Lembaga Panglima Laot (Laut) Aceh menyatakan kapal yang mengangkut 184 imigran Rohingya ke pantai Kabupaten Aceh Timur langsung kabur setelah menurunkan para imigran tersebut.
"Betul, kapal kabur setelah menurunkan mereka (184 imigran Rohingya ke Aceh Timur, red.)," kata Sekretaris Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek di Banda Aceh, Senin (27/3).
Sebanyak 184 imigran Rohingya terdampar di Kuala Matang Peulawi, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Senin. Mereka tiba di tempat itu setelah diturunkan dari sebuah kapal sekira pukul 04.00 WIB.
Sebanyak 184 imigran Rohingya, terdiri atas 94 laki-laki, 70 perempuana dan 20 anak. Saat ini mereka dibawa dan diamankan ke Kompleks Masjid Raudhatul Jannah di Matang Peulawi, Kabupaten Aceh Timur.
Baca juga: Puluhan imigran Rohingya terdampar di Pidie
Ia menyampaikan peristiwa kapal yang membawa mereka kabur seperti itu sudah dua kali terjadi di Aceh. Peristiwa pertama di wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dengan 21 imigran, sedangkan hari ini (27/3) di Aceh Timur, di mana mereka akhirnya harus berenang hingga bibir pantai.
Sebanyak 21 imigran Rohingnya yang ditemukan warga di areal persawahan Desa Padang Kawa, Kecamatan Tangan-Tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya, saat ini sudah ditampung sementara di UPTD Sosial Ladong, Aceh Besar.
"Sudah dua kali kejadiannya, pertama di Abdya (Kabupaten Aceh Barat Daya), itu yang menjadi modus yang akan bermasalah dengan hukum," ujar dia.
Panglima Laot merupakan lembaga adat laut Aceh yang membawahi nelayan di daerah tersebut. Semua permasalahan yang berhubungan dengan laut di Aceh tidak terlepas dari wewenang lembaga tersebut.
Para imigran Rohingya yang terdampar di Aceh Timur juga telah mengaku bahwa mereka dipaksa turun oleh tekong dari kapal. Padahal tujuan utamanya ke Malaysia.
"Tujuan kami mau ke Malaysia dari Myanmar. Kata tekong, kami sudah sampai sehingga kami diminta segera turun," kata salah seorang imigran Rohingya, Ali, dalam bahasa Melayu.
Setelah itu, ia bersama seratusan pengungsi lainnya, termasuk anak-anak dan perempuan, akhirnya berenang ke daratan, sedangkan kapal yang membawa mereka langsung pergi
"Saat itu kondisinya masih gelap. Kami semua berenang ke daratan untuk menyelamatkan diri. Hingga kami dibawa ke tempat ini," kata dia.
Baca juga: Dua orang Rohingya ditembak mati di kamp pengungsi Bangladesh
Pengungsi Rohingya di Bangladesh yang memiliki gejala virus corona enggan menjalani tes karena mereka takut berpisah dengan keluarga dan diisolasi, kata pemimpin masyarakat dan pekerja bantuan.
Tiga pemimpin Rohingya yang diwawancara oleh Reuters mengatakan gejala COVID-19 telah lazim di kamp-kamp yang terbentang di perbukitan dekat perbatasan dengan Myanmar.
Sementara beberapa pengungsi di kamp-kamp itu memiliki gejala seperti demam, batuk kering, dan masuk angin pada awal musim hujan, banyak yang menduga itu adalah virus korona.
"Mereka tidak ingin diuji," kata seorang pengungsi, Nurul Amin.
"Kami sangat takut. Atas karunia Allah, kami baik-baik saja sejauh ini, tetapi berapa lama kami bisa bertahan?" ujar dia.
Kamp-kamp yang padat dengan sanitasi buruk membuat jarak sosial tidak mungkin dilakukan.
