Jakarta, 12/4 (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengganti nama populer lembaganya menjadi senat dan mengganti nama anggotanya menjadi senator.

"Penggantian nama ini hanya sebutan, yakni nama populer, bukan nama resmi," kata Ketua DPD RI Irman Gusman pada diskusi "Perlukah DPD Ganti Nama" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin, dan Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang.

Menurut Irman, nama DPD RI jika diterjemahkan ke dalam  bahasa Inggris bisa diartikan sebagai DPRD sehingga akan menimbulkan persepsi yang rancu.

Nama DPD di daerah-daerah sering dipahami masyarakat sebagai dewan pimpinan daerah suatu partai politk, yakni strata kepemimpinan partai politik di tingkat provinsi.

"Oleh karena itu, kami mengganti nama populer DPD RI menjadi Senat serta anggota disebut Senator," katanya menegaskan.

Menurut dia, hal ini mengacu kepada lembaga DPD di negara-negara maju, seperti di Amerika Serikat.

Nama resmi DPD RI yang tertuang dalam aturan perundangan, kata dia,  tetap dan tidak ada perubahan.

Dengan mengganti nama populer DPD RI, dia berharap dapat meningkatkan kepedulian dan empati masyarakat terhadap DPD RI.

Irman mengakui selama ini nama DPD RI kurang populer karena kewenangan DPD RI juga sangat terbatas.

Berdasarkan amanah UUD 1945 Pasal 22 D menyebutkan, DPD RI memiliki kewenangan memberikan pertimbangan legislasi kepada DPR RI.

"Ironisnya, pertimbangan yang diberikan oleh DPD RI bisa digunakan dan bisa tidak digunakan. Sangat tergantung pada sikap DPR RI," katanya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai sah-sah saja jika DPD RI mengganti nama populernya menjadi senat dan anggotanya menjadi senator.

Nama populer, kata dia, hanya penyebutan seperti panggilan nama orang.

Ia mencontohkan nama Iwan Fals sangat populer di tengah masyarakat, padahal nama resminya Firgiawan Listanto.

"Nama Iwan Fals hanya panggilan saja, tidak sampai tercantum pada akta kelahiran atau ijazah," katanya.

Demikian pula nama Senat atau Sentor, yang menurut dia hanya nama panggilan saja, tidak sampai tercantum pada peraturan perundang-undangan.
(R024)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012