Pontianak (ANTARA Kalbar) - Setelah melihat masjid, pengunjung bisa menuju bangunan utama keraton, yang sebelumnya ada gerbang. Pada jaman dahulu, kata Sumaryati, setiap gerbang dijaga penjaga. Namun kini tidak ada lagi. Sementara yang ada di samping kanan-kiri gerbang hanyalah sebuah meriam lele.

Memasuki bangunan utama, pengunjung akan melihat pernak-pernik peninggalaan keraton yang masih terawat cukup baik dan kondisi keraton yang bersih.

Di ruang utama tampak empat buah kaca cermin besar berukuran sekitar 2x1 meter persegi, dengan bingkai yang berornamen khas Eropa. Sepasang kaca cermin hadiah dari kerajaan Belanda, dan sepasang kaca cermin lainnya hadiah dari Kerajaan Perancis.

Kemudian tampak foto-foto sultan-sultan yang pernah berkuasa di Sambas dan kerabat keraton. Selain itu ada foto makam ayah Sultan Sambas Pertama, yakni Sultan Tengah bin Sultan Muhammad Hasan (Sultan Brunei ke-9) yang berlokasi di Sarawak.

Sultan Tengah sendiri sebetulnya penguasa di Sarawak, yang merupakan adik Sultan Abdul Jalilul Akbar (Sultan Brunei ke-10).

Salah satu foto yang menarik adalah foto yang dibuat 1 Agustus 1937. Di foto tersebut tampak Sultan Mulia Ibrahim yang berpakaian jas dan berdasi, serta memakai tutup kepala peci hitam beserta rombangan berjalan beriringan akan bersilaturahmi ke orang kaya Lela Mahkota di Kampung Tumok, Sambas.

Dalam rombongan terdapat wanita-wanita, sebagian dengan berkebaya biasa tanpa penutup wajah, sedang sebagian wanita berkebaya dengan wajahnya tertutup sarung dan hanya sebatas mata saja yang terlihat.

"Wanita yang berkebaya biasa itu sudah bersuami, sedang wanita yang memakai tutup kepala sarung dan hanya mata saja yang terlihat, itu berarti masih gadis," kata Sumaryati.

Jadi, pria Sambas dahulu kalau meminang gadis, sulit melihat wajahnya. "Mungkin untung-untungan juga dapat cantik atau tidak," guraunya.

Sedangkan Sultan Sambas memakai jas dan berdasi, karena beliau pernah balajar di sekolah modern di Belanda juga, katanya.

Sementara itu di dalam kamar sultan masih tampak rapi, tempat tidur Sultan terakhir, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran Sultan, payung ubur-ubur, dan tombak canggah.

Selain itu di dalam kamar diletakkan dua tempayan keramik setinggi lebih satu meter asal negeri Tiongkok. Dua tempayan ini sekarang disimpan dalam lemari kaca, sehingga pengunjung masih bisa melihat tapi tak bisa menyentuhnya.

"Saat Wapres Adam Malik ke sini, pernah ditawar untuk dibawa ke Jakarta. Tapi kerabat keraton menolaknya," kata Sumaryati. Ia memperkirakan keramik ini dari abad ke-18.

Kemudian di bagian tengah keraton terdapat beragam pedang dan pakaian untuk prajurit-prajurit keraton. Kini digunakan saat tradisi keraton saja.

Bangunan utama keraton diapit dua bangunan yang lebih kecil ukrannya, yang sebelah kiri merupakan dapur keraton, sedang yang sebelah kanannya untuk tempat penyimpanan pusaka dan tempat penampungan prajurit dahulunya.

Pusaka yang masih dirawat berupa tujuh meriam kecil yang beraneka ragam dengan ukuran bervariasi sekitar 30-50 cm.

"Diceritakan meriam pusaka ini merupakan hasil pertapaan para Sultan di sini," kata Riki, yang masih kerabat keraton.

Meriam-meriam pusaka yang disimpan dalam lemari kaca itu memiliki nama masing-masing, yakni Raden Mas, Raden Putri, Raden Sambir, Raden Pajang, Ratu Kilat, Pangeran Pajajaran dan Panglima Guntur.

Selain meriam, juga ada tombak-tombak dan tempat alas duduk bekas Sultan. Semuanya terawat dengan ditaburi bunga dan tepung tawar dalam ruang sekitar 5x4 meter persegi.

"Tidak setiap orang diperkenankan berkunjung ke sini," kata Riki.

Di belakang bangunan keraton ada kolam, yang dahulunya merupakan kolam untuk mandi dan berenang anak-anak kerabat keraton. Hanya sayangnya kolam kurang terawat. "Namun di sini masih ada yang minta berkah dengan air kolam ini," kata Riki.

Penguasa Keraton Sambas terakhir adalah Pangeran Ratu Winata Kusuma yang wafat tahun 2008.

Sedang saat ini segala hal terkait keraton diurus oleh pengurus keraton, sambil mempersiapkan pewarisnya Muhammad Tarhan yang masih duduk di tingkat SMA sampai dewasa dan bisa menjadi kepala rumah tangga istana Kesultanan Sambas.

Berwisata ke keraton sambas memang bisa cukup menyingkap lembaran lama kejayaan Sambas.

Namun pelestarian keraton Sambas kiranya masih perlu dukungan dari Pemkab Sambas, khususnya Dinas Pariwisata. Bila dikemas lebih baik, akan membawa kenangan indah tentang sejarah Sambas.

"Ini warisan budaya yang sangat berharga dan perlu dilestarikan. Kalau bisa pengunjung yang datang diberikan brosur tentang keraton, dan ada kerajinan khas keraton, bisa menjadi memorabilia bagi kami pengunjung dari jauh. Ada yang dari Pontianak dan ada yang dari Jakarta. Bahkan kalau masuk dipungut biaya, tak masalah. Yang penting terjangkau bagi wisatawan domestik," kata Abu Mumu, warga asal Jakarta.

Keraton Alwatzikhoebillah harus dipertahankan untuk dilestarikan, agar anak-cucu tidak hanya tahu Kesultanan Sambas dari cerita dan buku, tetapi mereka bisa melihat sendiri sambil berwisata.

(Z004)

Pewarta: Zaenal Abidin

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012