Penerbang TNI Angkatan Udara Letkol Pnb. Ferrel “Venom” Rigonald mengikuti jejak seniornya Kolonel Pnb. Muhammad “Mammoth” Sugiyanto berhasil menguji purwarupa jet tempur buatan Indonesia dan Korea Selatan KF-21/IF-X Boramae di Sacheon AFB, Korea Selatan, Jumat (2/6).

Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Kolonel Pnb. R. Agung Sasongkojati saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, menjelaskan Letkol “Venom” Rigonald bertindak sebagai backseater, sementara tandemnya Park Ji Won dari Korea Aerospace Industries (KAI) mengisi front seat dalam uji terbang purwarupa (prototype) Boramae nomor 4 yang disebut juga XFB1.

“Penerbangan uji kali ini dimulai dengan normal procedures pre-test flight, yang mana setelah take off langsung menanjak naik hingga ketinggian 40.000 kaki. Tes sekaligus menguji kehandalan sepasang mesin kembar perkasa General Electric F414-GE-400k dengan daya dorong masing-masing 13.000 lbs (Mil Power) dan 22.000 lbs (Max Power/Afterburner),” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU.

Dia lanjut menjelaskan dalam uji terbang purwarupa Boramae ke-4 itu, Park dan penerbang TNI AU yang menyandang callsign “Venom” merampungkan misi pengujian S&C/CNI (Stability and Control/Communication, Navigation & Identification).

“Dalam penerbangan dicoba berbagai manuver untuk menguji stabilitas pesawat, termasuk manuver push over melewati minus 2,4 G (gravitasi, red.). Jika penerbang tidak terlatih bisa mengalami permasalahan pada gaya gravitasi minus tersebut,” kata Agung Sasongkojati.

Kemudian, penerbang TNI AU dan penerbang KAI itu juga menguji kemampuan dan performa pesawat pada kecepatan 0.95 Mach.

Baca juga: Pesawat pengintai Australia dicegat jet tempur China

“Penerbangan pengujian kali ini, pesawat belum diuji untuk melewati kecepatan suara,” kata Kadispenau.

Uji purwarupa Boramae ke-4 berlangsung selama 1 jam, pesawat take off pada 14.15 waktu setempat, dan landing (mendarat) pada 15.15 waktu setempat.

Pesawat KF-21/IF-X “Boramae” merupakan pesawat tempur generasi 4.5 yang kemampuannya diyakini mendekati pesawat siluman terdepan dunia saat ini.

Kadispenau menjelaskan pesawat tempur itu merupakan proyek jangka panjang hasil kerja sama Korea Selatan dan Indonesia yang diharapkan tidak hanya memperkuat pertahanan udara NKRI, tetapi juga menjadi ajang alih teknologi kedirgantaraan.

Letkol Pnb Ferrel “Venom” Rigonald, selepas berhasil merampungkan uji purwarupa Boramae, pun menjadi penerbang TNI AU kedua yang berhasil merampungkan misi serupa.

Penerbang tempur TNI AU, Kolonel Pnb Muhammad "Mammoth" Sugiyanto, pada 16 Mei 2023 sukses merampungkan uji terbang perdananya untuk purwarupa Boramae nomor 4 dalam penerbangan tandem bersama Jim Tae Bom dari Korea Aerospace Industries (KAI).

Jim Tae Bom pada posisi front seat, dan Kolonel Pnb Muhammad Sugiyanto di backseat terbang tandem untuk menguji sistem Communication, Navigation, and Identification (CNI-1) & Core Avionics purwarupa jet tempur Boramae nomor empat.

Baca juga: Parlemen AS prihatin terkait rencana penjualan F-16 ke Turki

Kolonel Pnb Muhammad “Mammoth” Sugiyanto, lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) Tahun 2000 dan Sekbang LX, merupakan penerbang tempur Hawk 100/200 yang berdinas di Skadron Udara 1 Lanud Supadio Pontianak.

