Kelompok peretas Rusia, Conti, berjanji akan menyerang musuh-musuh Kremlin jika mereka merespons invasi ke Ukraina.
Conti yang biasanya meretas menggunakan ransomware, dalam unggahan di blog, dikutip dari Reuters, Sabtu, menunjukkan dukungan mereka terhadap Presiden Vladimir Putin.
"Jika siapa pun berencana melancarkan serangan siber atau perang apa pun terhadap Rusia, kami akan menggunakan semua sumber daya kami untuk menyerang balik infrastruktur penting musuh," kata Conti.
Pemerintah Ukraina pada Kamis (24/2) waktu setempat meminta sukarelawan peretas untuk membantu melindungi infrastruktur penting dan memata-matai tentara Rusia.
Direktur perusahaan keamanan siber Mandiant, Kimberly Goodu, menyatakan beberapa peretas yang bergabung di Conti berasal dari Rusia. Dia juga menyatakan sudah ada bukti aktivitas kriminal geng tersebut berhubungan dengan intelijen Rusia.
Di Indonesia, nama geng Conti muncul pada awal tahun ini karena membobol data Bank Indonesia.
Geng Conti aktif sejak tahun 2019, mereka pernah menyerang sejumlah perusahaan di Eropa dan Amerika Serikat dengan meminta tebusan jutaan dolar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
Conti yang biasanya meretas menggunakan ransomware, dalam unggahan di blog, dikutip dari Reuters, Sabtu, menunjukkan dukungan mereka terhadap Presiden Vladimir Putin.
"Jika siapa pun berencana melancarkan serangan siber atau perang apa pun terhadap Rusia, kami akan menggunakan semua sumber daya kami untuk menyerang balik infrastruktur penting musuh," kata Conti.
Pemerintah Ukraina pada Kamis (24/2) waktu setempat meminta sukarelawan peretas untuk membantu melindungi infrastruktur penting dan memata-matai tentara Rusia.
Direktur perusahaan keamanan siber Mandiant, Kimberly Goodu, menyatakan beberapa peretas yang bergabung di Conti berasal dari Rusia. Dia juga menyatakan sudah ada bukti aktivitas kriminal geng tersebut berhubungan dengan intelijen Rusia.
Di Indonesia, nama geng Conti muncul pada awal tahun ini karena membobol data Bank Indonesia.
Geng Conti aktif sejak tahun 2019, mereka pernah menyerang sejumlah perusahaan di Eropa dan Amerika Serikat dengan meminta tebusan jutaan dolar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022