Jakarta (ANTARA) - Penasihat hukum terdakwa Suparta, Andi Ahmad, merasa keberatan karena kliennya yang merupakan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) tersebut, dihukum untuk mengganti kerugian negara Rp4,57 triliun dalam kasus korupsi timah.
Andi menilai putusan itu tidak adil lantaran uang yang diterima Suparta maupun perusahaannya sudah digunakan untuk menghasilkan bijih timah yang membutuhkan biaya eksplorasi maupun pengolahan.
"Ini karena sudah ada hasilnya, yaitu biji timah. Tidak mungkin biji timah keluar langsung dari perut bumi tanpa ada biaya operasional dan yang menikmati hasilnya kan PT Timah Tbk, bukan hanya klien kami," kata Andi saat ditemui usai sidang pembacaan putusan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Maka dari itu, dirinya menegaskan bahwa perlu vonis yang adil dalam kasus tersebut, termasuk menyangkut denda dan kewajiban uang pengganti, karena Suparta bekerja sebagai direktur utama di perusahaan dengan izin usaha pertambangan (IUP) yang resmi, bukan penambang ilegal.
Sementara terkait penyitaan harta, ia menyebutkan sebagian besar harta yang dipermasalahkan telah dimiliki Suparta sebelum periode perkara, yakni pada 2015.
"Untuk itu kami perlu membaca pertimbangannya lebih lanjut karena ada aset yang sudah diperoleh sejak 2010 dan 2012. Ini harus kami kaji," ucap dia menambahkan.
Dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015–2022, Suparta dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dengan begitu, Suparta dijatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama enam bulan, serta membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider enam tahun penjara.
Suparta terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.
Adapun sebelumnya Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dalam kasus itu dan melakukan TPPU dengan membeli enam unit mobil, satu mobil bak, satu unit truk, serta dua unit sepeda motor bak roda tiga.