Kementerian Kesehatan RI mengintensifkan upaya pencegahan secara dini penularan hepatitis atau peradangan pada hati (lever) yang saat ini diperkirakan angka kasusnya sekitar 18 juta jiwa.
"Sebanyak 2,5 juta orang di antaranya adalah penderita Hepatitis C," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi saat hadir secara virtual dalam acara Puncak Peringatan Hari Hepatitis Dunia Ke-12 Tahun 2021 yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan upaya pelayanan terhadap pasien terus diintensifkan di tengah pandemi COVID-19 yang memberikan dampak pada upaya pelayanan kesehatan esensial, termasuk upaya pengendalian dan pencegahan penyakit hepatitis.
Sesuai laporan pencapaian program pada 2020, kata dia, 470 kabupaten/kota telah berupaya mendeteksi dini Hepatitis B pada 2,6 juta jiwa lebih ibu hamil. Hasilnya, 1,68 persen atau 45 ribu ibu hamil diketahui terinfeksi Hepatitis B.
Nadia mengatakan dari total 32.387 bayi yang lahir dari ibu Hepatitis B, seluruhnya telah mendapatkan pengobatan Hepatitis B immunoglobulin (HBig) kurang dari 24 jam setelah kelahiran.
"Hingga akhir Juni 2021 dilaporkan bahwa ibu hamil yang diperiksa Hepatitis B sebanyak 905 ribu jiwa dan yang positif sebanyak 15.403 atau 1,7 persen," katanya.
Terdapat 9.087 bayi yang telah lahir dari ibu yang berstatus Hepatitis B surface antigen (HBsAg) reaktif. Sebanyak 8.493 bayi di antaranya telah mendapatkan HB 0 dan HBig kurang dari 24 jam setelah kelahiran.
Selain upaya yang dilakukan untuk mengendalikan Hepatitis B, Kemenkes juga memberikan layanan tata laksana Hepatitis C dengan menggunakan obat "direct-acting antiviral" (DAA) dengan efek samping yang lebih rendah dan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi sejak 2017.
"Sehingga hal ini tentunya dapat mencegah kanker hati ataupun penyakit sirosis," katanya.
Menurut Nadia, pengobatan Hepatitis C merupakan upaya pencegahan untuk memutus mata rantai penularan Hepatitis C mengingat vaksin penyakit itu hingga saat ini belum tersedia.
"Secara bertahap program terus memperluas pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Pemeriksaan viral load HCV RNA dengan menggunakan alat tes cepat molekuler untuk deteksi dini serta memperluas akses layanan pengobatan DAA," katanya.
Hingga 2021, layanan pengobatan DAA telah tersedia di 40 rumah sakit yang tersebar di 18 provinsi dan secara bertahap akan diperluas layanannya agar merata di 34 provinsi di Indonesia.
Jumlah orang yang terdeteksi dengan tes cepat anti-HCV sebanyak 565.718 orang dan 23.746 di antaranya dinyatakan positif.
Sebanyak 15.354 orang di antaranya telah melanjutkan pemeriksaan viral load HCV RNA dan telah terdeteksi virus Hepatitis C sebanyak 7.918 orang yang kemudian 6.659 di antaranya telah mendapatkan obat DAA.
"Dari yang mendapatkan pengobatan lengkap sebanyak 4.419 jiwa, sebanyak 96 persen di antaranya dan telah mencapai kesembuhan," demikian Nadia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Sebanyak 2,5 juta orang di antaranya adalah penderita Hepatitis C," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi saat hadir secara virtual dalam acara Puncak Peringatan Hari Hepatitis Dunia Ke-12 Tahun 2021 yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan upaya pelayanan terhadap pasien terus diintensifkan di tengah pandemi COVID-19 yang memberikan dampak pada upaya pelayanan kesehatan esensial, termasuk upaya pengendalian dan pencegahan penyakit hepatitis.
Sesuai laporan pencapaian program pada 2020, kata dia, 470 kabupaten/kota telah berupaya mendeteksi dini Hepatitis B pada 2,6 juta jiwa lebih ibu hamil. Hasilnya, 1,68 persen atau 45 ribu ibu hamil diketahui terinfeksi Hepatitis B.
Nadia mengatakan dari total 32.387 bayi yang lahir dari ibu Hepatitis B, seluruhnya telah mendapatkan pengobatan Hepatitis B immunoglobulin (HBig) kurang dari 24 jam setelah kelahiran.
"Hingga akhir Juni 2021 dilaporkan bahwa ibu hamil yang diperiksa Hepatitis B sebanyak 905 ribu jiwa dan yang positif sebanyak 15.403 atau 1,7 persen," katanya.
Terdapat 9.087 bayi yang telah lahir dari ibu yang berstatus Hepatitis B surface antigen (HBsAg) reaktif. Sebanyak 8.493 bayi di antaranya telah mendapatkan HB 0 dan HBig kurang dari 24 jam setelah kelahiran.
Selain upaya yang dilakukan untuk mengendalikan Hepatitis B, Kemenkes juga memberikan layanan tata laksana Hepatitis C dengan menggunakan obat "direct-acting antiviral" (DAA) dengan efek samping yang lebih rendah dan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi sejak 2017.
"Sehingga hal ini tentunya dapat mencegah kanker hati ataupun penyakit sirosis," katanya.
Menurut Nadia, pengobatan Hepatitis C merupakan upaya pencegahan untuk memutus mata rantai penularan Hepatitis C mengingat vaksin penyakit itu hingga saat ini belum tersedia.
"Secara bertahap program terus memperluas pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Pemeriksaan viral load HCV RNA dengan menggunakan alat tes cepat molekuler untuk deteksi dini serta memperluas akses layanan pengobatan DAA," katanya.
Hingga 2021, layanan pengobatan DAA telah tersedia di 40 rumah sakit yang tersebar di 18 provinsi dan secara bertahap akan diperluas layanannya agar merata di 34 provinsi di Indonesia.
Jumlah orang yang terdeteksi dengan tes cepat anti-HCV sebanyak 565.718 orang dan 23.746 di antaranya dinyatakan positif.
Sebanyak 15.354 orang di antaranya telah melanjutkan pemeriksaan viral load HCV RNA dan telah terdeteksi virus Hepatitis C sebanyak 7.918 orang yang kemudian 6.659 di antaranya telah mendapatkan obat DAA.
"Dari yang mendapatkan pengobatan lengkap sebanyak 4.419 jiwa, sebanyak 96 persen di antaranya dan telah mencapai kesembuhan," demikian Nadia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021