Tim dosen dan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berkolaborasi mengolah sampah organik menjadi suplemen cair dan padat untuk tanaman berbasis nanomaterial karbon.

Anggota tim dosen UNY Wipsar Sunu Brams Dwandaru dalam keterangannya di Yogyakarta, Selasa, mengatakan inovasi itu berangkat dari permasalahan serius soal menumpuknya sampah di masyarakat, seperti munculnya bau tidak sedap, penyakit, maupun berkurangnya kualitas lingkungan.

"Diperlukan upaya penanganan sampah organik yang menyeluruh dan berkesinambungan untuk mengatasi berbagai masalah sampah," ujar dia.
 

Salah satu alternatif penanganan sampah organik tersebut melalui nanoteknologi, khususnya nanomaterial karbon dengan cara reuse dan recyle sampah organik menjadi suplemen cair dan padat untuk tanaman. Upaya itu sekaligus untuk mewujudkan zero waste community berbasis ekonomi sirkular.

Praktik pengolahan sampah organik atau sampah makanan rumah tangga berupa sisa makanan menjadi nanomaterial karbon tersebut dilaksanakan dalam kerangka Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di Kelurahan Warungboto, Kota Yogyakarta.

Kegiatan pengabdian tersebut didukung oleh dana dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRTPM) Dikti tahun 2024.

Wibsar Sunu Brams menjelaskan pembuatan suplemen berbahan dasar sampah organik dimulai dengan pengumpulan sampah dari masyarakat.

"Sampah tersebut, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama satu sampai dua hari. Setelah kering, sampah organik dimasukkan ke dalam oven bersuhu 200 - 250 derajat Celcius selama 30 - 60 menit hingga berubah menjadi cokelat kehitaman, tanda terjadinya karbonisasi," ujar dia.

Selain menggunakan oven, proses pembakaran juga bisa dilakukan dengan cara disangrai menggunakan api besar, setelah sampah menjadi arang, kemudian dihaluskan menggunakan lesung atau alat serupa.

Serbuk arang organik tersebut kemudian dicampur dengan air dan direndam selama satu hingga dua hari, diakhiri pemisahan padatan dan cairan dalam larutan yang telah diendapkan.
 

"Cairan hasil proses ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair untuk menutrisi tanaman dengan meningkatkan unsur hara pada tanah. Sementara itu, sisa padatan dapat diolah menjadi media tanam untuk anggrek atau sebagai campuran tanah," ujar Brams.

Brams menuturkan bahwa proses tersebut memiliki sejumlah keunggulan. Selain mudah dilakukan, cepat mencegah terjadinya pembusukan pada sampah organik, sehingga minim bau setelah tahap pengeringan.

Dia menambahkan alat-alat yang digunakan pun umumnya telah dimiliki masyarakat, sehingga sangat terjangkau secara biaya.

"Namun, proses ini bergantung pada kondisi cuaca saat pengeringan, yang dapat mempengaruhi kecepatannya," ujar dia.



 

Pewarta: Luqman Hakim

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024