Hanya satu kematian dari akibat COVID-19 yang tercatat di kamp-kamp yang terletak di tenggara Bangladesh, tempat sekitar 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri pada 2017 untuk menghindari tindakan keras militer di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Baca selengkapnya: Pengungsi Rohingya enggan diuji COVID-19 karena takut diisolasi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Betul, kapal kabur setelah menurunkan mereka (184 imigran Rohingya ke Aceh Timur, red.)," kata Sekretaris Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek di Banda Aceh, Senin (27/3).
Sebanyak 184 imigran Rohingya terdampar di Kuala Matang Peulawi, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Senin. Mereka tiba di tempat itu setelah diturunkan dari sebuah kapal sekira pukul 04.00 WIB.
Sebanyak 184 imigran Rohingya, terdiri atas 94 laki-laki, 70 perempuana dan 20 anak. Saat ini mereka dibawa dan diamankan ke Kompleks Masjid Raudhatul Jannah di Matang Peulawi, Kabupaten Aceh Timur.
Baca juga: Puluhan imigran Rohingya terdampar di Pidie
Ia menyampaikan peristiwa kapal yang membawa mereka kabur seperti itu sudah dua kali terjadi di Aceh. Peristiwa pertama di wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dengan 21 imigran, sedangkan hari ini (27/3) di Aceh Timur, di mana mereka akhirnya harus berenang hingga bibir pantai.
Sebanyak 21 imigran Rohingnya yang ditemukan warga di areal persawahan Desa Padang Kawa, Kecamatan Tangan-Tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya, saat ini sudah ditampung sementara di UPTD Sosial Ladong, Aceh Besar.
"Sudah dua kali kejadiannya, pertama di Abdya (Kabupaten Aceh Barat Daya), itu yang menjadi modus yang akan bermasalah dengan hukum," ujar dia.
Panglima Laot merupakan lembaga adat laut Aceh yang membawahi nelayan di daerah tersebut. Semua permasalahan yang berhubungan dengan laut di Aceh tidak terlepas dari wewenang lembaga tersebut.
Para imigran Rohingya yang terdampar di Aceh Timur juga telah mengaku bahwa mereka dipaksa turun oleh tekong dari kapal. Padahal tujuan utamanya ke Malaysia.
"Tujuan kami mau ke Malaysia dari Myanmar. Kata tekong, kami sudah sampai sehingga kami diminta segera turun," kata salah seorang imigran Rohingya, Ali, dalam bahasa Melayu.
Setelah itu, ia bersama seratusan pengungsi lainnya, termasuk anak-anak dan perempuan, akhirnya berenang ke daratan, sedangkan kapal yang membawa mereka langsung pergi
"Saat itu kondisinya masih gelap. Kami semua berenang ke daratan untuk menyelamatkan diri. Hingga kami dibawa ke tempat ini," kata dia.
Baca juga: Dua orang Rohingya ditembak mati di kamp pengungsi Bangladesh
Pengungsi Rohingya di Bangladesh yang memiliki gejala virus corona enggan menjalani tes karena mereka takut berpisah dengan keluarga dan diisolasi, kata pemimpin masyarakat dan pekerja bantuan.
Tiga pemimpin Rohingya yang diwawancara oleh Reuters mengatakan gejala COVID-19 telah lazim di kamp-kamp yang terbentang di perbukitan dekat perbatasan dengan Myanmar.
Sementara beberapa pengungsi di kamp-kamp itu memiliki gejala seperti demam, batuk kering, dan masuk angin pada awal musim hujan, banyak yang menduga itu adalah virus korona.
"Mereka tidak ingin diuji," kata seorang pengungsi, Nurul Amin.
"Kami sangat takut. Atas karunia Allah, kami baik-baik saja sejauh ini, tetapi berapa lama kami bisa bertahan?" ujar dia.
Kamp-kamp yang padat dengan sanitasi buruk membuat jarak sosial tidak mungkin dilakukan.
Hanya satu kematian dari akibat COVID-19 yang tercatat di kamp-kamp yang terletak di tenggara Bangladesh, tempat sekitar 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri pada 2017 untuk menghindari tindakan keras militer di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Baca selengkapnya: Pengungsi Rohingya enggan diuji COVID-19 karena takut diisolasi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023