Akademisi Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Maluku mengemukakan  penggunaan kendaraan listrik menjadi solusi untuk menghemat bahan bakar minyak yang bersumber dari fosil yang dalam waktu tertentu akan habis ketersediannya.

“Misalnya saja sepeda motor dengan jarak tempuh 50 kilometer yang berbahan dasar fosil butuh satu liter bensin seharga  Rp13.000, bandingkan dengan sepeda motor listrik dengan jarak tempuh yang sama hanya membutuhkan 1,2 Kwh tau setara dengan Rp2.500,” kata Dosen Teknik tenaga listrik Mekatronika Fakultas Teknik Unpatti Ir Antony Simanjuntak di Ambon, Kamis.

Dengan perbandingan harga yang terpaut jauh tersebut praktis penggunaan kendaraan listrik dapat menghemat biaya sebesar Rp11.500 untuk 1,2 Kwh atau satu liter bensin.

Kemudian kata dia dari aspek polusi,  bahan bakar fosil dengan jarak tempuh 50 kilometer untuk satu liter bahan bakar menimbulkan 2,4 kilo emisi karbon CO2.

“Sedangkan kendaraan listrik hanya menghasilkan 1,3 kilo emisi CO2 namun polusi itu hanya dihasilkan dari proses produksi panel surya mulai dari pemisahan silikon dari pasir kuarsa sampai dileburkan dengan 3.000 derajat celcius sampai menjadi panel surya siap pakai,” katanya menjelaskan.

Hal itu berarti polusi yang dihasilkan dari kendaraan listrik hanya berasal dari produksi panel surya yang menjadi salah satu sumber tenaga untuk pengecasan baterai pada kendaraan listrik. Namun disamping panel surya masih ada alternatif lain seperti sumber tenaga listrik PLN yang ada di rumah-rumah.

“Akan tetapi penggunaannya tidak seefektif panel surya yang mendapatkan energi dari matahari langsung. Karena panel surya dapat ditempatkan di mana saja,” katanya.

Simanjuntak mengatakan bahwa komponen paling penting dari kendaraan listrik sendiri yakni baterai yang digunakan sebagai sumber energi utama. Jika pengguna dapat merawat baterainya dengan baik maka kendaraan listrik akan memiliki ketahanan waktu yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan kendaraan konvensional.

Baterai itu ada namanya SOC untuk pengecasan dan DOD untuk discharging. Kalau misalnya baterainya memiliki DOD 80 persen maka dari 100 persen kapasitas baterai, ambang batas pemakaiannya adalah di 20 persen untuk selanjutnya harus dilakukan pengecasan.

"Hal itu merupakan salah satu cara untuk merawat baterai yang jadi sumber tenaga dari kendaraan listrik tersebut. Namun tergantung dengan DOD baterai yang dipakai, ada 20 persen, 50 persen, dan 80 persen,” katanya menjelaskan.

Meski demikian Simanjuntak mengatakan harus ada perhitungan yang matang dari pemerintah untuk mengeluarkan  regulasi tentang penggunaan kendaraan listrik itu sendiri.

“Ini terkait dengan bagaimana infrastruktur pendukungnya apakah sudah memadai atau belum seperti sumber pembangkit listrik untuk suplay terhadap baterai yang digunakan,” kata dia.

Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024