Rio, salah seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar mengaku dipaksa untuk menjadi pelaku penipuan investasi bodong lintas Asia.

"Saya dipaksa untuk menipu beberapa korban yang ada di Myanmar dan Thailand," kata Rio memaparkan pengalamannya saat kembali ke Singkawang, Rabu.

Dia menceritakan dirinya berniat mengadu nasib untuk mencari peruntungan di Myanmar atas ajakan temannya, Namun, apa yang dialaminya ternyata cukup tragis.

"Disampaikan teman-teman bahwa pekerjaan awalnya adalah game online, ternyata di sana saya malah dipaksa untuk melakukan penipuan investasi bodong (crypto)," tuturnya

Dirinya kemudian berangkat dari Singkawang ke Pontianak dengan menggunakan taksi pada awal April 2023. Dari Pontianak kemudian terbang ke Bali dengan transit dari Jakarta.

"Di Bali saya tinggal selama dua minggu, sambil menunggu proses dokumen keberangkatan," katanya.

Setelah semua dokumen lengkap, kata Rio, mereka pun diberangkatkan ke Kamboja pada 4 Mei 2023, melalui Singapura dengan menggunakan taksi untuk ke Kamboja.

"Begitu sampai di Kamboja, kami dijemput oleh mobil salah satu perusahaan, ada orang Tiongkok di dalamnya," kata Rio.

Setelah sampai, kata dia, mereka disuruh istirahat selama tiga hari. Selanjutnya mereka disuruh bekerja, yang telah disiapkan komputer dan perangkat elektronik lainnya.

"Tapi kami masih belum tau, pekerjaan apa yang akan kami lakukan. Setelah dua minggu, kami disuruh menyamar jadi perempuan untuk menipu orang-orang Amerika dengan modus investasi bodong (cripto)," tuturnya.

Lanjut ceritanya, setelah empat bulan bekerja di Kamboja, salah satu rekannya dipaksa oleh salah satu bos untuk pergi ke Thailand.

"Dia berangkat ke Thailand sendiri, selanjutnya kami diberangkatkan lagi dengan dibagi dua grup," katanya.

Pada proses keberangkatan itu, kata Rio, dirinya sebenarnya sudah berniat untuk kabur, namun salah satu bos sudah mengambil semua foto mereka, sehingga kalau memang nekat kabur, dikhawatirkan akan terjadi apa-apa pada mereka.

"Pasalnya, saya sempat melihat dua orang Taiwan dipukul sampai tidak bisa bangun. Dari kejadian itu, saya mengurungkan niat saya untuk kabur," ujarnya.

Sekitar pukul 02.00 WIB, sampailah mereka di suatu tempat, yang mana handphone dan paspor mereka langsung diambil semua. Kemudian, sekitar pukul 07.00 WIB, mereka dibawa lagi ke suatu tempat/wilayah yang terdapat sungai kecil.

"Di tempat itu saya kaget karena melihat banyak orang memegang senjata laras panjang dengan berpakaian biasa," ungkapnya.

Daerah tersebut diketahuinya adalah Negara Myanmar. Mengetahui hal itu, dia pun sering meminta untuk pulang kepada bosnya.

"Selama tiga bulan saya diberi PHP (pengharapan palsu) terus sama bos saya, malahan saya dipaksa kerja terus. Kalaupun memaksa harus pulang, saya diminta tebusan sekitar Rp130 juta. Mana ada saya uang sebanyak itu," ujarnya.

Dari kejadian yang dialaminya itulah, dia pun terpaksa menghubungi rekannya di Singkawang bernama Rikky, dan ada pula beberapa instansi di Myanmar yang ikut membantu kepulangan Rio bersama rekan-rekannya ke Indonesia.
.
"Saya sering berkomunikasi dengan Rikky, bagaimana caranya agar saya dan rekan-rekan saya bisa keluar dari Myanmar. Saya ucapkan terima kasih kepada mereka yang sudah ikut membantu kami," kata Rio.
 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023