Osteoporosis tidak akan menunjukkan gejala jika belum terjadi komplikasi patah tulang, maka sering kali disebut sebagai silent disease atau penyakit yang tidak disadari.

Medical General Manager Kalbe dr. Esther Kristiningrum dalam siaran resminya, Rabu, mengatakan osteoporosis tidak terjadi secara tiba-tiba. Namun baru akan menunjukkan tanda-tanda saat sudah terjadi patah tulang.

"Patah tulang yang terjadi dapat menyebabkan gejala seperti rasa nyeri, bengkak pada sekitar lokasi patah tulang, atau terjadi perubahan bentuk tulang," ujar dr. Esther.

Baca juga: Proses osteoporosis dapat terjadi di usia 30 tahun

Baca juga: Perubahan gaya hidup pengaruhi risiko osteoporosis

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering dialami oleh orang lanjut usia atau usia tua. Namun, anak atau orang yang berusia lebih muda juga bisa mengalaminya.

dr. Esther menjelaskan steoporosis dibagi menjadi dua golongan besar, berdasarkan penyebabnya.

Yang pertama adalah osteoporosis primer, yakni osteoporosis pada wanita pasca-menopause akibat penurunan hormon estrogen.

Penurunan hormon tersebut ternyata berperan dalam pembentukan jaringan tulang, dan osteoporosis pada usia lanjut yang disebut juga osteoporosis senilis.

Selanjutnya, osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi tulang, atau penyakit saluran pencernaan.

Pemakaian obat-obatan jangka panjang seperti obat kortikosteroid atau obat anti-kejang juga menyebabkan osteoporosis Pasien patah tulang akibat jatuh atau kecelakaan, juga bisa lebih rentan mengalami osteoporosis.

Baca juga: Bahaya osteoporosis yang sering tidak disadari

Untuk mencegah terjadinya osteoporosis, tulang harus sehat dan kuat. Salah satu caranya adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat seperti berolahraga yang teratur 30-45 menit dengan frekuensi sekitar 3-5 kali per minggu.

"Jadi tidak hanya sekali, harus rutin dan teratur. Selain itu perlu rajin memeriksa kepadatan tulang, terutama jika sudah menopause atau usia lanjut," kata dr. Esther.

Jenis olahraga yang dapat dilakukan pun beragam mulai dari jogging, jalan cepat, naik turun tangga, yoga, pilates, tai chi, atau angkat beban sesuai dengan kemampuan.

Hindari juga rokok karrna dapat berisiko terjadinya osteoporosis. Selain itu, sangat penting untuk mencukupi kebutuhan zat gizi, khususnya kalsium sebagai bahan baku pembentuk jaringan tulang dan juga vitamin D.

Vitamin D bermanfaat untuk meningkatkan atau mengoptimalisasi penyerapan kalsium dari saluran pencernaan agar bisa dibawa ke tulang untuk membentuk jaringan tulang.

"Sumber kalsium dapat diperoleh dari konsumsi susu, sayur-sayuran hijau, keju, bisa juga dilengkapi dengan suplemen kalsium," ujar dr. Esther.

Baca juga: Keju bermanfaat cegah osteoporosis hingga tingkatkan imun

Baca juga: Efek Terusan Osteoporosis Sebabkan Infeksi Paru-paru.
 

Dokter spesialis kedokteran olahraga dr. Andi Kurniawan, SpKO mengatakan bahwa selain memenuhi asupan nutrisi, anak juga perlu dibiasakan beraktivitas fisik untuk mencegah terjadinya osteoporosis saat dia menginjak dewasa.

"Anak-anak itu justru harus disuruh bergerak, beraktivitas yang high impact," kata Andi saat bertemu media dalam acara Hari Osteoporosis Nasional di Jakarta, Minggu.

Andi yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) dan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) itu menjelaskan bahwa manusia akan mengalami puncak kepadatan tulang pada usia 20-30 tahun. Untuk itu, seseorang perlu 'menabung tulang' sejak usia anak dan remaja, salah satunya dengan beraktivitas fisik.

Peran orang tua untuk mengajak anak beraktivitas fisik pun, kata dia, sangat diperlukan, apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang membuat hampir semua aktivitas termasuk sekolah dilakukan secara daring sehingga anak-anak minim bergerak. Baca selengkapnya: Anak perlu dibiasakan beraktivitas fisik untuk mencegah osteoporosis
 

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022