Peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI pada tahun ini terasa berbeda dari dua tahun terakhir, karena kali ini disambut suka cita dengan berbagai kegiatan masyarakat Indonesia, tak terkecuali yang berada di negeri jiran Sarawak, Malaysia Timur.
Suka cita memperingati HUT RI di negeri jiran dapat dijumpai di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kuching, Sarawak sejak Juli hingga Agustus 2022 ini.
Pada peringatan HUT RI kali ini, KJRI Kuching memperingatinya sangat berbeda bila dibandingkan selama dua tahun lalu, ketika pandemi COVID-19 menghantui masyarakat dunia. Peringatan HUT Kemerdekaan RI ketika itu hanya diikuti kalangan pegawai setempat dan tak mengundang tamu lain.
Namun kali ini sungguh sangat berbeda, yakni pada Rabu (17/8) pagi yang cerah, Konsul Jenderal (Konjen) RI Kuching, Raden Sigit Witjaksono tak hanya mengundang warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Kuching dan sekitarnya, tetapi juga melibatkan anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai petugas upacara bendera pada Peringatan Detik-detik Proklamasi di halaman Kantor KJRI Kuching, Sarawak.
Selain itu, juga ada kegiatan lomba dan permainan yang sudah digelar sejak bulan Juli lalu. Kegiatan lomba dan permainan rakyat seperti pingpong, catur, gaplek dan bulutangkis.
Lomba dan permainan rakyat kemudian berlanjut usai upacara bendera kemarin, seperti lomba makan kerupuk, lomba balap karung, balap kelereng, memasukkan pensil dalam botol, kekompakan ber-bakiak dan tarik tambang. Semua lomba dan permainan itu diikuti staf dan karyawan KJRI Kuching serta masyarakat Indonesia yang ada di Sarawak.
Konsul Jenderal (Konjen) Raden Sigit mengatakan, semua kegiatan tersebut sebagai ungkapan bahagia mereka karena bisa menyambut HUT RI setelah dua tahun tak diadakan.
"Kita akui setelah pandemi COVID-19 berangsur-angsur menghilang, kegiatan peringatan kemerdekaan RI tahun 2022 di KJRI Kuching ini terasa meriah. Kami tidak hanya melibatkan para WNI dan PMI, namun juga mereka ikut berbaur hingga kegiatan puncak upacara pengibaran bendera Merah Putih," katanya.
Melihat antusiasme masyarakat Indonesia di Sarawak, dia mengatakan, "KJRI Kuching menjadikan momentum HUT Ke-77 Kemerdekaan RI bertekad untuk lebih memaksimalkan pelayanan dan perlindungan kepada WNI dan PMI."
Menurut Konjen itu, Malaysia menjadi salah satu negara tujuan masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri, termasuk di negara bagian Sarawak. Menurut data pada pelaksanaan Pemilu tahun 2019, tercatat ada sekitar 138 ribu jiwa WNI tinggal di Sarawak dengan jumlah pemilih sekitar 80 ribu orang.
Kemudian pada dua bulan yang lalu KJRI Kuching mendapat data dari pihak Imigrasi Sarawak, pada tahun 2022 ini ada sekitar 70 ribu WNI bekerja atau tinggal di negara bagian tersebut. Angka itu termasuk yang paling banyak yaitu dari para PMI yang berada di Sarawak.
Terkait hal itu pula, dia mengatakan di KJRI memiliki tugas utamanya melakukan pelayanan dan perlindungan seluruh WNI dan PMI beserta anak-anaknya dengan total jumlah sekitar 1.900 orang anak PMI di Sarawak.
Pelayanan KJRI
Dengan jumlah (saat ini) sekitar 70 ribu orang WNI dan PMI yang tersebar di seluruh wilayah Sarawak yang memiliki cakupan luas hampir sama dengan Pulau Jawa itu, tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi KJRI Kuching.
Karena menurut Konjen Sigit, para WNI khususnya para PMI yang ada di sana tidak semuanya tinggal dan bekerja di daerah perkotaan, akan tetapi mereka juga tinggal di areal perkebunan sawit yang berada di pelosok-pelosok yang juga masih sulit dijangkau.
