Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) wilayah Kalbar menyambut momen memperingati May Day atau Hari Buruh Internasional 2022 menyatakan sikap di antaranya mendukung presidensi dan menyuarakan terkait tiga isu global di G20.
"Kami mendukung Pemerintah Indonesia menjadi presidensi atau tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Pemimpin negara- negara G20. Di mana, pemerintah juga telah mempercayakan KSBSI sebagai ketua pertemuan Labour 20 atau L20. Momen itu juga kami menyampaikan tiga isu global," ujar Koordinator Wilayah KSBSI Kalbar Suherman di Pontianak, Sabtu.
Ia menjelaskan adapun tiga isu yang akan disuarakan di Forum internasional L20. Pertama, perubahan iklim (climate change) di dunia kerja dan transisi yang adil (just transition). Kedua, perlindungan dan kesejahteraan kepada pekerja digital platform. Ketiga, jaminan kerja layak dan hak jaminan sosial untuk semua pekerja.
"Jaminan kerja tanpa melihat status fisik, hubungan kerja dalam memperoleh jaminan pekerjaan, kesehatan dan kesehatan yang layak dan memberikan perhatian khusus kepada pekerja disabilitas," katanya.
Terkait tuntutan atau catatan KSBSI Kalbar kepada pemerintah dalam memperbaiki kesejahteraan buruh. di antaranya, bersikap kritis terhadap revisi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan revisi pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan (PPP) yang memasukkan metode Omnibus law sebagai konsekuensi putusan dari Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
"KSBSI menilai revisi UU PPP sarat kepentingan ekonomi politik oligarkhi. Padahal MKRI sudah memerintahkan agar pemerintah dan DPR RI merevisi UU Cipta Kerja. Namun secara bersamaan DPR RI juga memasukkan agenda revisi UU PPP sehingga menimbulkan kecurigaan politik bagi buruh atau pekerja di Indonesia tidak terkecuali di Provinsi Kalbar," jelas dia.
Ia menegaskan bahwa KSBSI menegaskan kepada pemerintah tidak menolak keseluruhan UU Cipta Kerja bersama 4 turunan Peraturan Pemerintah (PP) yang telah dibuat pemerintah. Di antaranya PP No.34 Tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP TKA), PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK), PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan PP No.37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP JKP).
"Tapi yang ditolak adalah terdapat beberapa pasal dari kluster ketenagakerjaan, yang mendegradasi hak buruh di dunia kerja. Hilangnya jaminan masa depan kerja dan melahirkan kebijakan upah rendah buruh ditingkat provinsi sampai kabupaten/kota,” kata dia.
Kemudian terkait dampak pandemi COVID-19 dan masih tetap mengancam buruh di Indonesia karena sebagian dari jutaan buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih belum bekerja. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Maret 2021, terdapat 29,4 juta orang terdampak. Termasuk yang ter-PHK, dirumahkan tanpa upah hingga pengurangan jam kerja dan upah.
"KSBSI Kalbar mendesak pemerintah lebih serius membuka lapangan kerja seluasnya untuk menurunkan jumlah pengangguran. Kemudian mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) lebih banyak membuka program pelatihan ketenagakerjaan (vokasi) sampai tingkat daerah yang berbasiskan keahlian digital platform," katanya.
Selanjutnya, dalam program pemulihan ekonomi di masa pandemi, KSBSI mendorong pemerintah agar lebih membuka ruang sosial dialog dengan perwakilan pengusaha dan serikat buruh. Sehingga kebijakan yang diputuskan tidak menjadi polemik dan menimbulkan kegaduhan politik.
"Gerakan KSBSI sekarang ini lebih memprioritaskan sosial dialog untuk menciptakan hubungan industri yang harmonis. Apabila melakukan aksi demo turun ke jalan Ketika kran komunikasi dan dialog sudah tidak bisa berjalan dan sikap ini hanya opsi terakhir apabila jalur sosial dialog sudah deadlock," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Kami mendukung Pemerintah Indonesia menjadi presidensi atau tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Pemimpin negara- negara G20. Di mana, pemerintah juga telah mempercayakan KSBSI sebagai ketua pertemuan Labour 20 atau L20. Momen itu juga kami menyampaikan tiga isu global," ujar Koordinator Wilayah KSBSI Kalbar Suherman di Pontianak, Sabtu.
Ia menjelaskan adapun tiga isu yang akan disuarakan di Forum internasional L20. Pertama, perubahan iklim (climate change) di dunia kerja dan transisi yang adil (just transition). Kedua, perlindungan dan kesejahteraan kepada pekerja digital platform. Ketiga, jaminan kerja layak dan hak jaminan sosial untuk semua pekerja.
"Jaminan kerja tanpa melihat status fisik, hubungan kerja dalam memperoleh jaminan pekerjaan, kesehatan dan kesehatan yang layak dan memberikan perhatian khusus kepada pekerja disabilitas," katanya.
Terkait tuntutan atau catatan KSBSI Kalbar kepada pemerintah dalam memperbaiki kesejahteraan buruh. di antaranya, bersikap kritis terhadap revisi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan revisi pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan (PPP) yang memasukkan metode Omnibus law sebagai konsekuensi putusan dari Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
"KSBSI menilai revisi UU PPP sarat kepentingan ekonomi politik oligarkhi. Padahal MKRI sudah memerintahkan agar pemerintah dan DPR RI merevisi UU Cipta Kerja. Namun secara bersamaan DPR RI juga memasukkan agenda revisi UU PPP sehingga menimbulkan kecurigaan politik bagi buruh atau pekerja di Indonesia tidak terkecuali di Provinsi Kalbar," jelas dia.
Ia menegaskan bahwa KSBSI menegaskan kepada pemerintah tidak menolak keseluruhan UU Cipta Kerja bersama 4 turunan Peraturan Pemerintah (PP) yang telah dibuat pemerintah. Di antaranya PP No.34 Tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP TKA), PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK), PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan PP No.37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP JKP).
"Tapi yang ditolak adalah terdapat beberapa pasal dari kluster ketenagakerjaan, yang mendegradasi hak buruh di dunia kerja. Hilangnya jaminan masa depan kerja dan melahirkan kebijakan upah rendah buruh ditingkat provinsi sampai kabupaten/kota,” kata dia.
Kemudian terkait dampak pandemi COVID-19 dan masih tetap mengancam buruh di Indonesia karena sebagian dari jutaan buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih belum bekerja. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Maret 2021, terdapat 29,4 juta orang terdampak. Termasuk yang ter-PHK, dirumahkan tanpa upah hingga pengurangan jam kerja dan upah.
"KSBSI Kalbar mendesak pemerintah lebih serius membuka lapangan kerja seluasnya untuk menurunkan jumlah pengangguran. Kemudian mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) lebih banyak membuka program pelatihan ketenagakerjaan (vokasi) sampai tingkat daerah yang berbasiskan keahlian digital platform," katanya.
Selanjutnya, dalam program pemulihan ekonomi di masa pandemi, KSBSI mendorong pemerintah agar lebih membuka ruang sosial dialog dengan perwakilan pengusaha dan serikat buruh. Sehingga kebijakan yang diputuskan tidak menjadi polemik dan menimbulkan kegaduhan politik.
"Gerakan KSBSI sekarang ini lebih memprioritaskan sosial dialog untuk menciptakan hubungan industri yang harmonis. Apabila melakukan aksi demo turun ke jalan Ketika kran komunikasi dan dialog sudah tidak bisa berjalan dan sikap ini hanya opsi terakhir apabila jalur sosial dialog sudah deadlock," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022