Wakil Ketua Kadin Kalimantan Barat, Rudyzar Zaidar Mochtar mengeluhkan hambatan dalam mengekspor produk kehutanan dengan adanya Permenhut No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
"Dengan adanya Permenhut No. 106 Tahun 2018, maka pemerintah membatasi ekspor kayu wangi-wangian, tetapi di satu sisi terkesan membolehkan menebang pohon, tetapi untuk ekspor buah pohon itu tetap dilarang, hal tersebut terjadi pada buah tengkawang yang merupakan komoditas andalan Provinsi Kalimantan Barat," kata Rudyzar Zaidar Mochtar saat dihubungi di Pontianak, Minggu.
Dia menjelaskan dampak pembatasan ekspor kayu wangi-wangian dalam bentuk apa pun "mematikan" eksportir lokal yang ada di Kalbar, tetapi eksportir nasional atau eksportir besar malah diuntungkan dengan aturan itu.
"Sehingga kami melihatnya aturan itu lebih memihak pengusaha besar, sementara pengusaha kecil dan lokal akan semakin terjepit atau ada kesan monopoli dalam hal ini," ungkapnya.
Dia mencontohkan Permenhut No. 106 Tahun 2018 berdampak sebanyak 48 eksportir kayu wangi-wangian di Kalbar menjadi tidak mempunyai kuota untuk ekspor atau sekarang menjadi 12 eksportir yang punya kuota ekspor, artinya verifikasi yang dilakukan jajaran KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) tidak benar.
Sementara banyak eksportir Kalbar yang mempunyai gudang dan memenuhi persyaratan mengekspor kayu wangi-wangian malah tidak ada kuota untuk ekspor, karena proses verifikasi KLHK tidak melibatkan instansi vertikal di tingkat provinsi, seperti BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) ataupun instansi teknis yang membidangi kehutanan di Kalbar, katanya.
Dengan begitu, ujar dia, hanya ada dua asosiasi pemilik kuota boleh mengekspor kayu wangi-wangian, hal itu terjadi dampak verifikatornya tidak paham kondisi di lapangan.
"Parahnya lagi, eksportir malah tidak punya gudang di Kalbar, kalau ada hanya untuk mengelabui petugas verifikator. Sementara eksportir Kalbar yang sudah puluhan tahun bergelut di bidang eksportir dan mempunyai gudang yang luasnya sekitar 5.000 meter persegi malah tidak mempunyai kuota untuk ekspor kayu wangi-wangian," ujarnya.
Ia mengatakan seharusnya perdagangan membuka diri, seperti verifikasi tidak hanya dari Jakarta, tetapi minimal melibatkan instansi teknis yang membidangi kehutanan di Kalbar sehingga eksportir yang lolos memang benar-benar eksportir.
Rudizar menambahkan seharusnya KLHK bisa berkaca pada Permendag No. 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor yang salah satunya membolehkan ekspor kopi serta mempermudah semua eksportir untuk mengekspor komoditas tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Dengan adanya Permenhut No. 106 Tahun 2018, maka pemerintah membatasi ekspor kayu wangi-wangian, tetapi di satu sisi terkesan membolehkan menebang pohon, tetapi untuk ekspor buah pohon itu tetap dilarang, hal tersebut terjadi pada buah tengkawang yang merupakan komoditas andalan Provinsi Kalimantan Barat," kata Rudyzar Zaidar Mochtar saat dihubungi di Pontianak, Minggu.
Dia menjelaskan dampak pembatasan ekspor kayu wangi-wangian dalam bentuk apa pun "mematikan" eksportir lokal yang ada di Kalbar, tetapi eksportir nasional atau eksportir besar malah diuntungkan dengan aturan itu.
"Sehingga kami melihatnya aturan itu lebih memihak pengusaha besar, sementara pengusaha kecil dan lokal akan semakin terjepit atau ada kesan monopoli dalam hal ini," ungkapnya.
Dia mencontohkan Permenhut No. 106 Tahun 2018 berdampak sebanyak 48 eksportir kayu wangi-wangian di Kalbar menjadi tidak mempunyai kuota untuk ekspor atau sekarang menjadi 12 eksportir yang punya kuota ekspor, artinya verifikasi yang dilakukan jajaran KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) tidak benar.
Sementara banyak eksportir Kalbar yang mempunyai gudang dan memenuhi persyaratan mengekspor kayu wangi-wangian malah tidak ada kuota untuk ekspor, karena proses verifikasi KLHK tidak melibatkan instansi vertikal di tingkat provinsi, seperti BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) ataupun instansi teknis yang membidangi kehutanan di Kalbar, katanya.
Dengan begitu, ujar dia, hanya ada dua asosiasi pemilik kuota boleh mengekspor kayu wangi-wangian, hal itu terjadi dampak verifikatornya tidak paham kondisi di lapangan.
"Parahnya lagi, eksportir malah tidak punya gudang di Kalbar, kalau ada hanya untuk mengelabui petugas verifikator. Sementara eksportir Kalbar yang sudah puluhan tahun bergelut di bidang eksportir dan mempunyai gudang yang luasnya sekitar 5.000 meter persegi malah tidak mempunyai kuota untuk ekspor kayu wangi-wangian," ujarnya.
Ia mengatakan seharusnya perdagangan membuka diri, seperti verifikasi tidak hanya dari Jakarta, tetapi minimal melibatkan instansi teknis yang membidangi kehutanan di Kalbar sehingga eksportir yang lolos memang benar-benar eksportir.
Rudizar menambahkan seharusnya KLHK bisa berkaca pada Permendag No. 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor yang salah satunya membolehkan ekspor kopi serta mempermudah semua eksportir untuk mengekspor komoditas tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021