Terkait hal itu, saat ini pihaknya telah memaksimalkan segala fasilitas yang ada di KJRI Kuching. Seperti dalam pelayanan paspor, konseling, rumah penampungan WNI dan PMI yang sakit dan terlantar, serta fasilitas lainnya.
Kemudian, dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap seluruh WNI dan PMI, selain berpusat di Kantor KJRI di Kuching juga dilakukan program pelayanan "out drive" di luar kantor pusat atau jemput bola ke perusahaan-perusahaan kebun sawit yang banyak terdapat pekerja migran Indonesia.
Pelaksanaan pelayanan melalui program tersebut dilakukan KJRI pada hari-hari akhir pekan seperti Sabtu dan Minggu. Program itu tidak mengganggu jam kerja dan diadakan dua kali dalam satu bulan.
Karena itu pula, KJRI berharap pada momentum HUT Ke-77 Kemerdekaan RI program tersebut dapat lebih dimaksimalkan, apalagi saat ini di Sarawak kondisi pandemi COVID-19 semakin hari semakin membaik.
"Dari sekian banyak PMI kita yang bekerja di Sarawak, mereka kebanyakan bekerja di perusahaan kebun sawit. Mengingat jauhnya jarak dan memakan waktu hingga lebih dari tiga hari jika mereka sendiri dapat ke Kantor KJRI Kuching, maka kami yang mendatangi mereka ke tempat kerjanya," ungkap Konjen Sigit.
Seperti dalam beberapa hari lalu, yakni pada Sabtu dan Minggu, KJRI Kuching melakukan pelayanan perlengkapan atau perpanjangan dokumen paspor ke salah satu kebun sawit di Miri, salah satu kota besar di Sarawak. Sebagian WNI, khususnya pekerja migran Indonesia, tinggal di kota berpenduduk sekitar 300 ribu jiwa itu.
"Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya memaksimalkan pelayanan dan perlindungan KJRI Kuching kepada para WNI dan PMI agar masyarakat Indonesia yang berada di Sarawak benar-benar aman dan memiliki izin tinggal serta permit kerja yang sah atau tidak ilegal," katanya menjelaskan.
Bentuk pelayanan lain yang diberikan, yakni dalam menanggulangi permasalahan masuknya WNI dan PMI ilegal ke di Malaysia. Pemerintah Indonesia telah mengupayakan secara baik dengan sistem perekrutan PMI. Melalui aplikasi "one channel system" yang telah disetujui oleh Indonesia dan Malaysia.
KJRI Kuching berharap sistem itu dapat menanggulangi permasalahan bagi WNI ataupun PMI yang tidak memiliki dokumen.
Hal lain yang telah dilakukan KJRI di Kuching, adalah dalam hal standar upah minimum bagi para pekerja dan sudah diterapkan oleh Pemerintah Malaysia yaitu sebesar 1.500 ringgit, yang jika dirupiahkan sebesar Rp4.950.000 dengan ketentuan yang berlaku dan telah disepakati bersama.
Hal lain yang menjadi konsentrasi KJRI Kuching saat ini, yaitu mengupayakan adanya wadah pendidikan di setiap perusahaan perkebunan sawit yang ada di Sarawak. Menyediakan baik sarana maupun prasarana pendidikan bagi anak-anak PMI yang bekerja di perusahaannya masing-masing.
"Fasilitas yang kami dorong kepada perusahaan-perusahaan besar kelapa sawit yang mempekerjakan warga kita yaitu adanya Community Learning Centre (CLC) semacam sekolah untuk anak-anak PMI. Di perusahaan besar itu pastinya jumlah PMI cukup banyak, dan mereka biasanya membawa anak, agar anak-anak tersebut bisa mengenyam pendidikan kami mintakan perusahaan itu untuk membuat CLC," ujarnya.
