Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes dari Universitas Udayana Dr. dr. Made Ratna Saraswati, SpPD-KEMD, FINASIM mengatakan diabetes dapat menyebabkan disfungsi seksual pada wanita yang dibuktikan dengan rendahnya indeks fungsi seksual mereka.

"Studi yang saya buat pada perempuan-perempuan dengan diabetes menunjukkan bahwa ternyata indeks fungsi seksualnya rendah," kata Ratna dalam diskusi kesehatan yang digelar oleh Diabetes Initiative Indonesia di Jakarta, Minggu.

Ratna memaparkan bahwa menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), disfungsi seksual wanita di antaranya meliputi hilang minat atau gairah seksual, gangguan orgasme, dan/atau nyeri saat penetrasi.

"Disebut disfungsi adalah kalau dia sifatnya persisten, berlanjut terus, menyebabkan stres dan kecemasan, dan berdampak negatif pada satu hubungan," tambah Ratna.

Dari penelitian disfungsi seksual yang dilakukan pada wanita diabetes di 2008, Ratna mengatakan bahwa domain gairah memiliki skor terendah yakni 35,5 persen. Domain lain juga memiliki skor rendah di bawah 50 yaitu hasrat 41,83 persen, lubrikasi 42 persen, orgasme 39,5 persen, dan nyeri 48,5 persen.

Baca juga: Kerusakan organ bisa disebabkan oleh gula darah yang tak terkontrol

Untuk menilai disfungsi seksual pada wanita, Ratna mengatakan hal tersebut tidaklah mudah sebab tidak ada instrumen diagnostik yang praktis yang dapat menilai secara empiris.

Meski demikian, terdapat dua cara untuk menilai disfungsi seksual pada wanita yaitu dengan pemeriksaan obyektif dan subyektif.

Pemeriksaan obyektif di antaranya termografi atau mengukur suhu, mengukur sirkulasi dan pelebaran pembuluh darah, hingga mengukur pH vagina. Sedangkan pemeriksaan subyektif dilakukan melalui pengisian kuesioner.

Sementara itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai bagaimana diabetes dapat menyebabkan disfungsi seksual pada wanita.

Ratna tak memungkiri bahwa disfungsi seksual pada wanita memang belum mendapatkan perhatian di dunia medis seperti pada disfungsi seksual pada laki-laki. Selain jarang dikeluhkan oleh pasien dan sulit dinilai, penelitiannya pun masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan disfungsi seksual pada laki-laki.

"Ini jarang dikeluhkan pasien karena faktor budaya, rasa malu, apalagi kalau dokternya laki-laki. Kemudian ketika sudah diomongin, sulit dinilai, pilihan terapi juga sedikit, dan penelitiannya juga masih sedikit," kata Ratna.

Baca juga: Penderita diabetes disarankan berolahraga setelah berbuka puasa
 

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD mengatakan efek diabetes pada wanita lebih buruk dibandingkan pria, salah satunya karena perubahan hormon seperti saat menstruasi hingga menopause sehingga gula darah lebih sulit dikontrol.

"Diabetes mempengaruhi pria dan wanita itu sama sebenarnya, tapi efeknya atau akibatnya bagi wanita itu lebih buruk," kata Sidartawan yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia itu dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Minggu.

Menurut dokter yang menamatkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu, wanita dengan diabetes dua kali lebih mungkin terkena depresi dibandingkan pria. Kemudian, wanita dengan diabetes juga mengalami peningkatan risiko jantung.

"Wanita pra-menopause dengan diabetes akan kehilangan perlindungan terhadap penyakit jantung dan 50 persen lebih berisiko terhadap kematian akibat penyakit jantung daripada pria," ujar Sidartawan.

Wanita lanjut usia dengan diabetes melitus tipe dua dan penyakit ginjal stadium akhir memiliki risiko kematian yang jauh lebih tinggi daripada pria dengan masalah serupa. Wanita juga berisiko lebih besar mengalami kebutaan akibat retinopati diabetik, kata Sidartawan.

Lebih lanjut, kata Sidartawan, diabetes juga dapat mempengaruhi siklus menstruasi seorang wanita menjadi tidak teratur atau sebaliknya, menstruasi juga dapat mempengaruhi risiko terjadinya diabetes. Dia mengatakan, penelitian dan pasien-pasien menyadari bahwa gula darah cenderung meningkat di fase luteal yang terjadi dua minggu sebelum masa menstruasi.

Wanita yang tidak memiliki riwayat diabetes sebelumnya juga mungkin saja terkena diabetes ketika hamil, yang disebut sebagai diabetes gestasional. Meski biasanya hilang setelah melahirkan, diabetes gestasional meningkatkan risiko diabetes di kemudian hari atau pada kehamilan berikutnya.Baca selengkapnya: Efek diabetes pada wanita bisa lebih buruk dari pria
 

Pewarta: Suci Nurhaliza

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023