Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memaparkan segenap efektifitas penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dalam mengatasi kekeringan kepada Pemerintah Tunisia yang sedang menghadapi ancaman serupa sebagai dampak perubahan iklim itu.
Pemaparan efektifitas TMC tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawari kepada Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati, dalam salah satu sesi konferensi World Water Forum (WWF) ke -10 di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin malam, mengatakan dalam pertemuan tersebut Indonesia menilai TMC merupakan upaya yang cukup baik dalam memitigasi dampak perubahan iklim, salah satunya masalah kekeringan.
Dia mencontohkan pada medio 2015, 2016, dan 2019, Indonesia pernah dilanda kekeringan ekstrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino hingga memicu cukup banyak kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dampak kondisi tersebut, lanjutnya, Indonesia mengalami banyak kerugian hingga membuat masyarakat menderita, baik secara perekonomian, sosial, dan kesehatan, akibat karhutla yang ditimbulkan.
Ia menyebutkan hal demikian bisa terjadi karena El Nino menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. "Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan maka kebakaran pun bisa terjadi," katanya.
Namun sejak peristiwa tersebut, lanjutnya, Pemerintah Indonesia banyak belajar dan menganalisa hingga akhirnya menemukan formulasi terbaik untuk mengantisipasi kebakaran melalui serangkaian modifikasi cuaca.
TMC tersebut dilakukan dengan cara menyemai garam (NaCl) menggunakan pesawat ke awan-awan penghujan di wilayah yang rentan mengalami karhutla.
Dwikorita mengungkapkan melalui TMC saat ini Indonesia mampu mengurangi kasus karhutla sekitar 80-90 persen. Persentase tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis BMKG saat menghadapi El Nino tahun 2023.
Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati memberikan respons positif dan mengapresiasi eberhasilan BMKG dalam melaksanakan TMC untuk mengatasi dampak kekeringan.
Abdelmonaam mengungkapkan pihaknya tertarik untuk mengetahui lebih jauh atas keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan TMC untuk diimplementasikan di negaranya. Pasalnya, perubahan iklim telah memicu kekeringan di Tunisia yang menyebabkan pasokan air berkurang selama 5-7 tahun terakhir.
Untuk menanggulangi persoalan kekeringan tersebut, kata dia, saat ini Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Sekaligus juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan.
“Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini, dan berharap dapat terus bekerja sama,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Pemaparan efektifitas TMC tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawari kepada Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati, dalam salah satu sesi konferensi World Water Forum (WWF) ke -10 di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin malam, mengatakan dalam pertemuan tersebut Indonesia menilai TMC merupakan upaya yang cukup baik dalam memitigasi dampak perubahan iklim, salah satunya masalah kekeringan.
Dia mencontohkan pada medio 2015, 2016, dan 2019, Indonesia pernah dilanda kekeringan ekstrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino hingga memicu cukup banyak kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dampak kondisi tersebut, lanjutnya, Indonesia mengalami banyak kerugian hingga membuat masyarakat menderita, baik secara perekonomian, sosial, dan kesehatan, akibat karhutla yang ditimbulkan.
Ia menyebutkan hal demikian bisa terjadi karena El Nino menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. "Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan maka kebakaran pun bisa terjadi," katanya.
Namun sejak peristiwa tersebut, lanjutnya, Pemerintah Indonesia banyak belajar dan menganalisa hingga akhirnya menemukan formulasi terbaik untuk mengantisipasi kebakaran melalui serangkaian modifikasi cuaca.
TMC tersebut dilakukan dengan cara menyemai garam (NaCl) menggunakan pesawat ke awan-awan penghujan di wilayah yang rentan mengalami karhutla.
Dwikorita mengungkapkan melalui TMC saat ini Indonesia mampu mengurangi kasus karhutla sekitar 80-90 persen. Persentase tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis BMKG saat menghadapi El Nino tahun 2023.
Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati memberikan respons positif dan mengapresiasi eberhasilan BMKG dalam melaksanakan TMC untuk mengatasi dampak kekeringan.
Abdelmonaam mengungkapkan pihaknya tertarik untuk mengetahui lebih jauh atas keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan TMC untuk diimplementasikan di negaranya. Pasalnya, perubahan iklim telah memicu kekeringan di Tunisia yang menyebabkan pasokan air berkurang selama 5-7 tahun terakhir.
Untuk menanggulangi persoalan kekeringan tersebut, kata dia, saat ini Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Sekaligus juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan.
“Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini, dan berharap dapat terus bekerja sama,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024