Penyediaan fasilitas pendidikan di perusahaan perkebunan sawit tidak akan merugikan pihak perusahaan, justru sebaliknya, yakni bisa menguntungkan perusahaan tersebut. Karena dengan anak-anak PMI yang bekerja di perusahaannya (Malaysia) dapat mengenyam pendidikan di CLC, maka perusahaan itu tidak khawatir akan kehilangan pekerjanya. Pekerja dalam hal ini para PMI tentu akan merasa tenang dan betah serta semakin giat lagi untuk bekerja.
KJRI gencar melakukan hal itu, dan kini perusahaan-perusahaan merasakan manfaatnya dan justru saat ini mereka yang mengajukan untuk membentuk CLC. "Kami merasa senang apalagi keberadaan CLC ini sangat didukung oleh pemerintah Sarawak melalui kementerian pemerintah Sarawak yang membidangi pendidikan," kata Sigit.
Kerja sama yang berjalan dengan baik dari KJRI Kuching, pemerintah Sarawak, dan pihak perusahaan itu adalah agar kasus-kasus ilegal yang menimpa para PMI dapat dihindari.
Kuncinya mereka masuk (Malaysia) dengan sah, bekerja dengan sah, diperhatikan oleh perusahaan yang mempekerjakannya, mendapat pelayanan dan perlindungan dari pemerintah khususnya dalam hal ini KJRI Kuching, maka mereka tidak akan lari dari kerjaan satu ke pekerjaan lain.
Karena dari banyaknya kasus yang dijumpai, ketika lari dari perusahaan, mengakibatkan PMI menjadi tidak memiliki dokumen resmi karena tertinggal di tempat kerja lamanya. Bahkan ketika ditangkap aparat keamanan di negara jiran itu, baik polisi maupun pihak imigrasi Malaysia, maka PMI tersebut harus menjalani proses hukum yang berlaku di sana.
"Muaranya pasti ke kami di KJRI Kuching. Biasanya setelah ditangkap oleh pihak Malaysia, kami akan mendapat laporan untuk bagaimana menyelesaikan kasus yang menimpa PMI yang bersangkutan. Bisa itu karena tidak memiliki dokumen, terlantar, sakit, meninggal bahkan karena terlibat dalam kasus-kasus kriminal," paparnya.
Perlindungan PMI
Konjen Raden Sigit Witjaksono menyebutkan sebagai fungsi perlindungan KJRI yang berada di bawah naungan Kementerian Luar Negeri RI, selalu melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap para WNI ataupun PMI yang tersangkut kasus di Sarawak dengan melakukan pendampingan.
Hingga saat ini, kasus-kasus terutama kepada para PMI adalah tidak memiliki dokumen keimigrasian saat berada dan bekerja di Sarawak. Kasus-kasus ini yang paling banyak menimpa para PMI disana. "Kemudian ada beberapa kasus-kasus menyangkut tindak kriminal seperti kasus pembunuhan dan narkoba, mengakibatkan PMI yang terlibat ini terancam berat hingga hukuman mati," kata Sigit.
Terkait PMI yang meninggal, sakit dan terlantar setelah melalui proses, KJRI bekerja sama dengan otoritas Malaysia akan memulangkan (Repatriasi) ke Indonesia.
Kemudian KJRI juga akan mendampingi para PMI yang akan dideportasi pulang ke Indonesia oleh pihak imigrasi Sarawak. Sementara bagi mereka yang tersangkut kasus-kasus kriminal berat, KJRI akan melakukan perdampingan.
Untuk kasus-kasus kriminal berat itu, KJRI Kuching selalu melaporkan kepada Direktorat Perlindungan WNI yang ada di Kementerian Luar Negeri RI. Kemudian terkoordinasi dan untuk melakukan pendampingan dan perlindungan kepada PMI yang sedang menghadapi kasus-kasus berat terutama pembunuhan dan narkoba, melakukan kerja sama dengan seorang pengacara.
Salah satu pengusaha sukses Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi di Kuching, Mahfud, saat dijumpai di Kantor KJRI Kuching mengungkapkan jika ingin bekerja sebagai PMI di luar negeri seperti di Sarawak, maka sudah seharusnya ikuti aturan yang benar.
Keberhasilan yang Mahfud capai hingga saat ini dimulai dari niat pasti untuk bekerja ke luar negeri dengan tujuan Kuching Sarawak.
