Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Jawa Tengah mengingatkan bahwa masyarakat selaku konsumen memiliki hak bertanya tentang produk yang akan dibelinya, termasuk soal kehalalan.

"Sebenarnya konsumen punya hak, dan dijamin UU (undang-undang) untuk bertanya (produk yang akan dibelinya)," kata Direktur LPPOM MUI Jateng Prof Ahmad Rofiq di Semarang, Sabtu.

Di negara lain, terutama di negara sekuler, kata dia, konsumen sudah sedemikian terbiasa untuk melihat kandungan bahan yang ada dalam produk yang tercantum dalam komposisi di kemasan.

"Di negara lain, belanja, lihat ingredients, yang jualan malah nanya, 'Apa yang bisa kami bantu?'," kata mantan Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang tersebut.

Sedangkan di Indonesia, kata dia, tidak jarang ketika konsumen yang sedikit saja memperhatikan kandungan bahan apa saja di kemasan justru membuat pedagangnya tersinggung.

Menurut dia, regulasi yang mengatur sertifikasi halal sudah ada sejak lama, yakni Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), tetapi belum terimplementasi dengan baik.

Artinya, kata dia, masyarakat sebagai konsumen yang lebih berperan aktif untuk mencermati kehalalan suatu produk yang akan dibelinya, termasuk dengan memeriksa komposisi maupun menanyakan kepada penjual.

Untuk produk tertentu, ia mengatakan sebenarnya masyarakat juga bisa secara jeli mengetahui apakah terindikasi halal atau tidak dari ciri-cirinya, misalnya daging ayam.

"Sebenarnya sederhana. Misalnya beli ayam, kalau di lehernya lukanya enggak lebar, itu indikator sembelihan enggak bener. Apalagi, kalau (luka di leher) hanya lubang kecil," katanya.

Ayam yang disembelih sesuai dengan syariat Islam, kata dia, luka bekas sembelihan di leher membuka, dan dagingnya terlihat segar, berbeda dengan ayam yang disembelih dengan tidak benar.

Rofiq juga mengakui banyak pedagang ayam di pasar-pasar yang sekaligus membuka jasa pemotongan hewan, tetapi tidak ada pengawasan ketat mengenai mekanisme penyembelihannya sesuai syariat Islam.

"Ya, memang belum ada mekanisme pengawasan ketat. Kami dari LPPOM hanya melayani (sertifikasi), MUI bicara soal fatwa, sedangkan sweeping atau operasi pasar seharusnya pemerintah," katanya.

Wali Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Edi Rusdi Kamtono mendorong pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk mendapatkan sertifikat halal atas produk yang dihasilkan dan dipasarkan.

"Sertifikat halal bagi UMKM ini sangat penting terutama yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman karena untuk menjamin kepercayaan konsumen, terutama dari kalangan umat Muslim," ujar Rusdi Kamtono usai menghadiri Jalan Sehat Forkopimda dan BMPD dalam rangka Gebyar Kalbar 2023 di halaman Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar di Pontianak, Jumat.

Ia menambahkan sertifikat halal juga dapat menjadi nilai tambah bagi UMKM untuk memasarkan produk-produknya.

"Sertifikat halal menjadi jaminan produk tersebut halal dan itu sangat dibutuhkan konsumen," jelas dia.

Menurutnya, untuk memasuki pasar global, di beberapa negara memberlakukan aturan yang ketat terkait produk halal. Oleh sebab itu, UMKM yang mengantongi sertifikat halal akan lebih leluasa menembus pasar yang lebih luas.

"Harapannya UMKM yang ada bisa memenuhi persyaratan kriteria produk halal terkait bahan baku, proses produksi hingga penyimpanan dan ketentuan lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam,"

Terkait peran Bank Indonesia yang menggelontorkan sebanyak 38 ribu sertifikat halal bagi UMKM sangat ia apresiasi. Menurutnya, lewat program tersebut, pelaku UMKM sangat terbantu dalam menjalankan usahanya terutama dari aspek kehalalan produk. Baca berita selengkapnya: Edi Kamtono dorong produk UMKM kantongi sertifikat halal

Pewarta: Zuhdiar Laeis

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023