April, 6/4 (ANTARA/Reuters) - Olah raga memiliki kaitan dengan peluang keberhasilan di kalangan perempuan yang berusaha hamil, demikian temuan suatu studi internasional.

"Studi ini adalah yang pertama mendapati bahwa dampak dari kegiatan fisik pada kesuburan beragam berdasarkan indeks massa tubuh," kata pemimpin peneliti Lauren Wise, ahli epidemiologi reproduksi di Universitas Boston. Indeks massa tubuh (BMI) adalah rasio tinggi berbanding berat tubuh.

Beberapa peneliti di Amerika Serikat dan Denmark mengikuti perkembangan lebih dari 3.500 perempuan Denmark yang berusia 18 sampai 40 tahun yang berusaha hamil selama kurun waktu satu tahun untuk studi itu, yang disiarkan di jurnal Fertility and Sterility.

Semuanya melaporkan bahwa mereka memiliki hubungan yang stabil dengan pasangan pria mereka dan tak menerima perawatan kesuburan apa pun.

Para peserta memperkirakan jumlah jam per pekan yang mereka habiskan untuk berolahraga dalam satu tahun belakangan, serta intensitas olah raga mereka. Selama studi tersebut, hampir 70 persen dari semua perempuan itu hamil.

Para peneliti mendapati olah raga ringan, seperti berjalan, bersepeda atau berkebun, berkaitan dengan lebih cepatnya semua perempuan jadi hamil, tak peduli berada berat tubuh mereka.

Sebanyak 18 persen perempuan yang menghabiskan lebih dari lima jam per pekan untuk berolahraga ringan lebih mungkin untuk menjadi hamil selama lingkaran menstruasi dibandingkan dengan perempuan yang melakukan olahraga ringan selama kurang dari satu jam per pekan.

Namun, perempuan yang sangat kurus dan dengan berat tubuh normal yang melaporkan tingkat olah raga sangat aktif, seperti berlari atau aerobik, memerlukan waktu lebih lama untuk hamil, kata para peneliti itu sebagaimana dilaporkan Reuters. Mereka yang berolahraga lima jam dalam satu pekan memiliki peluang 32 persen lebih rendah untuk hamil selama lingkaran menstruasi dibandingkan dengan perempuan yang tak berolahraga secara aktif sama sekali.

Tak ada kaitan antara olah raga aktif dan waktu yang diperlukan agar perempuan bertubuh gemuk atau kelebihan berat --mereka yang memiliki BMI 25 atau lebih-- untuk hamil.

Meskipun studi tersebut berkala luas dan dirancang dengan baik, ada beberapa kelemahan, kata Bonnie Dattel, dokter kandungan di Eastern Virginia Medical School di Norfolk, Virginia, di dalam satu "surel" (surat elektronik).

Karena jumlah dan intensitas olah raga dilaporkan sendiri, para peserta studi mungkin saja telah memberi penilaian yang berlebihan atau malah kurang mengenai tingkat kegiatan mereka, kata Dattel.

Hasilnya juga tak berarti olah raga menjadi penyebabnya. Perempuan yang memerlukan waktu lebih lama untuk hamil juga bisa saja telah mengubah pola olah raga mereka, kata para peneliti itu, sehingga hubungan itu malah jadi bertolak-belakang dengan yang kelihatan.

Secara umum, perempuan yang kelebihan berat atau kegemukan memiliki angka lebih tinggi dalam masalah kesuburan dan keragaman komplikasi hamil, kata Richard Grazzi, ahli reproduksi di Genesis Fertility di Brooklyn, New York. Ia tak menjadi bagian dari studi tersebut.

"Lemak secara metabolis aktif --itu menghasilkan estrogen," katanya.

Estrogen yang berlebih dapat menekan hormon lain yang mempengaruhi ovulasi, yang dapat mengakibatkan lingkaran menstruasi tak teratur atau bahkan kekurangan menstruasi.

"Saya menyarankan semua pasien saya agar berolahraga, dan tingkat yang sedang selalu menjadi yang terbaik bagi proses pembuahan dan hamil," kata Wise.

(C003)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012