Jakarta (ANTARA Kalbar) - Perusahaan swasta nasional PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dibantu Yayasan Kalaweit pimpinan Aurelien "Chanee" Brule menggagas Indocement Wildlife Education Center (IWEC) untuk kepentingan konservasi satwa owa dan bekantan yang terancam punah.

"Keberadaan IWEC adalah untuk pusat pendidikan dan pelestarian satwa liar, khusunya owa (Hylobates spp) dan bekantan (Nasalis larvatus)," kata Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Indocement Kuky Permana Kumalaputra kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.

Ia menjelaskan, dalam kaitan itu, pihaknya telah melakukan diskusi dengan Chanee (baca: tsani) untuk mewujudkan kerja sama bagi lahirnya IWEC itu.

Dikemukakannya bahwa keterlibatan perusahaan produsen semen itu, sebenarnya adalah bagian dari salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya di pabrik yang ada di Tarjun, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, karena ada penangkaran dua satwa endemik Kalimantan itu.

Menurut dia, sebenarnya sebagai perusahaan yang tidak terkait langsung dengan persoalan konservasi satwa liar, semula hanya mengalokasikan lahan bagi satwa owa dan bekantan, yang oleh pemiliknya diberikan kepada Indocement, yang kemudian dibuat untuk penangkaran.

"Owa dan bekantan itu diberikan masyarakat kepada kami, dan kemudian kita integrasikan melalui Pusat Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) yang ada di pabrik Tarjun, yang diwujudkan dalam bentuk pusat penangkaran," katanya.

Kuky Permana Kumalaputra menegaskan bahwa semula pihaknya juga tidak terlalu paham untuk memelihara satwa, sehingga menjalin kerja sama dengan universitas setempat.

"Namun, kita rasakan juga masih kurang maksimal karena sama-sama belum tahu, termasuk juga melibatkan dokter hewan dari IPB," katanya.

Belakangan, pihaknya mendengar bahwa Chanee, anak muda warga negara Prancis yang saat ini sedang dalam proses menjadi warga negara Indonesia (WNI), yang baru menerima penghargaan "Kick Andy Heroes" 2012 adalah ahli dan penyelamat satwa owa.

"Lalu kita cari dan dari sinilah terjadi interaksi lebih intensif hingga mencapai tahap kerja sama," katanya.

Hanya saja, diakuinya bahwa untuk bisa terjalinnya kerja sama juga tidak serta-merta terjadi, karena kedua belah pihak harus sepaham akan visi dan misi yang mesti disepakati.

"Kita sangat hati-hati dalam menjalin hubungan dengan Yayasan kalaweit, karena tidak ingin visi dan misi Kalaweit tercemar dengan kerja sama ini," katanya.

    
Wajib membantu
   
Sementara itu, Chanee mengakui bahwa ketika dihubungi Indocement memang agak bingung karena tidak ada keterkaitan kedua belah pihak.

"Namun, setelah dijelaskan mengenai keberadaan pusat penangkaran dan saya datang melaihat langsung di Tarjun, dengan pengalaman melakukan konservasi owa, kami wajib membantu karena ada kesamaan visi dalam penyelamatan satwa liar," katanya.

Ia menjelaskan bahwa banyak pihak, apakah dari luar negeri atau Indonesia sendiri, meminta untuk datang dan melihat langsung kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran owa di Palangkaraya, Kalteng yang didirikannya sejak 1999 hingga saat ini.

"Hanya saja, permintaan itu sulit kami penuhi dengan pertimbangan khusus, kecuali pihak terkait seperti dari Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Kemenhut, atau peneliti," katanya.

Alasannya, owa yang direhabilitasi dan kemudian disiapkan untuk pelepasliaran di habitat aslinya di hutan, amat sensitif sehingga tidak semua pihak bisa berinteraksi.

Untuk itulah, kata dia, keberadaan IWEC itu, ke depan bisa dijadikan alternatif untuk melihat owa secara langsung, yang tidak dapat dilihat di habitat aslinya.

Ia menambahkan, tujuan dari keberadaan IWEC bukanlah untuk koleksi satwa, seperti di kebun binatang.

"Tapi owa dan bekantan di IMEC itu semacam wakil/duta owa-owa liar yang tidak bisa dilihat di Kalteng, namun di Tarjun bisa dilihat sebagai pusat pendidikan dan penelitian," katanya.

Hingga saat ini, kata dia, Yayasan Kalaweit beroperasi di dua tempat, yakni Palangkaraya untuk owa Kalimantan, dan satunya lagi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, untuk owa Sumatera dan siamang
(Symphalangus syndactylus).

Yayasan itu kini memiliki 52 karyawan, dan ada sekurangnya owa yang sudah dikembalikan ke habitatnya di hutan.

Selain owa, yayasan itu juga menerima satwa liar lain, di antaranya buaya, beruang madu, beruk, kucing hutan, kera dan lainnya.

(A035)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012