Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalbar melakukan sejumlah percepatan pengendalian kasus kematian babi akibat African Swine Fever (ASF) karena sangat menular pada babi domestik maupun liar yang berdampak atas kerugian ekonomi yang serius.
"Langkah pengendalian mengingat saat ini sudah ada 460 kasus babi mati di Kalbar disebabkan ASF yang tersebar di tiga kabupaten yakni Kapuas Hulu sebanyak 291 ekor, Sintang 144 ekor dan Melawi 25 ekor,” ujar Kadisbunnak Kalbar, M, Munsif di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa sejumlah langkah pengendalian di antaranya mulai dari verifikasi dan investigasi, koordinasi dan rapat dengan dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sintang, Balai Veteriner Banjarbaru, Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Balai Karantina Kelas I Pontianak serta Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong.
“Kemudian kita juga melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu untuk pengendalian penyakit ASF di Kapuas Hulu. Ada juga sosialisasi komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit ASF yang ditujukan kepada petugas lapang/penyuluh , pengurus desa, masyarakat,” jelasnya.
Selain itu juga dilakukan Outbreak Investigasion (OI) di Kabupaten Kapuas Hulu bersama tim yang membidangi fungsi kesehatan hewan terdiri atas Disbunnak Kalbar, Dinas Pertanian dan Perikanan Kapuas hulu, Balai Veteriner Banjarbaru, Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak dan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong.
“Kemudian ada beberapa langkah lainnya termasuk dikeluarkannya surat edaran Gubernur Kalbar Tanggal 24 September 2021 Nomor: 440/3371/DISBUNNAK-E.1 kepada Bupati/Walikota Se Kalimantan Barat Tentang Pengendalian Penyakit ASF,” jelasnya.
Pihaknya juga terus mendorong pemerintah daerah untuk melakukan langkah penanganan seperti memasukkan/perdagangan/jual beli ternak babi dan produknya dari wilayah yang sedang ada kasus kematian babi, dan memasukkan ternak bibit babi dari wilayah kompartemen bebas ASF.
Kemudian penting melakukan profiling ke peternak, pedagang, penjual dan pengepul ternak babi dan pemetaan risiko untuk wilayah sentra peternakan babi serta membuat jalur risiko lalu lintas ternak babi dan produknya antar wilayah agar mempermudah melakukan deteksi dan respon dini sehingga kasus cepat terkendali. Bahkan juga ada membentuk Posko pengendalian serta lainnya.
"Bahkan Kementan RI melalui tim yang dipimpin langsung Dirjen PKH Dr.Ir.Nasrullah, MSc dan Direktur Keswan Dr.drh.Nuryani Zainufin MSi akan berkunjung ke Kalbar," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut terjadi di beberapa negara, terakhir merebak di Benua Asia dan telah sampai ke Indonesia.
“Hewan yang peka terhadap penyakit ASF adalah ternak babi dan babi liar, seluruh babi liar Afrika rentan terhadap penyakit ini namun tidak menunjukkan gejala klinis, dan dianggap sebagai reservoir penyakit ini dan manusia tidak rentan terhadap penyakit ini,” ucapnya.
Ia menambahkan kejadian di pulau Kalimantan diawali dengan adanya kasus ASF Negara bagian Sabah Malaysia kemudian menyebar ke Kaltara yaitu Kabupaten Nunukan ( Maret 2021) dan Kabupaten Malinau (Juni 2021), Kota Tarakan (Juni 2021), Kaltim di Kabupaten Berau (April 2021), Kabupaten Mahakam Ulu dan Kabupaten Kutai Timur (September 2021), menyebar ke Kalteng yaitu Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas (September 2021) yang pada akhirnya sampai ke Kalbar yaitu di Kabupaten Kapuas Hulu (September 2021) dan Kabupaten Sintang (Oktober 2021).
“Kejadian di Kapuas Hulu diawali dengan adanya laporan kematian babi hutan oleh masyarakat yang berburu babi hutan di daerah hutan Desa Datah Dian Kecamatan Putussibau Utara. Desa Datah Dian bagian utara dan hulu sungai di desa berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia,” jelas dia,
Selanjutnya, laporan kematian babi juga dilaporkan di Kabupaten Sintang pada tanggal 15 September 2021 dan terkonfirmasi positif penyakit ASF.