"Niat pasti yang saya maksud itu, dengan kita ingin bekerja ke Sarawak ini harus melengkapi segala dokumen keimigrasian, termasuk dokumen sebagai PMI yang sah. Itu artinya setelah kita masuk di Malaysia sudah dipastikan legal dan terlindungi sebagai PMI," kata dia.
Pria asal Surabaya yang telah tinggal selama 18 tahun di Sarawak itu menjelaskan, saat ini bekerja ke Sarawak sebaiknya dipastikan dahulu bisa dengan cara mengikuti prosedur penyaluran penempatan PMI yang benar dan diakui oleh pemerintah baik itu dari Pemerintah Indonesia maupun Malaysia.
"Jadi bukan dengan cara saat masuk hanya sebagai wisatawan, tapi setelah itu malah bekerja di Sarawak. Itu yang salah karena melanggar aturan dan kita bisa ditangkap pihak imigrasi Malaysia karena dianggap sebagai PMI ilegal," kata Mahfud menjelaskan.
Pengusaha ini memiliki ratusan karyawan asal Indonesia. Dia mengaku prihatin karena hingga saat ini masih ada warga Indonesia yang ingin bekerja ke Malaysia melalui jalur yang tidak sah. Sehingga banyak di antara mereka setelah bekerja tidak mendapat jaminan dan keamanan yang layak. Bahkan mereka rawan menjadi korban perdagangan orang.
"Memang mereka bisa bekerja, tapi tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan oleh oknum penyalur ilegal. Kemudian mereka itu tidak terdata sebagai PMI yang sah, sehingga perlindungan yang akan diberikan oleh pihak KJRI yang ada di Kuching sulit dilakukan terhadap pekerja tersebut," ucapnya.
Mahfud kerap membantu para WNI yang bekerja di Sarawak dan lari dari majikannya karena tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oknum penyalur PMI ilegal.
"Saya alhamdulillah sudah enam tahun ini punya perusahaan sendiri di Sarawak, dan saya sering menolong mereka yang lari dari majikannya karena dibohongi dan tidak sesuai janji dari agen penyalur. Mereka sebisanya kami tolong, kadang mereka bekerja dengan saya, kemudian ada yang sebulan kemudian baru kita usahakan pulang ke Indonesia," ujarnya.
Pengusaha Mahfud turut hadir pada saat peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI digelar KJRI Kuching pada Rabu (17/8).
Terkait kehadirannya pada upacara pengibaran bendera Merah Putih itu, pengusaha itu menyebutkan meski lama tinggal di Sarawak Malaysia, namun sangat bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
"Kegiatan itu sangat menarik dan saya rasa hal ini selalu dinanti-nanti oleh seluruh warga Indonesia yang ada di Sarawak. Karena momentum menghadiri upacara bendera ini, kami dapat berkumpul antarsesama anak bangsa. Kegiatan yang dilakukan KJRI Kuching ini juga selalu menjadi pengingat kami akan rasa kebanggaan, kebangsaan dan patriotisme sebagai bangsa Indonesia,” kata dia.
Dalam catatan KJRI Kuching dari tahun 2018, warga Indonesia yang sedang menghadapi kasus berat dan diancam hukuman mati ada sekitar 47 orang. Dari jumlah itu, ada 25 orang WNI dikurangi hukumannya bahkan ada yang bebas. Kemudian lima orang WNI di antara sisanya setelah dikurangi 25 orang, tahun ini akan jatuh tempo.
Dalam upayanya, KJRI Kuching baru-baru ini telah melakukan pendampingan melalui pengacara yang telah ditunjuk untuk meminta agar hukuman mati itu dapat pengurangan dari sisi hukumannya.
"Itu yang kami lakukan terhadap salah satu PMI yang berkasus hingga diancam hukuman mati di Bintulu," kata Konjen Sigit Witjaksono
Menurut Konsul Jenderal itu, pihaknya tidak akan segan-segan melakukan upaya agar warga negara Indonesia disana terlepas dari ancaman hukuman mati. Dan KJRI bertekad untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi para WNI maupun PMI beserta anak-anaknya selama berada di Sarawak.
