itu Keren: Keluarga Keren, Anti Stunting” yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI Jakarta dalam rangka rangkaian Hari Keluarga Nasional ke-28 dan Hari Ulang Tahun Kota Jakarta ke-494.
Menurut Tin, kejadian stunting sangat berkaitan dengan fungsi keluarga yang kurang baik. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa stunting disebabkan rendahnya kualitas makanan pendamping ASI (MPASI), pemberian MPASI yang terlalu dini, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi yang tidak lengkap dan jarang ke Posyandu.
“Kondisi tersebut menunjukkan rendahnya fungsi perlindungan dan kasih sayang keluarga terhadap anak, terutama pada masa di bawah dua tahun. Adanya pernikahan anak yang berisiko besar terhadap kejadian stunting juga menunjukkan rendahnya fungsi perlindungan keluarga terhadap anaknya. Faktor lain yang berisiko terhadap kejadian stunting adalah kemiskinan,” katanya.
Menurut Tin, anak yang sering mengalami diare juga menjadi sebab terjadinya stunting. Selain karena faktor makanan, diare juga dapat dipicu oleh rendahnya kualitas kesehatan lingkungan sehingga hal ini menunjukkan rendahnya fungsi pembinaan lingkungan dalam keluarga.
Memiliki banyak anak juga meningkatkan risiko lebih besar terhadap kejadian stunting. Kondisi tersebut disebabkan karena rendahnya fungsi reproduksi. Keluarga kurang memperhatikan jarak kehamilan serta penggunaan alat konstrasepsi dalam mengatur jarak kehamilan, kata Tin.
“Oleh karena itu, untuk mencegah stunting dan mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul, fungsi keluarga harus dijalankan dengan baik," katanya.
Pelaksanaan fungsi keluarga yang baik, kata Tin, akan berpengaruh positif terhadap kualitas dan kesejahteraan anak, karena fungsi keluarga mempengaruhi kualitas pengasuhan orang tua terhadap anaknya.
Sebaliknya, fungsi keluarga yang tidak optimal menyebabkan keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup materi dan spritual yang layak. Akibatnya, kehidupan keluarga menjadi tidak stabil.
"Ketidakberfungsian keluarga akan berdampak pada masalah hubungan antar anggota keluarga, kurang kontrolnya orang tua terhadap perilaku anak serta kurangnya kehangatan dan dukungan antaranggota keluarga,” katanya.
Webinar dibuka oleh Ketua Bidang Pembinaan Karakter Keluarga Tim Penggerak PKK Provinsi DKI Jakarta, Ellisa Sumarlin dan dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta, Ir Tuty Kusumawati.
Webinar ini ditayangkan melalui Zoom dan Youtube dan diikuti sebanyak 1.700 peserta. Mereka berasal dari kader PKK dan Dasa Wisma, guru PAUD, kader kelompok tani, Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), pengelola Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), dan civitas akademika berbagai kampus.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021