Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pontianak menggelar dialog antara pekerja, pengusaha dan pemerintah di Warung Kopi (Warkop) Asiang Jalan Ahmad Yani sempena peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) bertepatan tiap tanggal 1 Mei.
"Dialog yang digelar pada hari ini memperingati bersama-sama Hari Buruh Internasional atau lebih dikenal dengan May Day. Dialog ini sengaja digelar di Warkop Asiang karena Pontianak dikenal sebagai kota perdagangan dan jasa," kata Kepala Disnaker Kota Pontianak Ismail di Pontianak, Senin.
Ia mengatakan, salah satu sektor unggulan di kota Pontianak adalah usaha kuliner, termasuk warkop yang juga menjadi tempat yang nyaman untuk berdiskusi tentang berbagai hal.
"Warkop ini merupakan ciri khas kota ini, yang mungkin jarang ditemui di daerah-daerah lainnya khususnya di luar Provinsi Kalbar," ujar Ismail.
Ismail menambahkan, sebagaimana tema Hari Buruh Internasional yakni Merajut Kebersamaan di Hari Yang Fitri, pihaknya bersama asosiasi pekerja atau buruh dan asosiasi pengusaha sudah memulai beberapa agenda berkaitan dengan tema tersebut.
Seperti pada akhir bulan Ramadan, pihaknya sama-sama turun ke lapangan melakukan monitoring penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) di sejumlah perusahaan. Meskipun tidak seluruh perusahaan dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber daya, tetapi beberapa perusahaan sebagai sampling sudah dilakukan monitoring penyaluran THR.
Ismail mengklaim dari hasil monitoring Disnaker Kota Pontianak, penyaluran THR di Kota Pontianak relatif baik, sebagian besar pengusaha sudah memahami aturan terkait pemberian THR.
Sementara itu saat membuka dan menjadi pembicara pada dialog yang bertema 'Merajut Kebersamaan di Hari yang Fitri, Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan, dirinya menilai hubungan antara pemerintah dengan dunia usaha dan para pekerjanya harus harmonis sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan melalui peraturan-peraturan yang dibuat," kata Edi Kantono.
Wali Kota yakin pemerintah pusat tidak membuat undang-undang serta peraturan-peraturan di bawahnya tanpa mempertimbangkan semua kepentingan termasuk kepentingan pekerja dan buruh.
"Oleh sebab itu, masalahnya bagaimana kita semua memahaminya, pengusaha paham, pekerja paham, pemerintah harusnya lebih paham lagi tentang hak dan kewajiban dalam dunia usaha dan ketenagakerjaan," ujar Edi.
Menurutnya, hubungan ini tidak bisa dipandang hanya dari satu sisi, tentunya pasti ada hal-hal yang disebabkan miskomunikasi, mispersepsi dan perlakuan-perlakuan yang menyebabkan ketidakadilan.
"Sehingga selalu ada yang namanya sengketa, masalah besar kecilnya, berat ringannya tergantung dari prosesnya. Baik misalnya perlakuan yang tidak sesuai aturan, belum lagi perlakuan-perlakuan yang tidak berdasarkan kemanusiaan sebagai Negara Pancasila dan sebagainya," tuturnya.
Edi berharap melalui dialog ini bisa menghasilkan solusi-solusi, mulai dari aturan, komitmen, SOP sampai dengan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban. Misalnya penetapan UMR Kota Pontianak. Penetapan keputusan itu dengan melibatkan para asosiasi pengusaha, akademisi dan lainnya untuk menetapkan berapa besaran UMR yang layak sesuai dengan kondisi khususnya di Kota Pontianak.
"Saya berharap dialog ini bisa cair dan memberikan wawasan terutama hal-hal yang sering terjadi di Kota Pontianak ini berkaitan dengan persoalan ketenagakerjaan," imbuhnya.
Dirinya juga berharap asosiasi-asosiasi pekerja atau buruh bisa melindungi atau membina anggota-anggotanya untuk diberikan pemahaman-pemahaman. Demikian pula pemerintah juga harus memberikan wawasan, sosialisasi peningkatan SDM atau kualitasnya, baik itu berupa skill, keterampilan atau sertifikasi dan sebagainya.
