Assistant Representative UNFPA Indonesia Verania Andria dalam gelar wicara di Jakarta, Selasa, mengungkapkan angka kematian ibu usai persalinan di Indonesia mencapai 189 per 100.000 kelahiran hidup yang setara dengan Kamboja, Myanmar, dan Timor Leste yang notabene memiliki kemampuan ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.
"Indonesia harus bisa lebih baik, menihilkan kematian ibu. Siapa yang bisa berperan? Kita tahu bahwa 50 persen persalinan di Indonesia ditangani oleh bidan," katanya.
Verania menekankan bidan adalah garda terdepan dalam upaya mengurangi rasio kematian ibu usai persalinan.
Ia menyebutkan pengurangan rasio kematian ibu setelah persalinan merupakan hal penting, sebab hal tersebut menjadi indikator kunci pembangunan sebuah negara.
"Bukan saja sejalan dengan misi UNFPA untuk me-nolkan angka kematian ibu yang dapat dicegah, tapi juga sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) kita, yaitu SDGs 3 dan 5," ujarnya.
Untuk itu, Verania menekankan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini, memahami apa yang harus dilakukan, serta mengetahui kemana ibu melahirkan harus dirujuk menjadi kunci dalam strategi pengurangan tingkat kematian ibu usai persalinan.
Senada dengan Verania, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Dr Ade Jubaedah menekankan pentingnya seorang bidan untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuannya, agar mampu menjalankan perannya dalam mencegah kematian ibu setelah persalinan.
"Salah satu sebab kematian ibu pascapersalinan adalah perdarahan, yang disebabkan oleh adanya anemia atau kekurangan sel darah merah pada ibu hamil," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Ade mengimbau kepada para bidan untuk melakukan tatalaksana yang tepat, salah satunya melalui pemberian tablet penambah darah pada remaja putri, serta melakukan skrining kepada calon pengantin.
Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan transformasi kesehatan yang digaungkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, di mana pencegahan menjadi langkah utama sebelum pengobatan.*