Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Florensius Ronny peladang atau petani lada di daerahnya membutuhkan alat pertanian dan pupuk dalam rangka mendukung budidaya padi dan hal itu juga dapat mengurangi pembakaran lahan di ladang.
“Mengapa peladang membakar ladang mereka karena untuk mempermudah membersihkan ladang dan menghilangkan zat asam yang ada dalam tanah. Sehingga tanaman padi bisa tetap subur tanpa pemberian pupuk. Itu penyebab masyarakat pedalaman membakar ladang mereka,” ujarnya saat dihubungi di Sintang, Senin.
Ia menyampaikan saat ini memang masyarakat pedalaman sedang memasuki musim berladang. Aktivitas budidaya di lahan kering tersebut sudah menjadi hal turun temurun.
“Saya melihat warga sudah mulai menebas ladang, sehingga pada saatnya nanti, ketika cuaca memungkinkan, mereka akan membakar ladang mereka,” katanya.
Menurutnya, keterbatasan Pemda Sintang yang tidak mampu menyediakan pupuk gratis bagi masyarakat, belum mampu menyiapkan alat pertanian modern seperti ekskavator untuk membuat ladang, sehingga petani peladang masih menggunakan cara tradisional.
“Kembali, dengan hal itu peladang terpaksa para petani membakar ladang mereka,” jelas dia.
Ia mengatakan bahwa berita baiknya, tidak ada peladang yang mampu membuka ladang lebih dari satu hektare, untuk satu kepala keluarga. Semua di bawah dua hektare. Peladang sudah tahu aturan soal larangan lebih dari dua hektare.
Masyarakat, sebelum membakar ladang sudah membuat sekat api, artinya sudah ada pembatasan sehingga mampu mengurangi resiko untuk merambat ke lokasi lain.
“Kami mendukung jika Pemkab Sintang mengajukan bantuan berupa ekskavator dan pupuk untuk para peladang tradisional. Kami yakin ketika ada alat ekskavator untuk membersihkan ladang, dan untuk menghilangkan zat asam tanah sudah ada pupuk, maka peladang sudah tidak membakar ladang lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang, Herkulanus Roni mengatakan, Pemkab Sintang bercita-cita masyarakat menggunakan pertanian modern, namun faktanya susah. Mereka membakar ladang juga untuk mengganti pupuk. Sampai sekarang belum ada solusi lain yang bisa membantu.
“Membakar ladang masih menjadi kearifan lokal masyarakat. Pertanian modern memerlukan pembiayaan besar dan pengetahuan masyarakat. Semua OPD harus bekerja keras memainkan perannya sesuai tupoksinya dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat di desa,” harapnya.
Ia mengatakan, membakar ladang sebenarnya bukan kemauan peladang. Tapi keinginan untuk membuat pupuk alami yang tidak memerlukan biaya.
“Kalau kita melakukan sosialisasi dengan masif, maka akan mengurangi beban aparat hukum. Kearifan lokal seperti gotong royong saat bakar ladang, memberi tahu pemerintah desa, dan membuat sekat api, penting dilakukan peladang,” terang Herkulanus Roni.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
“Mengapa peladang membakar ladang mereka karena untuk mempermudah membersihkan ladang dan menghilangkan zat asam yang ada dalam tanah. Sehingga tanaman padi bisa tetap subur tanpa pemberian pupuk. Itu penyebab masyarakat pedalaman membakar ladang mereka,” ujarnya saat dihubungi di Sintang, Senin.
Ia menyampaikan saat ini memang masyarakat pedalaman sedang memasuki musim berladang. Aktivitas budidaya di lahan kering tersebut sudah menjadi hal turun temurun.
“Saya melihat warga sudah mulai menebas ladang, sehingga pada saatnya nanti, ketika cuaca memungkinkan, mereka akan membakar ladang mereka,” katanya.
Menurutnya, keterbatasan Pemda Sintang yang tidak mampu menyediakan pupuk gratis bagi masyarakat, belum mampu menyiapkan alat pertanian modern seperti ekskavator untuk membuat ladang, sehingga petani peladang masih menggunakan cara tradisional.
“Kembali, dengan hal itu peladang terpaksa para petani membakar ladang mereka,” jelas dia.
Ia mengatakan bahwa berita baiknya, tidak ada peladang yang mampu membuka ladang lebih dari satu hektare, untuk satu kepala keluarga. Semua di bawah dua hektare. Peladang sudah tahu aturan soal larangan lebih dari dua hektare.
Masyarakat, sebelum membakar ladang sudah membuat sekat api, artinya sudah ada pembatasan sehingga mampu mengurangi resiko untuk merambat ke lokasi lain.
“Kami mendukung jika Pemkab Sintang mengajukan bantuan berupa ekskavator dan pupuk untuk para peladang tradisional. Kami yakin ketika ada alat ekskavator untuk membersihkan ladang, dan untuk menghilangkan zat asam tanah sudah ada pupuk, maka peladang sudah tidak membakar ladang lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang, Herkulanus Roni mengatakan, Pemkab Sintang bercita-cita masyarakat menggunakan pertanian modern, namun faktanya susah. Mereka membakar ladang juga untuk mengganti pupuk. Sampai sekarang belum ada solusi lain yang bisa membantu.
“Membakar ladang masih menjadi kearifan lokal masyarakat. Pertanian modern memerlukan pembiayaan besar dan pengetahuan masyarakat. Semua OPD harus bekerja keras memainkan perannya sesuai tupoksinya dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat di desa,” harapnya.
Ia mengatakan, membakar ladang sebenarnya bukan kemauan peladang. Tapi keinginan untuk membuat pupuk alami yang tidak memerlukan biaya.
“Kalau kita melakukan sosialisasi dengan masif, maka akan mengurangi beban aparat hukum. Kearifan lokal seperti gotong royong saat bakar ladang, memberi tahu pemerintah desa, dan membuat sekat api, penting dilakukan peladang,” terang Herkulanus Roni.
Editor : Admin Antarakalbar
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021