Kejaksaan Tinggi(Kejati) Sumatera Utara(Sumut) menetapkan Mantan Kepala Dinas Perdagangan Kota Tebing Tinggi berinisial GBS sebagai tersangka  dugaan korupsi pemasangan tembok penahan Pasar Induk di Kota Tebing Tinggi. 

"Ya benar, GBS dan rekanan kerjanya berinisial PH selaku pelaksana proyek ditetapkan tersangka pada 7 Agustus 2023," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Yos A Tarigan di Medan, Rabu.

Ia mengatakan, berdasarkan perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara ditemukan kerugian Rp203.078.482.

Sementara itu, Yos melanjutkan nilai proyek tersebut sebesar Rp458 juta, hanya saja dalam pengerjaan kedua tersangka melaksanakan tidak sesuai volume ditetapkan.

Pasar Induk Kota Tebing Tinggi sendiri dibangun pada tahun 2017 dengan menelan biaya Rp 11 miliar, biaya tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Yos mengatakan, akibat perbuatan tersebut kedua tersangka dijerat primer, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Atau subsider, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan, kedua tersangka langsung dibawa oleh jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi untuk ditahan ke Lapas Kelas II Tebing menunggu persidangan," ucap Yos.

Presiden Joko Widodo meminta agar KPK dan Mabes TNI dapat berkoordinasi dalam penanganan kasus dugaan korupsi penerimaan suap yang melibatkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya TNI Henri Alfiandi.

"Ya itu menurut saya masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan. Semua instansi sesuai dengan kewenangan masing masing, menurut aturan," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Senin.

Bila hal tersebut dilakukan maka persoalan antara KPK dan Mabes TNI dapat diselesaikan.

"Kalau itu dilakukan, rampung," tegas Presiden.

Sebelumnya, Rabu (26/7), KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka oleh KPK lantaran diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.

Ada satu tersangka lain yang juga perwira TNI aktif yaitu Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Sedangkan dari pihak sipil tersangkanya adalah Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

Kasus tersebut terungkap setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7) di Cilangkap dan Jatisampurna, Bekasi.

Namun dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menilai OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), tidak sesuai dengan prosedur. Baca berita selengkapnya: KPK dan Mabes TNI diminta berkoordinasi dalam kasus Kabasarnas
 

Pewarta: M. Sahbainy Nasution

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023