"Lokasi awal kematian di Kecamatan Sintang Desa Mertiguna, Jejora 1, Kelurahan Akcaya 1, Kapuas Kanan Hulu dan Rawa Mambok dengan total kematian mencapai 144 ekor," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Langkah pengendalian mengingat saat ini sudah ada 460 kasus babi mati di Kalbar disebabkan ASF yang tersebar di tiga kabupaten yakni Kapuas Hulu sebanyak 291 ekor, Sintang 144 ekor dan Melawi 25 ekor,” ujar Kadisbunnak Kalbar, M, Munsif di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa sejumlah langkah pengendalian di antaranya mulai dari verifikasi dan investigasi, koordinasi dan rapat dengan dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sintang, Balai Veteriner Banjarbaru, Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Balai Karantina Kelas I Pontianak serta Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong.
“Kemudian kita juga melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu untuk pengendalian penyakit ASF di Kapuas Hulu. Ada juga sosialisasi komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit ASF yang ditujukan kepada petugas lapang/penyuluh , pengurus desa, masyarakat,” jelasnya.
Selain itu juga dilakukan Outbreak Investigasion (OI) di Kabupaten Kapuas Hulu bersama tim yang membidangi fungsi kesehatan hewan terdiri atas Disbunnak Kalbar, Dinas Pertanian dan Perikanan Kapuas hulu, Balai Veteriner Banjarbaru, Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak dan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong.
“Kemudian ada beberapa langkah lainnya termasuk dikeluarkannya surat edaran Gubernur Kalbar Tanggal 24 September 2021 Nomor: 440/3371/DISBUNNAK-E.1 kepada Bupati/Walikota Se Kalimantan Barat Tentang Pengendalian Penyakit ASF,” jelasnya.
Pihaknya juga terus mendorong pemerintah daerah untuk melakukan langkah penanganan seperti memasukkan/perdagangan/jual beli ternak babi dan produknya dari wilayah yang sedang ada kasus kematian babi, dan memasukkan ternak bibit babi dari wilayah kompartemen bebas ASF.
Kemudian penting melakukan profiling ke peternak, pedagang, penjual dan pengepul ternak babi dan pemetaan risiko untuk wilayah sentra peternakan babi serta membuat jalur risiko lalu lintas ternak babi dan produknya antar wilayah agar mempermudah melakukan deteksi dan respon dini sehingga kasus cepat terkendali. Bahkan juga ada membentuk Posko pengendalian serta lainnya.
"Bahkan Kementan RI melalui tim yang dipimpin langsung Dirjen PKH Dr.Ir.Nasrullah, MSc dan Direktur Keswan Dr.drh.Nuryani Zainufin MSi akan berkunjung ke Kalbar," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut terjadi di beberapa negara, terakhir merebak di Benua Asia dan telah sampai ke Indonesia.
“Hewan yang peka terhadap penyakit ASF adalah ternak babi dan babi liar, seluruh babi liar Afrika rentan terhadap penyakit ini namun tidak menunjukkan gejala klinis, dan dianggap sebagai reservoir penyakit ini dan manusia tidak rentan terhadap penyakit ini,” ucapnya.
Ia menambahkan kejadian di pulau Kalimantan diawali dengan adanya kasus ASF Negara bagian Sabah Malaysia kemudian menyebar ke Kaltara yaitu Kabupaten Nunukan ( Maret 2021) dan Kabupaten Malinau (Juni 2021), Kota Tarakan (Juni 2021), Kaltim di Kabupaten Berau (April 2021), Kabupaten Mahakam Ulu dan Kabupaten Kutai Timur (September 2021), menyebar ke Kalteng yaitu Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas (September 2021) yang pada akhirnya sampai ke Kalbar yaitu di Kabupaten Kapuas Hulu (September 2021) dan Kabupaten Sintang (Oktober 2021).
“Kejadian di Kapuas Hulu diawali dengan adanya laporan kematian babi hutan oleh masyarakat yang berburu babi hutan di daerah hutan Desa Datah Dian Kecamatan Putussibau Utara. Desa Datah Dian bagian utara dan hulu sungai di desa berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia,” jelas dia,
Selanjutnya, laporan kematian babi juga dilaporkan di Kabupaten Sintang pada tanggal 15 September 2021 dan terkonfirmasi positif penyakit ASF.
"Lokasi awal kematian di Kecamatan Sintang Desa Mertiguna, Jejora 1, Kelurahan Akcaya 1, Kapuas Kanan Hulu dan Rawa Mambok dengan total kematian mencapai 144 ekor," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021