Karena dengan tekad yang kuat itu, maka masalah yang dihadapi akan teratasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
Suka cita memperingati HUT RI di negeri jiran dapat dijumpai di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kuching, Sarawak sejak Juli hingga Agustus 2022 ini.
Pada peringatan HUT RI kali ini, KJRI Kuching memperingatinya sangat berbeda bila dibandingkan selama dua tahun lalu, ketika pandemi COVID-19 menghantui masyarakat dunia. Peringatan HUT Kemerdekaan RI ketika itu hanya diikuti kalangan pegawai setempat dan tak mengundang tamu lain.
Namun kali ini sungguh sangat berbeda, yakni pada Rabu (17/8) pagi yang cerah, Konsul Jenderal (Konjen) RI Kuching, Raden Sigit Witjaksono tak hanya mengundang warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Kuching dan sekitarnya, tetapi juga melibatkan anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai petugas upacara bendera pada Peringatan Detik-detik Proklamasi di halaman Kantor KJRI Kuching, Sarawak.
Selain itu, juga ada kegiatan lomba dan permainan yang sudah digelar sejak bulan Juli lalu. Kegiatan lomba dan permainan rakyat seperti pingpong, catur, gaplek dan bulutangkis.
Lomba dan permainan rakyat kemudian berlanjut usai upacara bendera kemarin, seperti lomba makan kerupuk, lomba balap karung, balap kelereng, memasukkan pensil dalam botol, kekompakan ber-bakiak dan tarik tambang. Semua lomba dan permainan itu diikuti staf dan karyawan KJRI Kuching serta masyarakat Indonesia yang ada di Sarawak.
Konsul Jenderal (Konjen) Raden Sigit mengatakan, semua kegiatan tersebut sebagai ungkapan bahagia mereka karena bisa menyambut HUT RI setelah dua tahun tak diadakan.
"Kita akui setelah pandemi COVID-19 berangsur-angsur menghilang, kegiatan peringatan kemerdekaan RI tahun 2022 di KJRI Kuching ini terasa meriah. Kami tidak hanya melibatkan para WNI dan PMI, namun juga mereka ikut berbaur hingga kegiatan puncak upacara pengibaran bendera Merah Putih," katanya.
Melihat antusiasme masyarakat Indonesia di Sarawak, dia mengatakan, "KJRI Kuching menjadikan momentum HUT Ke-77 Kemerdekaan RI bertekad untuk lebih memaksimalkan pelayanan dan perlindungan kepada WNI dan PMI."
Menurut Konjen itu, Malaysia menjadi salah satu negara tujuan masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri, termasuk di negara bagian Sarawak. Menurut data pada pelaksanaan Pemilu tahun 2019, tercatat ada sekitar 138 ribu jiwa WNI tinggal di Sarawak dengan jumlah pemilih sekitar 80 ribu orang.
Kemudian pada dua bulan yang lalu KJRI Kuching mendapat data dari pihak Imigrasi Sarawak, pada tahun 2022 ini ada sekitar 70 ribu WNI bekerja atau tinggal di negara bagian tersebut. Angka itu termasuk yang paling banyak yaitu dari para PMI yang berada di Sarawak.
Terkait hal itu pula, dia mengatakan di KJRI memiliki tugas utamanya melakukan pelayanan dan perlindungan seluruh WNI dan PMI beserta anak-anaknya dengan total jumlah sekitar 1.900 orang anak PMI di Sarawak.
Pelayanan KJRI
Dengan jumlah (saat ini) sekitar 70 ribu orang WNI dan PMI yang tersebar di seluruh wilayah Sarawak yang memiliki cakupan luas hampir sama dengan Pulau Jawa itu, tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi KJRI Kuching.
Karena menurut Konjen Sigit, para WNI khususnya para PMI yang ada di sana tidak semuanya tinggal dan bekerja di daerah perkotaan, akan tetapi mereka juga tinggal di areal perkebunan sawit yang berada di pelosok-pelosok yang juga masih sulit dijangkau.
