Plt Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Irma Ardiana menyebut pentingnya mencegah bayi lahir stunting dengan persiapan kehamilan.
"BKKBN telah melakukan pendekatan keluarga berisiko stunting, di mana intervensi dimulai dari hulu, yang menekankan intervensi pada pencegahan lahirnya bayi stunting dengan mempersiapkan kehamilan calon pengantin atau calon ibu melalui perencanaan kehidupan berkeluarga," kata Irma dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, pendekatan keluarga berisiko stunting tersebut penting untuk keberhasilan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI).
"Penanganannya melalui balita stunting dengan intervensi kuratif," ujar dia.
Ia menegaskan, ada lima pendekatan yang dilakukan BKKBN untuk mengintervensi keluarga berisiko stunting, yakni penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stanting, pendampingan semua calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), surveilans keluarga berisiko stunting, dan audit kasus stunting.
Selanjutnya, yakni pendekatan yang bersifat multipihak, dengan menyediakan platform kerjasama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan, dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan medis.
"Kemudian, pendekatan intervensi gizi terpadu, di mana intervensi ini merupakan intervensi spesifik dan sensitif yang fokus pada program inkubasi dengan memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi," ucapnya.
Ia menjelaskan, intervensi gizi tersebut dilakukan pada periode tiga bulan menuju perkawinan bagi calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval dan bayi di bawah dua tahun (baduta) atau balita yang didukung dengan penyediaan sanitasi akses air bersih dan bantuan sosial.
Sementara itu, Ketua Sekretariat Stunting di BKKBN Sudibyo Alimoeso mengemukakan, kejadian anak stunting bisa dicegah asal diketahui kebutuhan mereka, misalnya nutrisi yang memadai perawatan kesehatan dan lingkungan yang mendukung.
"Pertumbuhan optimal harus ada perubahan pola pikir, banyak aktor atau kelembagaan yang terlibat dalam penanganan stunting. Peran masing-masing sebenarnya sudah jelas dan beberapa hal perlu perhatian," ujar Sudibyo.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, lanjut dia, yakni penetrasi di lapangan yang sering bermasalah, diantaranya tentang fokus sasaran dan penggunaan dana stunting yang implementasinya bukan pada sasaran yang sebenarnya.
"Masih terasa adanya ego sektoral sehingga belum nampak keterpaduan di antara kelembagaan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"BKKBN telah melakukan pendekatan keluarga berisiko stunting, di mana intervensi dimulai dari hulu, yang menekankan intervensi pada pencegahan lahirnya bayi stunting dengan mempersiapkan kehamilan calon pengantin atau calon ibu melalui perencanaan kehidupan berkeluarga," kata Irma dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, pendekatan keluarga berisiko stunting tersebut penting untuk keberhasilan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI).
"Penanganannya melalui balita stunting dengan intervensi kuratif," ujar dia.
Ia menegaskan, ada lima pendekatan yang dilakukan BKKBN untuk mengintervensi keluarga berisiko stunting, yakni penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stanting, pendampingan semua calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), surveilans keluarga berisiko stunting, dan audit kasus stunting.
Selanjutnya, yakni pendekatan yang bersifat multipihak, dengan menyediakan platform kerjasama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan, dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan medis.
"Kemudian, pendekatan intervensi gizi terpadu, di mana intervensi ini merupakan intervensi spesifik dan sensitif yang fokus pada program inkubasi dengan memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi," ucapnya.
Ia menjelaskan, intervensi gizi tersebut dilakukan pada periode tiga bulan menuju perkawinan bagi calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval dan bayi di bawah dua tahun (baduta) atau balita yang didukung dengan penyediaan sanitasi akses air bersih dan bantuan sosial.
Sementara itu, Ketua Sekretariat Stunting di BKKBN Sudibyo Alimoeso mengemukakan, kejadian anak stunting bisa dicegah asal diketahui kebutuhan mereka, misalnya nutrisi yang memadai perawatan kesehatan dan lingkungan yang mendukung.
"Pertumbuhan optimal harus ada perubahan pola pikir, banyak aktor atau kelembagaan yang terlibat dalam penanganan stunting. Peran masing-masing sebenarnya sudah jelas dan beberapa hal perlu perhatian," ujar Sudibyo.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, lanjut dia, yakni penetrasi di lapangan yang sering bermasalah, diantaranya tentang fokus sasaran dan penggunaan dana stunting yang implementasinya bukan pada sasaran yang sebenarnya.
"Masih terasa adanya ego sektoral sehingga belum nampak keterpaduan di antara kelembagaan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024