Jakarta (Antara Kalbar) - Program Manajer Advokasi HAM ASEAN dari Human
Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra mengatakan, iklan rokok adalah
hoax atau pemberitaan palsu yang paling besar karena tidak sesuai
antara yang diiklankan dengan kenyataannya.
"Iklan rokok
menurut saya 'hoax' terbesar, karena apa yang coba diperlihatkan diiklan
beda dengan kenyataan," kata Daniel dalam konferensi pers Koalisi
nasional masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau dan Pemuda
Muhammadiyah di Jakarta, Rabu.
Menurutnya diiklan, orang yang merokok dianggap keren tapi kenyataannya banyak yang menderita penyakit akibat rokok.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika "hoax" sama dengan pembohongan
atau manipulasi bisa dijerat hukum, iklan rokok merupakan pembohongan
publik. Maka negara diundang untuk wajib mengatur segala sesuatu untuk
memberikan hak kesehatan bagi masyarakat.
"Ini alasan WHO
pada 2008 mengatakan bahwa industri rokok adalah yang paling
manipulatif. Seolah-olah konsumsi rokok itu keren padahal sebenarnya
sebaliknya," ujar dia.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 63
persen perokok mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun. berdasarkan
data 2010, melalui iklan dan berbagai teknik pemasaran lainnya, industri
rokok berhasil merekrut 3,9 juta perokok pemula usia 10-14 tahun.
Berbagai bentuk iklan di media massa memiliki peran penting dalam
mempengaruhi generasi muda untuk mengkonsumsi rokok. Survey UHAMKA 2007
menunjukkan 99,7 persen anak melihat iklan rokok di televisi. Hal serupa
juga ditunjukkan data Global Youth Tobacco Survey 2013 bahwa tiga dari
lima anak pernah melihat adegan merokok di televisi, video atau film.
"Bahkan dalam catatan KPAI, menunjukkan bahwa anak mengenal rokok lewat iklan," tambah dia.
Dalam draft RUU Penyiaran pada Desember 2016 Pasal 61 dan 142
dijelaskan bahwa siaran iklan dilarang menyiarkan rokok, minuman keras
dan zat adiktif lainnya.
"Kenapa dalam UU Penyiaran kita
wajib untuk tidak menayangkan iklan rokok secara total, karena penyiaran
itu menggunakan frekuensi publik. Kalau gunakan frekuensi publik harus
menyiarkan yang bermanfaat bagi publik," ujar Daniel.
Koalisi Masyarakat Sipil bersama Angkatan Muda Muhammadiyah berkomitmen
untuk mengawal RUU Penyiaran terkait dengan larangan iklan rokok agar
menjadi undang-undang, guna membendung generasi muda dari bahaya rokok.
"Ini adalah salah satu ikhtiar untuk mengurangi rokok. Maka kita
perlu untuk mendukung RUU Penyiaran menjadi UU terutama terkait larangan
iklan rokok," katanya. Budi Suyanto
HRWG: Iklan Rokok "Hoax" Terbesar
Rabu, 25 Januari 2017 14:44 WIB