Terkait hal itu, saat ini pihaknya telah memaksimalkan segala fasilitas yang ada di KJRI Kuching. Seperti dalam pelayanan paspor, konseling, rumah penampungan WNI dan PMI yang sakit dan terlantar, serta fasilitas lainnya.
Kemudian, dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap seluruh WNI dan PMI, selain berpusat di Kantor KJRI di Kuching juga dilakukan program pelayanan "out drive" di luar kantor pusat atau jemput bola ke perusahaan-perusahaan kebun sawit yang banyak terdapat pekerja migran Indonesia.
Pelaksanaan pelayanan melalui program tersebut dilakukan KJRI pada hari-hari akhir pekan seperti Sabtu dan Minggu. Program itu tidak mengganggu jam kerja dan diadakan dua kali dalam satu bulan.
Karena itu pula, KJRI berharap pada momentum HUT Ke-77 Kemerdekaan RI program tersebut dapat lebih dimaksimalkan, apalagi saat ini di Sarawak kondisi pandemi COVID-19 semakin hari semakin membaik.
"Dari sekian banyak PMI kita yang bekerja di Sarawak, mereka kebanyakan bekerja di perusahaan kebun sawit. Mengingat jauhnya jarak dan memakan waktu hingga lebih dari tiga hari jika mereka sendiri dapat ke Kantor KJRI Kuching, maka kami yang mendatangi mereka ke tempat kerjanya," ungkap Konjen Sigit.
Seperti dalam beberapa hari lalu, yakni pada Sabtu dan Minggu, KJRI Kuching melakukan pelayanan perlengkapan atau perpanjangan dokumen paspor ke salah satu kebun sawit di Miri, salah satu kota besar di Sarawak. Sebagian WNI, khususnya pekerja migran Indonesia, tinggal di kota berpenduduk sekitar 300 ribu jiwa itu.
"Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya memaksimalkan pelayanan dan perlindungan KJRI Kuching kepada para WNI dan PMI agar masyarakat Indonesia yang berada di Sarawak benar-benar aman dan memiliki izin tinggal serta permit kerja yang sah atau tidak ilegal," katanya menjelaskan.
Bentuk pelayanan lain yang diberikan, yakni dalam menanggulangi permasalahan masuknya WNI dan PMI ilegal ke di Malaysia. Pemerintah Indonesia telah mengupayakan secara baik dengan sistem perekrutan PMI. Melalui aplikasi "one channel system" yang telah disetujui oleh Indonesia dan Malaysia.
KJRI Kuching berharap sistem itu dapat menanggulangi permasalahan bagi WNI ataupun PMI yang tidak memiliki dokumen.
Hal lain yang telah dilakukan KJRI di Kuching, adalah dalam hal standar upah minimum bagi para pekerja dan sudah diterapkan oleh Pemerintah Malaysia yaitu sebesar 1.500 ringgit, yang jika dirupiahkan sebesar Rp4.950.000 dengan ketentuan yang berlaku dan telah disepakati bersama.
Hal lain yang menjadi konsentrasi KJRI Kuching saat ini, yaitu mengupayakan adanya wadah pendidikan di setiap perusahaan perkebunan sawit yang ada di Sarawak. Menyediakan baik sarana maupun prasarana pendidikan bagi anak-anak PMI yang bekerja di perusahaannya masing-masing.
"Fasilitas yang kami dorong kepada perusahaan-perusahaan besar kelapa sawit yang mempekerjakan warga kita yaitu adanya Community Learning Centre (CLC) semacam sekolah untuk anak-anak PMI. Di perusahaan besar itu pastinya jumlah PMI cukup banyak, dan mereka biasanya membawa anak, agar anak-anak tersebut bisa mengenyam pendidikan kami mintakan perusahaan itu untuk membuat CLC," ujarnya.
Penyediaan fasilitas pendidikan di perusahaan perkebunan sawit tidak akan merugikan pihak perusahaan, justru sebaliknya, yakni bisa menguntungkan perusahaan tersebut. Karena dengan anak-anak PMI yang bekerja di perusahaannya (Malaysia) dapat mengenyam pendidikan di CLC, maka perusahaan itu tidak khawatir akan kehilangan pekerjanya. Pekerja dalam hal ini para PMI tentu akan merasa tenang dan betah serta semakin giat lagi untuk bekerja.