"Kalau dialog ini bisa menghasilkan solusi ataupun rumusan-rumusan yang nantinya akan dieksekusi, Insya Allah permasalahan berkaitan dengan ketenagakerjaan atau buruh bisa kita minimalisir," tutup Edi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Dialog yang digelar pada hari ini memperingati bersama-sama Hari Buruh Internasional atau lebih dikenal dengan May Day. Dialog ini sengaja digelar di Warkop Asiang karena Pontianak dikenal sebagai kota perdagangan dan jasa," kata Kepala Disnaker Kota Pontianak Ismail di Pontianak, Senin.
Ia mengatakan, salah satu sektor unggulan di kota Pontianak adalah usaha kuliner, termasuk warkop yang juga menjadi tempat yang nyaman untuk berdiskusi tentang berbagai hal.
"Warkop ini merupakan ciri khas kota ini, yang mungkin jarang ditemui di daerah-daerah lainnya khususnya di luar Provinsi Kalbar," ujar Ismail.
Ismail menambahkan, sebagaimana tema Hari Buruh Internasional yakni Merajut Kebersamaan di Hari Yang Fitri, pihaknya bersama asosiasi pekerja atau buruh dan asosiasi pengusaha sudah memulai beberapa agenda berkaitan dengan tema tersebut.
Seperti pada akhir bulan Ramadan, pihaknya sama-sama turun ke lapangan melakukan monitoring penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) di sejumlah perusahaan. Meskipun tidak seluruh perusahaan dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber daya, tetapi beberapa perusahaan sebagai sampling sudah dilakukan monitoring penyaluran THR.
Ismail mengklaim dari hasil monitoring Disnaker Kota Pontianak, penyaluran THR di Kota Pontianak relatif baik, sebagian besar pengusaha sudah memahami aturan terkait pemberian THR.
Sementara itu saat membuka dan menjadi pembicara pada dialog yang bertema 'Merajut Kebersamaan di Hari yang Fitri, Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan, dirinya menilai hubungan antara pemerintah dengan dunia usaha dan para pekerjanya harus harmonis sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan melalui peraturan-peraturan yang dibuat," kata Edi Kantono.
Wali Kota yakin pemerintah pusat tidak membuat undang-undang serta peraturan-peraturan di bawahnya tanpa mempertimbangkan semua kepentingan termasuk kepentingan pekerja dan buruh.
"Oleh sebab itu, masalahnya bagaimana kita semua memahaminya, pengusaha paham, pekerja paham, pemerintah harusnya lebih paham lagi tentang hak dan kewajiban dalam dunia usaha dan ketenagakerjaan," ujar Edi.
Menurutnya, hubungan ini tidak bisa dipandang hanya dari satu sisi, tentunya pasti ada hal-hal yang disebabkan miskomunikasi, mispersepsi dan perlakuan-perlakuan yang menyebabkan ketidakadilan.
"Sehingga selalu ada yang namanya sengketa, masalah besar kecilnya, berat ringannya tergantung dari prosesnya. Baik misalnya perlakuan yang tidak sesuai aturan, belum lagi perlakuan-perlakuan yang tidak berdasarkan kemanusiaan sebagai Negara Pancasila dan sebagainya," tuturnya.
Edi berharap melalui dialog ini bisa menghasilkan solusi-solusi, mulai dari aturan, komitmen, SOP sampai dengan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban. Misalnya penetapan UMR Kota Pontianak. Penetapan keputusan itu dengan melibatkan para asosiasi pengusaha, akademisi dan lainnya untuk menetapkan berapa besaran UMR yang layak sesuai dengan kondisi khususnya di Kota Pontianak.
"Saya berharap dialog ini bisa cair dan memberikan wawasan terutama hal-hal yang sering terjadi di Kota Pontianak ini berkaitan dengan persoalan ketenagakerjaan," imbuhnya.
Dirinya juga berharap asosiasi-asosiasi pekerja atau buruh bisa melindungi atau membina anggota-anggotanya untuk diberikan pemahaman-pemahaman. Demikian pula pemerintah juga harus memberikan wawasan, sosialisasi peningkatan SDM atau kualitasnya, baik itu berupa skill, keterampilan atau sertifikasi dan sebagainya.
"Kalau dialog ini bisa menghasilkan solusi ataupun rumusan-rumusan yang nantinya akan dieksekusi, Insya Allah permasalahan berkaitan dengan ketenagakerjaan atau buruh bisa kita minimalisir," tutup Edi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023