Ahli pertahanan Alman Helvas Ali mengingatkan Indonesia untuk mempertimbangkan keputusan menjadi pembeli pertama produk alutsista asing (first export customer) karena dikhawatirkan Indonesia menjadi laboratorium lapangan untuk produk asing tersebut.
Alman, saat berbicara dalam acara diskusi mengenai kemampuan peperangan antikapal selam (ASW) dan antikapal permukaan (ASuW) di Jakarta, Selasa, mengambil contoh rencana pembelian rudal ATMACA buatan industri pertahanan Turki, Rocketsan, yang sejauh ini baru digunakan oleh Angkatan Laut Turki.
Menurut dia, Indonesia sebaiknya tidak menjadi first export customer untuk peralatan apa pun yang terkait dengan antipeperangan permukaan, baik rudal maupun peralatan elektronika.
"Sebagai contoh, apa urgensinya Indonesia membeli rudal ATMACA dari Turki? Rudal itu belum pernah diekspor ke luar negeri. Artinya penggunaan di wilayah-wilayah di luar Turki belum proven (teruji, red.). Kenapa kita mau menjadi laboratorium lapangan untuk senjata seperti itu?" katanya saat acara diskusi.
Alman menilai performa rudal dipengaruhi di antaranya oleh kondisi yang spesifik di wilayah tertentu, misalnya faktor cuaca dan kelembapan udara.
"Kondisi lokal itu terkadang memengaruhi kinerja electro-optical dari rudal," kata dia.
Oleh karena itu, dia menilai sebaiknya Indonesia mempelajari bagaimana rudal itu digunakan di luar Turki terlebih dahulu baru mempertimbangkan untuk membeli senjata tersebut.
"Tidak bagus bagi kita selalu menjadi first export customer untuk produk-produk yang belum pernah dipakai negara lain. Kita seolah-olah menjadi laboratorium lapangan untuk senjata-senjata yang belum pernah dipakai oleh negara lain kecuali negara pemakai," kata Alman.
Beberapa media asing pada bulan Januari 2024 memberitakan Indonesia melalui PT Republik Defesindo membeli 45 unit rudal ATMACA dari Rocketsan yang nantinya diperuntukkan kepada TNI Angkatan Laut. Jika pembelian itu benar, TNI AL menjadi pengguna asing pertama produk rudal jelajah antikapal buatan dalam negeri Turki itu.
Sejauh ini, Kementerian Pertahanan RI belum mengumumkan secara resmi pembelian rudal ATMACA buatan Turki itu berikut detail mengenai kontrak pembelian rudal tersebut.
Terlepas dari itu, galangan dalam negeri PT PAL sempat memaparkan rencana memasang rudal ATMACA di beberapa kapal, di antaranya untuk Parchim class, Fatahillah class, dan FPB-57 class. PT PAL menyampaikan rencana itu saat kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke galangan PT PAL di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 23 Januari 2024.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Muhammad Ali sempat memuji rudal ATMACA.
"Rudal ATMACA ini cukup bagus juga, sekelas Harpoon, sekelas Exocet, tetapi buatan Turki, dan ini dari Turki rencananya bersedia buat kerja sama dengan produk lokal dengan komponen lokal, nanti (itu) bisa diharapkan menjadi rudal nasional. Akan tetapi, itu masih pembicaraan lebih lanjut, belum final," kata Ali saat acara di Dermaga Kolinlamil, Jakarta, pada tanggal 6 Februari 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Alman, saat berbicara dalam acara diskusi mengenai kemampuan peperangan antikapal selam (ASW) dan antikapal permukaan (ASuW) di Jakarta, Selasa, mengambil contoh rencana pembelian rudal ATMACA buatan industri pertahanan Turki, Rocketsan, yang sejauh ini baru digunakan oleh Angkatan Laut Turki.
Menurut dia, Indonesia sebaiknya tidak menjadi first export customer untuk peralatan apa pun yang terkait dengan antipeperangan permukaan, baik rudal maupun peralatan elektronika.
"Sebagai contoh, apa urgensinya Indonesia membeli rudal ATMACA dari Turki? Rudal itu belum pernah diekspor ke luar negeri. Artinya penggunaan di wilayah-wilayah di luar Turki belum proven (teruji, red.). Kenapa kita mau menjadi laboratorium lapangan untuk senjata seperti itu?" katanya saat acara diskusi.
Alman menilai performa rudal dipengaruhi di antaranya oleh kondisi yang spesifik di wilayah tertentu, misalnya faktor cuaca dan kelembapan udara.
"Kondisi lokal itu terkadang memengaruhi kinerja electro-optical dari rudal," kata dia.
Oleh karena itu, dia menilai sebaiknya Indonesia mempelajari bagaimana rudal itu digunakan di luar Turki terlebih dahulu baru mempertimbangkan untuk membeli senjata tersebut.
"Tidak bagus bagi kita selalu menjadi first export customer untuk produk-produk yang belum pernah dipakai negara lain. Kita seolah-olah menjadi laboratorium lapangan untuk senjata-senjata yang belum pernah dipakai oleh negara lain kecuali negara pemakai," kata Alman.
Beberapa media asing pada bulan Januari 2024 memberitakan Indonesia melalui PT Republik Defesindo membeli 45 unit rudal ATMACA dari Rocketsan yang nantinya diperuntukkan kepada TNI Angkatan Laut. Jika pembelian itu benar, TNI AL menjadi pengguna asing pertama produk rudal jelajah antikapal buatan dalam negeri Turki itu.
Sejauh ini, Kementerian Pertahanan RI belum mengumumkan secara resmi pembelian rudal ATMACA buatan Turki itu berikut detail mengenai kontrak pembelian rudal tersebut.
Terlepas dari itu, galangan dalam negeri PT PAL sempat memaparkan rencana memasang rudal ATMACA di beberapa kapal, di antaranya untuk Parchim class, Fatahillah class, dan FPB-57 class. PT PAL menyampaikan rencana itu saat kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke galangan PT PAL di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 23 Januari 2024.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Muhammad Ali sempat memuji rudal ATMACA.
"Rudal ATMACA ini cukup bagus juga, sekelas Harpoon, sekelas Exocet, tetapi buatan Turki, dan ini dari Turki rencananya bersedia buat kerja sama dengan produk lokal dengan komponen lokal, nanti (itu) bisa diharapkan menjadi rudal nasional. Akan tetapi, itu masih pembicaraan lebih lanjut, belum final," kata Ali saat acara di Dermaga Kolinlamil, Jakarta, pada tanggal 6 Februari 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024