KJRI gencar melakukan hal itu, dan kini perusahaan-perusahaan merasakan manfaatnya dan justru saat ini mereka yang mengajukan untuk membentuk CLC. "Kami merasa senang apalagi keberadaan CLC ini sangat didukung oleh pemerintah Sarawak melalui kementerian pemerintah Sarawak yang membidangi pendidikan," kata Sigit.
Kerja sama yang berjalan dengan baik dari KJRI Kuching, pemerintah Sarawak, dan pihak perusahaan itu adalah agar kasus-kasus ilegal yang menimpa para PMI dapat dihindari.
Kuncinya mereka masuk (Malaysia) dengan sah, bekerja dengan sah, diperhatikan oleh perusahaan yang mempekerjakannya, mendapat pelayanan dan perlindungan dari pemerintah khususnya dalam hal ini KJRI Kuching, maka mereka tidak akan lari dari kerjaan satu ke pekerjaan lain.
Karena dari banyaknya kasus yang dijumpai, ketika lari dari perusahaan, mengakibatkan PMI menjadi tidak memiliki dokumen resmi karena tertinggal di tempat kerja lamanya. Bahkan ketika ditangkap aparat keamanan di negara jiran itu, baik polisi maupun pihak imigrasi Malaysia, maka PMI tersebut harus menjalani proses hukum yang berlaku di sana.
"Muaranya pasti ke kami di KJRI Kuching. Biasanya setelah ditangkap oleh pihak Malaysia, kami akan mendapat laporan untuk bagaimana menyelesaikan kasus yang menimpa PMI yang bersangkutan. Bisa itu karena tidak memiliki dokumen, terlantar, sakit, meninggal bahkan karena terlibat dalam kasus-kasus kriminal," paparnya.
Perlindungan PMI
Konjen Raden Sigit Witjaksono menyebutkan sebagai fungsi perlindungan KJRI yang berada di bawah naungan Kementerian Luar Negeri RI, selalu melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap para WNI ataupun PMI yang tersangkut kasus di Sarawak dengan melakukan pendampingan.
Hingga saat ini, kasus-kasus terutama kepada para PMI adalah tidak memiliki dokumen keimigrasian saat berada dan bekerja di Sarawak. Kasus-kasus ini yang paling banyak menimpa para PMI disana. "Kemudian ada beberapa kasus-kasus menyangkut tindak kriminal seperti kasus pembunuhan dan narkoba, mengakibatkan PMI yang terlibat ini terancam berat hingga hukuman mati," kata Sigit.
Terkait PMI yang meninggal, sakit dan terlantar setelah melalui proses, KJRI bekerja sama dengan otoritas Malaysia akan memulangkan (Repatriasi) ke Indonesia.
Kemudian KJRI juga akan mendampingi para PMI yang akan dideportasi pulang ke Indonesia oleh pihak imigrasi Sarawak. Sementara bagi mereka yang tersangkut kasus-kasus kriminal berat, KJRI akan melakukan perdampingan.
Untuk kasus-kasus kriminal berat itu, KJRI Kuching selalu melaporkan kepada Direktorat Perlindungan WNI yang ada di Kementerian Luar Negeri RI. Kemudian terkoordinasi dan untuk melakukan pendampingan dan perlindungan kepada PMI yang sedang menghadapi kasus-kasus berat terutama pembunuhan dan narkoba, melakukan kerja sama dengan seorang pengacara.
Salah satu pengusaha sukses Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi di Kuching, Mahfud, saat dijumpai di Kantor KJRI Kuching mengungkapkan jika ingin bekerja sebagai PMI di luar negeri seperti di Sarawak, maka sudah seharusnya ikuti aturan yang benar.
Keberhasilan yang Mahfud capai hingga saat ini dimulai dari niat pasti untuk bekerja ke luar negeri dengan tujuan Kuching Sarawak.
