Ketua Umum Diaspora Global Aceh (DGA) Mustafa Abubakar menyatakan bahwa rempah pernah menjadi komoditas perdagangan Aceh pada abad ke-16 dan telah tercatat dalam peta perdagangan dunia.
"Rempah Aceh pernah mengalami era kejayaan, sehingga membuatnya tercatat dalam peta perdagangan global, dan diakui oleh bangsa Portugis, Mesir kuno, Yunani, Romawi, China, Arab dan bangsa lainnya," kata Mustafa Abubakar, di Banda Aceh, Minggu.
Informasi itu disampaikan Mustafa dalam paparan materinya pada Seminar Internasional Jalur Rempah yang menjadi bagian dari kegiatan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, di Banda Aceh.
Di masa itu, kata Mustafa, daerah Serambi Mekkah ini sempat menjadi titik jalur rempah nusantara yang kerap disinggahi berbagai kapal dari Eropa sehingga Rempah Aceh dicatat dalam peta perdagangan internasional.
Dirinya menyampaikan, rempah yang dihasilkan Aceh juga tergolong berkualitas baik, sehingga bisa mendorong berbagai bangsa datang ke provinsi ini untuk mendapatkan rempah sebagai komoditas perdagangan yang utama dan penting.
"Jenis Rempah Aceh adalah lada hitam, pala, lada putih, cengkeh. manjakani, ketumbar, kemiri, kayu manis, jintan, kapulaga, minyak nilam, biji adas hingga kopi dan beras," ujarnya.
Mustafa melihat, potensi sumber daya alam Aceh masih dapat menggerakkan perekonomian daerah, tetapi masih perlu penyesuaian kembali dengan arah ekonomi dunia yang menuju ekonomi hijau.
Rempah-rempah sebagai produk ekonomi unggulan masa lalu, masih menjadi andalan unggulan masa depan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi hijau.
Selain itu, lanjut dia, SDM Aceh juga masih memiliki kuantitas yang memadai yang perlu dijaga dan dibina untuk menggerakkan ekonomi masa depan secara digital dan green job bisa menjadi partner bagi pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.
"Maka, dalam menggerakkan ekonomi Aceh pada tataran nasional dan internasional diperlukan adanya sinergitas bersama," ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Mustafa menegaskan bahwa untuk menduniakan kembali Rempah Aceh, perlu melibatkan DGA, hal itu karena mereka sudah memiliki jaringan nasional hingga internasional
Ia menuturkan, para Diaspora Aceh saat ini banyak yang berkiprah di berbagai bidang, mulai dari ASN, pendidik di perguruan tinggi, pengusaha di KADIN, dan APINDO serta di lembaga swasta lainnya.
"DGA memiliki jaringan nasional melalui alur ASN pendidik, pengusaha nasional (bergabung dengan KADIN Indonesia, APINDO), asosiasi sektor ekonomi lembaga negara, DPR/DPD RI, dan swasta lainnya," ujarnya.
Kemudian, lanjut Mustafa, di International DGA memiliki jaringan usaha melalui setiap sagoe, dan saat ini sudah memiliki 18 sagoe diantaranya usaha bidang kopi Gayo, peternakan, pariwisata dan lainnya.
"Jadi, kenapa DGA penting untuk rempahkan dunia, karena juga memiliki jaringan diplomasi nasional hingga Internasional," demikian Mustafa Abubakar.
Baca juga: Pertahankan budaya dengan secangkir rempah
Baca juga: Indonesia akan usulkan Jalur rempah sebagai warisan dunia
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Rempah Aceh pernah mengalami era kejayaan, sehingga membuatnya tercatat dalam peta perdagangan global, dan diakui oleh bangsa Portugis, Mesir kuno, Yunani, Romawi, China, Arab dan bangsa lainnya," kata Mustafa Abubakar, di Banda Aceh, Minggu.
Informasi itu disampaikan Mustafa dalam paparan materinya pada Seminar Internasional Jalur Rempah yang menjadi bagian dari kegiatan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, di Banda Aceh.
Di masa itu, kata Mustafa, daerah Serambi Mekkah ini sempat menjadi titik jalur rempah nusantara yang kerap disinggahi berbagai kapal dari Eropa sehingga Rempah Aceh dicatat dalam peta perdagangan internasional.
Dirinya menyampaikan, rempah yang dihasilkan Aceh juga tergolong berkualitas baik, sehingga bisa mendorong berbagai bangsa datang ke provinsi ini untuk mendapatkan rempah sebagai komoditas perdagangan yang utama dan penting.
"Jenis Rempah Aceh adalah lada hitam, pala, lada putih, cengkeh. manjakani, ketumbar, kemiri, kayu manis, jintan, kapulaga, minyak nilam, biji adas hingga kopi dan beras," ujarnya.
Mustafa melihat, potensi sumber daya alam Aceh masih dapat menggerakkan perekonomian daerah, tetapi masih perlu penyesuaian kembali dengan arah ekonomi dunia yang menuju ekonomi hijau.
Rempah-rempah sebagai produk ekonomi unggulan masa lalu, masih menjadi andalan unggulan masa depan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi hijau.
Selain itu, lanjut dia, SDM Aceh juga masih memiliki kuantitas yang memadai yang perlu dijaga dan dibina untuk menggerakkan ekonomi masa depan secara digital dan green job bisa menjadi partner bagi pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.
"Maka, dalam menggerakkan ekonomi Aceh pada tataran nasional dan internasional diperlukan adanya sinergitas bersama," ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Mustafa menegaskan bahwa untuk menduniakan kembali Rempah Aceh, perlu melibatkan DGA, hal itu karena mereka sudah memiliki jaringan nasional hingga internasional
Ia menuturkan, para Diaspora Aceh saat ini banyak yang berkiprah di berbagai bidang, mulai dari ASN, pendidik di perguruan tinggi, pengusaha di KADIN, dan APINDO serta di lembaga swasta lainnya.
"DGA memiliki jaringan nasional melalui alur ASN pendidik, pengusaha nasional (bergabung dengan KADIN Indonesia, APINDO), asosiasi sektor ekonomi lembaga negara, DPR/DPD RI, dan swasta lainnya," ujarnya.
Kemudian, lanjut Mustafa, di International DGA memiliki jaringan usaha melalui setiap sagoe, dan saat ini sudah memiliki 18 sagoe diantaranya usaha bidang kopi Gayo, peternakan, pariwisata dan lainnya.
"Jadi, kenapa DGA penting untuk rempahkan dunia, karena juga memiliki jaringan diplomasi nasional hingga Internasional," demikian Mustafa Abubakar.
Baca juga: Pertahankan budaya dengan secangkir rempah
Baca juga: Indonesia akan usulkan Jalur rempah sebagai warisan dunia
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023