Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) fokus mendampingi calon pengantin dengan mengerahkan 600 ribu personel yang tergabung dalam Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk menekan angka stunting hingga 14 persen di tahun 2024.
 
"Setiap tahun ada dua juta calon pengantin, ini artinya akan ada 1,6 juta kelahiran balita baru, terdiri dari yang stunting dan tidak stunting, jadi keluarga baru itu perlu pendampingan dengan mentor dari TPK," kata Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
 
Teguh menjelaskan, TPK yang terdiri dari bidan, tim pendamping PKK, dan kader Keluarga Berencana (KB) tak bisa terpisahkan, di mana bidan klinis bertugas untuk mendiagnosis dan memeriksa kehamilan, kader KB menyediakan data keluarga, sedangkan TP PKK berdiri di garda terdepan karena paling memahami kondisi masyarakat di tingkat RT/RW.
 
"Pendampingan calon pengantin merupakan langkah strategis dalam upaya pencegahan stunting dari hulu karena dianggap lebih efektif dan efisien, yaitu dengan memberikan pengetahuan dan pelayanan kesehatan yang akan mempersiapkan calon pengantin ini agar siap hamil dan melahirkan anak yang bebas stunting," ucap Teguh.
 
 
Ia memaparkan stunting merupakan kondisi yang sulit untuk disembuhkan sehingga lebih membutuhkan pencegahan.
 
“Stunting harus dicegah bukan disembuhkan, karena kalau disembuhkan itu sulit, harus ada stimulan yang luar biasa, dan misi kita itu mencegah, melalui pendekatan dari hulu," kata dia.
 
Ia menegaskan bahwa setiap daerah kini telah memiliki Peraturan Daerah tentang ketahanan keluarga, sehingga hal tersebut harus dioptimalkan karena pencegahan stunting merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
 
Ia menambahkan, kunci pendampingan TPK agar efektif harus dilakukan melalui pertemuan tatap muka.
 
“Kalau hanya virtual itu bukan pendampingan, karena sudah ketemu urusan lain, bukti pendampingan itu ketemu, hakikatnya ya yang tadinya tidak mau menjadi mau, bersifat positif dan mengajak berbuat positif," paparnya.
 
Adapun pelatihan bagi mentor TPK regional Jawa-Bali dilaksanakan selama delapan hari, mulai 29 Oktober-5 November 2023 dengan peserta dari Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten dan Bali.
 
Prevalensi stunting di delapan Provinsi regional Jawa Bali menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, beberapa diantaranya sudah di bawah 20 persen yang menjadi standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, yaitu Bali 8 persen, DKI Jakarta 14,8 persen, Jawa Timur 19,2 persen, DIY 16,4 persen, sedangkan Jawa Tengah 20,8 persen, Jawa Barat 20,2 persen, dan Banten 20 persen.
 
“(Pelatihan TPK) ini kegiatan strategis di akhir tahun, kita komitmen bersama, stunting bukan hanya persoalan gizi semata, bukan hanya kesehatan tapi permasalahan kemanusiaan," katanya.
 
Pada kesempatan yang sama, BKKBN juga meluncurkan kanal Youtube “siapnikah” untuk mengedukasi para calon pengantin.
 
Sebelumnya, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga menegaskan bahwa sasaran TPK adalah calon pengantin, ibu hamil, ibu usai persalinan, ibu menyusui dan bayi di bawah lima tahun (balita).
 
Ia juga menyebutkan, edukasi pada calon pengantin juga dapat mencegah pernikahan usia dini untuk menyelamatkan bangsa dari pendapatan kelas menengah (middle income trap) dalam menyambut bonus demografi.
 
“Kalau kita terjebak di middle dan low income trap, maka susah keluar dari jebakan itu, generasi muda menjadi penentu kita akan memetik bonus demografi atau tidak. Kuncinya, harus tidak kawin pada usia dini, tidak putus sekolah, tidak menganggur, dan tidak sebentar-sebentar hamil,” ujar Hasto.*
 

Baca juga: Gerakan Anak Sehat upaya untuk menanggulangi stunting

Baca juga: 650 balita pra stunting Surabaya alami kenaikan berat badan

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023