"Niat pasti yang saya maksud itu, dengan kita ingin bekerja ke Sarawak ini harus melengkapi segala dokumen keimigrasian, termasuk dokumen sebagai PMI yang sah. Itu artinya setelah kita masuk di Malaysia sudah dipastikan legal dan terlindungi sebagai PMI," kata dia.
Pria asal Surabaya yang telah tinggal selama 18 tahun di Sarawak itu menjelaskan, saat ini bekerja ke Sarawak sebaiknya dipastikan dahulu bisa dengan cara mengikuti prosedur penyaluran penempatan PMI yang benar dan diakui oleh pemerintah baik itu dari Pemerintah Indonesia maupun Malaysia.
"Jadi bukan dengan cara saat masuk hanya sebagai wisatawan, tapi setelah itu malah bekerja di Sarawak. Itu yang salah karena melanggar aturan dan kita bisa ditangkap pihak imigrasi Malaysia karena dianggap sebagai PMI ilegal," kata Mahfud menjelaskan.
Pengusaha ini memiliki ratusan karyawan asal Indonesia. Dia mengaku prihatin karena hingga saat ini masih ada warga Indonesia yang ingin bekerja ke Malaysia melalui jalur yang tidak sah. Sehingga banyak di antara mereka setelah bekerja tidak mendapat jaminan dan keamanan yang layak. Bahkan mereka rawan menjadi korban perdagangan orang.
"Memang mereka bisa bekerja, tapi tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan oleh oknum penyalur ilegal. Kemudian mereka itu tidak terdata sebagai PMI yang sah, sehingga perlindungan yang akan diberikan oleh pihak KJRI yang ada di Kuching sulit dilakukan terhadap pekerja tersebut," ucapnya.
Mahfud kerap membantu para WNI yang bekerja di Sarawak dan lari dari majikannya karena tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oknum penyalur PMI ilegal.
"Saya alhamdulillah sudah enam tahun ini punya perusahaan sendiri di Sarawak, dan saya sering menolong mereka yang lari dari majikannya karena dibohongi dan tidak sesuai janji dari agen penyalur. Mereka sebisanya kami tolong, kadang mereka bekerja dengan saya, kemudian ada yang sebulan kemudian baru kita usahakan pulang ke Indonesia," ujarnya.
Pengusaha Mahfud turut hadir pada saat peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI digelar KJRI Kuching pada Rabu (17/8).
Terkait kehadirannya pada upacara pengibaran bendera Merah Putih itu, pengusaha itu menyebutkan meski lama tinggal di Sarawak Malaysia, namun sangat bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
"Kegiatan itu sangat menarik dan saya rasa hal ini selalu dinanti-nanti oleh seluruh warga Indonesia yang ada di Sarawak. Karena momentum menghadiri upacara bendera ini, kami dapat berkumpul antarsesama anak bangsa. Kegiatan yang dilakukan KJRI Kuching ini juga selalu menjadi pengingat kami akan rasa kebanggaan, kebangsaan dan patriotisme sebagai bangsa Indonesia,” kata dia.
Dalam catatan KJRI Kuching dari tahun 2018, warga Indonesia yang sedang menghadapi kasus berat dan diancam hukuman mati ada sekitar 47 orang. Dari jumlah itu, ada 25 orang WNI dikurangi hukumannya bahkan ada yang bebas. Kemudian lima orang WNI di antara sisanya setelah dikurangi 25 orang, tahun ini akan jatuh tempo.
Dalam upayanya, KJRI Kuching baru-baru ini telah melakukan pendampingan melalui pengacara yang telah ditunjuk untuk meminta agar hukuman mati itu dapat pengurangan dari sisi hukumannya.
"Itu yang kami lakukan terhadap salah satu PMI yang berkasus hingga diancam hukuman mati di Bintulu," kata Konjen Sigit Witjaksono
Menurut Konsul Jenderal itu, pihaknya tidak akan segan-segan melakukan upaya agar warga negara Indonesia disana terlepas dari ancaman hukuman mati. Dan KJRI bertekad untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi para WNI maupun PMI beserta anak-anaknya selama berada di Sarawak.
Karena dengan tekad yang kuat itu, maka masalah yang dihadapi akan teratasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022