Sementara itu, Letkol Pnb “Venom” Rigonald merupakan penerbang lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) Tahun 2002, dan lulusan Sekbang TNI AU Tahun 2004. Dia juga sempat mengikuti pendidikan Air Command & Staff College di USAF Air University, Alabama, Amerika Serikat.

Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo pada 31 Mei 2023 menyampaikan terpilihnya dua penerbang TNI AU untuk menguji purwarupa Boramae merupakan suatu pencapaian dan kebanggaan.

“Ini adalah suatu achievement, pencapaian yang luar biasa, karena perlu diketahui untuk mencapai tingkat penerbang uji yang level pabrikan itu, saat ini, TNI AU, hanya punya empat (penerbang),” kata Fadjar Prasetyo.

Dari empat penerbang itu, yang terdiri atas prajurit berpangkat kolonel dan letnan kolonel, dua di antaranya saat ini masih berdinas di Korea Selatan, sementara sisanya di Indonesia.

“Kami menyiapkan sangat, sangat panjang prosesnya, dan mereka orang sangat pilihan, dan dengan diterbangkannya salah satu dari mereka, itu bentuk pengakuan kepada kita bahwa kita mampu secara profesional,” kata Kepala Staf TNI AU.

Baca juga: Jet tempur China mendekat ke Taiwan, ketegangan relasi meningkat

 
 

 

Dalam kunjungan ke Jakarta beberapa hari lalu, Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sepakat untuk menindaklanjuti kesepakatan kerja sama pertahanan yang belum lama ditandatangani.

Salah satu yang ditandatangani adalah rencana pengadaan 42 pesawat tempur Rafale untuk memperkuat alutsista TNI AU.

Sementara pada 10 Februari lalu, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui proposal Indonesia untuk membeli 36 unit pesawat tempur F-15ID, dan pemerintah Amerika Serikat telah mengirimkan notifikasi kepada Kongres perihal keputusan ini.

Ada beberapa hal yang bisa diinterpretasikan dari rencana pengadaan pesawat tempur TNI AU dari Prancis dan Amerika Serikat.

Pertama, kondisi ini semakin menunjukkan bahwa kawasan Indo-Pasifik mempunyai nilai strategis dalam dinamika geopolitik di masa mendatang. Mau tidak mau negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis merasa ingin terlibat dalam pusaran dinamika geopolitik kawasan. Terlebih, negara-negara tersebut juga memiliki kebijakan luar negeri tersendiri terkait Indo Pasifik, dan Indonesia dinilai sebagai salah satu mitra strategis negara tersebut untuk dapat berkiprah di kawasan.

Dengan demikian, rencana pengadaan ini memang tidak bisa dilepaskan dari konteks dinamika lingkungan strategis kawasan. Poin ini sendiri diakui oleh Amerika Serikat dalam pernyataan resminya yang menyebutkan Indonesia sebagai mitra regional penting dalam menjaga stabilitas politik dan ekonomi kawasan.

Kedua, rencana pembelian ini tentu saja memang dibutuhkan mengingat kondisi alutsista TNI membutuhkan peremajaan. Pemerintah memang telah beberapa kali melakukan upaya peremajaan, namun dalam pelaksanaannya banyak kritik mulai dari alutsista bekas hingga pembelian yang jumlahnya terbatas. Akibatnya, arah modernisasi jauh dari harapan.

Pandemi COVID-19 memang telah menjadi tantangan besar pemerintah dalam melakukan modernisasi alutsista. Di tengah upaya pemulihan ekonomi, pembaruan alutsista tetap tidak bisa dihindari.

Terlebih dalam periode sebelumnya, target pemenuhan kebutuhan esensial minimum tidak tercapai. Sementara, kondisi keamanan regional terus dinamis dan semakin kompleks, mulai dari Laut China Selatan, ancaman keamanan maritim hingga kompetisi negara besar di kawasan. Sekalipun perang terbuka dalam skala besar belum berpeluang besar, ketegangan dalam skala terbatas dapat terjadi. Baca Selengkapnya: Membaca pengadaan pesawat tempur Indonesia


 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023