Jakarta (ANTARA Kalbar) - Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah namun masih banyak masyarakat yang tidak sadar memiliki gejala tersebut.
"Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Riskesdas menunjukkan bahwa 76 persen kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76 persen masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Senin.
Berdasarkan hasil Riskesdas, hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas menemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7 persen dan yang sudah mengetahui memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan hanya 24 persen diantaranya.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi dan akibat yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan dan seringkali tidak menunjukkan gejala sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau stroke.
"Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain," kata Tjandra.
Kementerian Kesehatan disebut Tjandra melakukan pengelolaan penyakit hipertensi dengan mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining) serta meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu penyakit tidak menular (PTM).
Selain itu, juga diupayakan untuk meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi puskesmas untuk pengendalian PTM dengan peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang professional dan kompenten, meningkatkan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif dan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif dan diagnostik-pengobatan.
Untuk pencegahan, Tjandra mengatakan penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih sehat.
Promosi kesehatan yang disosialisasikan Kementerian Kesehatan antara lain melalui program CERDIK (Cek kesehatan dengan deteksi dini) secara rutin dan teratur dan dengan menerapkan gaya hidup yang sehat antara lain dengan tidak merokok, rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari, melakukan diet sehat dengan kalori seimbang berupa rendah lemak, garam, gula dan tinggi serat, beristirahat yang cukup dan mengendalikan stress.
Deteksi penyakit hipertensi dikatakan Tjandra sangat sederhana yaitu dengan melakukan pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dimana seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya lebih tinggi dari 40/90 mmHg.
"Selanjutnya pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu yang lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat," ujar Tjandra.
(A043)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Riskesdas menunjukkan bahwa 76 persen kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76 persen masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Senin.
Berdasarkan hasil Riskesdas, hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas menemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7 persen dan yang sudah mengetahui memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan hanya 24 persen diantaranya.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi dan akibat yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan dan seringkali tidak menunjukkan gejala sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau stroke.
"Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain," kata Tjandra.
Kementerian Kesehatan disebut Tjandra melakukan pengelolaan penyakit hipertensi dengan mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining) serta meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu penyakit tidak menular (PTM).
Selain itu, juga diupayakan untuk meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi puskesmas untuk pengendalian PTM dengan peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang professional dan kompenten, meningkatkan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif dan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif dan diagnostik-pengobatan.
Untuk pencegahan, Tjandra mengatakan penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih sehat.
Promosi kesehatan yang disosialisasikan Kementerian Kesehatan antara lain melalui program CERDIK (Cek kesehatan dengan deteksi dini) secara rutin dan teratur dan dengan menerapkan gaya hidup yang sehat antara lain dengan tidak merokok, rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari, melakukan diet sehat dengan kalori seimbang berupa rendah lemak, garam, gula dan tinggi serat, beristirahat yang cukup dan mengendalikan stress.
Deteksi penyakit hipertensi dikatakan Tjandra sangat sederhana yaitu dengan melakukan pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dimana seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya lebih tinggi dari 40/90 mmHg.
"Selanjutnya pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu yang lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat," ujar Tjandra.
(A043)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012