Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah mengatakan pendampingan terhadap korban kekerasan wajib dilakukan untuk memulihkan psikologi dari rasa trauma.
 
"Pemerintah harus hadir dalam memberikan layanan perlindungan bagi korban kekerasan fisik maupun bentuk kekerasan lainnya," kata Staf Ahli bidang Perekonomian, Pembangunan dan Kesra Pemkab Parigi Moutong Aswini Dimpel dalam kegiatan bimbingan singkat pendampingan korban kekerasan di Parigi, Selasa.
 
Ia mengemukakan, pendamping kasus kekerasan juga perlu mendapat penguatan kapasitas, guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam menangani suatu peristiwa kekerasan.

Baca juga: KPPPA perkuat pentahelix untuk mencegah kekerasan di ranah digital
 
Pada umumnya, tindak kekerasan sering menimpa perempuan dan anak, entah itu kekerasan fisik maupun nonfisik, baik itu di lingkungan keluarga maupun di tempat lain.
 
"Layanan psikologi bagi para korban penting dilakukan untuk memulihkan kondisi mentalnya setelah mendapat tekanan yang berlebihan," ujarnya.
 
Melalui bimbingan singkat diberikan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng diharapkan, setiap pendamping kasus dapat memperkuat kemampuan untuk mengenali gejala-gejala trauma korban, memberikan dukungan emosional yang efektif, serta memfasilitasi pemulihan psikologis bagi individu yang membutuhkan.
 
Menurut data Pemkab Parigi Moutong, sejak 2021 hingga 2023 tercatat ada 87 kasus kekerasan terhadap anak, terdiri dari 22 kasus kekerasan fisik, satu kasus kekerasan psikis, 56 kasus kekerasan seksual, dan empat kasus penelantaran.
 
"Perempuan dan anak merupakan kelompok rentan yang wajib dilindungi. instansi teknis terkait perlu memasifkan upaya-upaya perlindungan dengan meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat," tutur Aswini.

Baca juga: literasi digital cegah eksploitasi seksual online

Pewarta: Mohamad Ridwan

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024