Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara resmi menonaktifkan anggota DPR Fraksi PKB Edward Tannur dari keanggotaannya di Komisi IV DPR RI, menyusul kasus penganiayaan oleh anaknya, Gregorius Ronald Tannur (GRT), terhadap Dini Sera Afrianti (DSA).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB Hasanuddin Wahid mengatakan Edward dinonaktifkan agar dapat fokus pada penyelesaian masalah penganiayaan berujung kematian yang dilakukan anaknya terhadap sang kekasih.

"Kami dari DPP PKB memutuskan sejak malam ini (Minggu, 8 Oktober) untuk menonaktifkan saudara Edward Tannur dari semua tugasnya di komisi," kata Hasanuddin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Surat pencabutan keanggotaan Edward Tannur dari Komisi IV DPR RI bakal diajukan pada hari ini.

"Dalam konteks ini, namanya sanksi, kami jatuhkan pencabutan dia dari anggota komisinya dan hari ini (Senin, 9 Oktober) PKB mengajukan surat pencabutan dari komisinya itu di DPR," ujarnya.

Dia juga menegaskan bahwa PKB bakal meminta Edward untuk menghadapi kasus hukum yang menimpa anaknya sesuai dengan ketentuan undang-undang.

“Kami sangat prihatin terjadi hal semacam itu dan hati kami ada di korban,” ucapnya.

Dia memastikan bahwa PKB tidak akan melakukan intervensi pada proses hukum yang berlangsung terhadap anak Edward Tannur.

"Ini bentuk sanksi kami sembari memberi kesempatan agar dia segera membantu sebisa mungkin persoalan bisa selesai secara hukum," kata dia.

Sebelumnya, Jumat (6/10), Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menetapkan Gregorius Ronald Tannur (GRT), usia 31 tahun, anak anggota DPR RI Edward Tannur, sebagai tersangka perkara penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian.

Korbannya adalah Dini Sera Afrianti, janda satu anak, usia 29 tahun, yang sudah menjalin hubungan dengan tersangka selama lima bulan terakhir.

"Atas dasar fakta-fakta penyidikan, yang disesuaikan dengan kronologis dan didukung alat bukti, maka kami telah menaikkan status saksi menjadi tersangka terhadap GR," kata Kepala Polrestabes (Kapolrestabes) Surabaya Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Pasma Royce kepada wartawan di Surabaya, Jumat.

Penyelidikan polisi mengungkap penganiayaan terjadi usai pasangan kekasih itu menghabiskan malam di tempat hiburan, kawasan Surabaya Barat.


Baca juga: Panglima sebut prajurit penganiaya warga Aceh maksimal dihukum mati
 

Partai Gerindra menyerahkan sepenuhnya kepada polisi untuk mengusut dugaan penganiayaan yang dilakukan Ketua DPC Partai Gerindra Kota Semarang terhadap seorang kader PDI Perjuangan gara-gara pemasangan bendera partai politik.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburrokhman ditemui usai sidang Majelis Kehormatan Partai (MKP) atas pelanggaran etik dan anggaran dasar Partai Gerindra oleh Ketua DPC Kota Semarang Joko Santoso di Jakarta, Minggu, mengatakan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan ada tidaknya dugaan penganiayaan tersebut.
"Kami tidak punya kewenangan untuk menilai keduanya. Kami serahkan agar aparat penegak hukum bisa bekerja secara profesional, jika memang bersalah dinyatakan bersalah, kalau tidak bersalah jangan dinyatakan bersalah harus sesuai bukti-bukti yang ada," katanya.

Dalam sidang yang digelar hari ini, MKP Gerindra mendalami dugaan penganiayaan oleh Ketua DPC Partai Gerindra Kota Semarang yang ramai diberitakan media massa.

"Terkait tuduhan penganiayaan, sampai sejauh ini kami belum mendapat keterangan saksi tersebut dan itu di luar kewenangan kami karena itu merupakan ranah pidana," ujarnya.

Pihaknya menerima dua versi informasi terkait dugaan penganiayaan oleh Joko Santoso. Versi pertama dari media yang memberitakan terjadi penganiayaan.

"Sedangkan versi lain, beberapa saksi menyatakan tidak terjadi kontak fisik," kata Habiburrokhman.Baca juga: Gerindra percayakan kepada polisi usut dugaan penganiayaan kader PDIP



 

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023