Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Ahli Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siti Fathonah meminta tim Satuan Tugas Stunting Kalimantan Barat menangani secara serius percepatan penurunan angka gagal tumbuh pada anak di provinsi tersebut.

"Terlalu cepat jika saya menilai kinerjanya. Di rekonsiliasi ini saya minta kita menyamakan frame. Jika sudah searah, dalam bekerja akan nyaman," kata Fathonah saat kegiatan Rekonsiliasi Satgas Percepatan Penurunan Stunting bagi 12 Provinsi Prioritas, di Pontianak, Selasa.

Fathonah menambahkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 akan dilakukan pada September mendatang. Jika tidak ada kendala, diperkirakan pada Desember nanti hasil SSGI sudah diketahui. "Saya harap hasil SSGI di Kalbar, angka stunting bisa turun," ujarnya mengharapkan.

Dia menambahkan saat ini Kalbar menjadi satu dari 12 provinsi prioritas rekonsiliasi satgas percepatan penurunan stunting. Dalam kegiatan tersebut, para pihak di "ujung tombak" menyamakan persepsi agar ke depan kerja di lapangan semakin senada.

"Satgas percepatan stunting sudah terbentuk di level provinsi. Mereka ini merupakan tenaga ahli yang bakal bersinergi dengan teman-teman di tataran provinsi kabupaten dan kota di Kalbar," ungkap Fathonah.

Menurut dia lagi, dari 34 provinsi se-Indonesia, Kalbar masuk dalam 12 provinsi yang dilakukan rekonsiliasi karena angka stunting di provinsi ini tinggi. Yaitu berada pada angka 29,8 persen. Sedangkan target pusat pada 2024 mendatang angka tersebut harus turun menjadi 14 persen.

"Bukan kerja mudah untuk menurunkan angka stunting. Perlu kerja bersama. Dalam rekonsiliasi ini, bisa menjadi wadah untuk penyamaan persepsi, sehingga ketika turun di lapangan. Semua pihak terkait dapat berjalan senada dalam upaya penurunan angka stunting," ujarnya lagi.

Karena itu ia meminta tim Satgas Stunting di Kalbar dapat menangani serius percepatan penurunan angka gagal tumbuh tersebut.

"Lakukan koordinasi dengan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Kemudian bisa melakukan fungsi fasilitasi dengan pengawalan keluarga di lapangan," katanya.

Menurut dia lagi, saat ini berbagai macam intervensi spesifik sudah dilakukan jajaran Dinas Kesehatan. "Namun apakah intervensi spesifik ini sudah diterima oleh para keluarga berisiko atau yang sudah terpapar stunting," ujarnya setengah bertanya.

Untuk itu perlu dilakukan lagi intervensi sensitif seperti sarana air bersih, pembangunan jamban, rumah layak huni, dan lain sebagainya. "Perlu kita pahami apakah hal itu sudah benar-benar tepat sasaran. Ini menjadi tugas teman-teman di lapangan untuk mendalaminya," kata Fathonah.

Pewarta: Nurul Hayat dan Slamet

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022