Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menggelar pagelaran reog serentak seluruh dunia dalam rangka merayakan penetapan kesenian Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO, Minggu.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, di Ponorogo, Minggu, mengatakan gelaran reog tak hanya dilaksanakan di Ponorogo, namun juga dilakukan oleh grup-grup reog yang ada di sejumlah negara di Benua Asia, Amerika, Australia, dan Afrika.
"Pagelaran ini juga digelar oleh grup reog dari berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia," kata Bupati Sugiri.
Meskipun ada perbedaan waktu, lanjut dia, pihaknya secara intensif berkomunikasi dan berkoordinasi guna menyelaraskan acara agar tampil pada hari dan tanggal yang sama melalui streaming.
Di Ponorogo, sebanyak 30 grup reog tampil di depan Paseban Alun-alun Kota Ponorogo.
Reog Ponorogo resmi diakui sebagai WBTB pada 3 Desember 2024 dalam Sidang Ke-19 Komite Antarpemerintah UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Asunción, Paraguay.
Pagelaran kali ini menjadi istimewa dengan hadirnya satu-satunya grup reog wanita Sardulo Nareswari asal Desa Sawoo, Kecamatan Sawoo.
Grup ini terdiri atas 50 anggota, seluruhnya perempuan, yang membuktikan bahwa peran wanita dalam seni reog tidak lagi terbatas sebagai penari jathil.
Salah satu pembarong wanita Intan Ayu Paramitasari, mengungkapkan rasa bangganya dapat berkontribusi dalam melestarikan seni tradisional yang telah menjadi warisan dunia.
Meskipun menghadapi tantangan berat mengangkat topeng reog, ia berhasil menarikan gerakan khas pembarong dengan tekad kuat.
"Bangga sekali menjadi pembarong dalam reog. Reog lahir di Ponorogo, dan kami akan terus menjaganya agar reog tidak lagi diklaim oleh negara lain. ," ujar Intan.
Intan juga berharap pengakuan UNESCO semakin memotivasi generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan untuk melestarikan seni Reog Ponorogo.
"Semoga semakin banyak grup reog wanita di Ponorogo dan reog bisa mendunia," katanya.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menegaskan bahwa pengakuan reog sebagai WBTB bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal tanggung jawab untuk melestarikannya.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melakukan konservasi dan kaderisasi budaya guna memastikan keberlanjutan seni reog serta mendukung perekonomian lokal.
"Konservasi itu penting, tetapi kaderisasi juga harus dilakukan agar terjadi transmisi budaya. Dengan cara ini, kami berharap reog dapat membentuk karakter bangsa sekaligus meningkatkan perekonomian Ponorogo," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024