Pengamat telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi menekankan pentingnya peran guru dalam melakukan pendekatan langsung kepada anak didik untuk mencegah dampak paparan konten negatif atau berisiko dalam gim daring.
Meski demikian, Heru menilai pendekatan yang dilakukan untuk mencegah dampak konten negatif atau upaya literasi penggunaan platform digital dengan bijak tidak harus dikukuhkan menjadi kurikulum pendidikan formal.
"Tidak semua harus masuk kurikulum, sebab nanti akan membebani siswa juga. Cukup literasi, edukasi dan pengawasan. Misalnya edukasi dan pendekatan guru ke anak didik," kata Heru saat dihubungi ANTARA, Rabu.
Upaya edukasi di sekolah, sambungnya, perlu diiringi dengan pengawasan aktif dari orang tua di rumah serta program literasi digital dari pemerintah yang digelar ke sekolah-sekolah.
Berkaca dari insiden ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat (7/11), Heru menilai kejadian tersebut menjadi momentum introspeksi, baik pemerintah, pengembang gim, sekolah, hingga orang tua.
Menurutnya, konten-konten kekerasan dalam gim saat ini mudah ditiru oleh anak-anak yang merupakan kelompok usia rentan dalam penggunaan platform digital.
Oleh karena itu, Heru mendorong pemerintah untuk lebih aktif memantau gim daring yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi anak di bawah umur.
"Pemerintah harus aktif juga memantau gim online bermasalah, hentikan jika gim tidak patuh pada aturan yang ada di UU ITE atau PP Tunas," ujarnya.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan bahwa sistem klasifikasi gim berbasis risiko dan usia, Indonesia Game Rating System (IGRS), diterapkan untuk memastikan setiap gim yang beredar di Indonesia memenuhi ketentuan tentang perlindungan anak di ruang digital.
"Sistem ini memastikan setiap gim memiliki label usia yang jelas dan sesuai dengan ketentuan pelindungan anak di ruang digital," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital Alexander Sabar.
Alexander mengatakan bahwa IGRS dijadikan sebagai acuan dalam pengawasan peredaran gim daring guna mencegah dampak negatif gim terhadap anak.
"Pengawasan tidak hanya berlaku pada satu jenis gim seperti PUBG, tetapi mencakup seluruh platform dan gim daring yang memiliki konten tidak sesuai untuk anak," katanya.
"Ruang digital, termasuk gim dan media sosial, tidak boleh menjadi ruang tanpa batas," ia menambahkan.
Editor : Admin Antarakalbar
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2025