Jakarta (ANTARA Kalbar) - Mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menilai, salah satu faktor pemicu aksi terorisme di Indonesia adalah adanya doktrin ideologi kebencian yang disebarkan kepada generasi muda.

"Ideologi kebencian ini adalah penafsiran yang keliru karena hanya mengendepankan sisi doktrin-doktrin yang diberikan kepada generasi muda," kata Azyumardi Azra pada "Diskusi Pilar Negara: Kebhinnekaan Sebagai Modal Indonesia" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari dan Anggota Tim Sosialisasi MPR RI Erik Satrya Wardhana.

Azyumardi menjelaskan, penyebaran ideologi kebencian oleh kelompok tertentu secara terus-menerus akan mendorong menjadi gerakan terorisme yang sulit terdeteksi.

Apalagi, kata dia, negara belum hadir secara optimal dalam berdialog dan mensosialisasi pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara secara benar.

"Itu sebabnya gerakan terorisme masih terus hidup di Indonesia," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Azyumardi menyatakan, tidak sependapat jika gerakan terorisme dipicu oleh kesenjangan sosial dan kemiskinan.

Guna mengatasi hal yakni meminimalisir ideologi kebencian, ia mengusulkan agar negara hadir dan mengambil peran besar guna melakukan dialog dan sosialisasi secara terus-menerus untuk menyelamatkan generasi muda yang terjerumus.

"Generasi muda memiliki ideologi kebencian karena guru-gurunya yang mengajarkan pandangan radikal secara terus-menerus," katanya.

Pengamat sosial keagamaan ini juga ini mengingatkan, agar generasi muda maupun orang tuanya agar lebih berhati-hati dalam menerimka ajaran berbau agama.

Azyumardi juga mengusulkan agar negara melalui lembaga negara seperti MPR RI melakukan sosialisasi kehidupan berbangsa dan bernegara secara berkesinambungan kepada elite strategis di tingkat lokal, seperti guru agama, untuk ditularkan kepada generasi muda.

"Negara perlu memberikan perspektif kebangsaan secara benar dari pendekatan agama, sehingga generasi muda tidak mudah terkena doktrin yang menyesatkan," katanya.

Ia menambahkan, negara harus hadir melakukan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat termasuk di pondok-pondok pesantren terutama dialog antargama dan interagama.

Ia mencontohkan, dialog membahas RUU tentang Pemahaman Agama dan Kebangsaan, bahwa kebhinnekaan bangsa Indonesia adalah mukjizat yang patut  disyukuri bersama.

Sementara itu, Anggota Tim Sosialisasi MPR RI Erik Satrya Wardhana menambahkan, akar persoalan dari gerakan terorisme di Indonesia sesungguhnya bukan persoalan agama tapi persoalan hukum dan sosial.

Menurut dia, faktor pemicunya bukan persoalan agama tapi lebih kepada faktor ketidakadilan sosial, ekonomi, maupun politik.

Guna mengatasi hal ini, menurut dia, diperlukan peran negara untuk hadir mengatasinya, sekaligus pendidikan, kesadaran dan pemahaman terhadap ajaran agama itu sendiri.

Kalau pemerintah lemah, menurut dia, maka hukum akan menjadi lemah dan tidak hadir di tengah masyarakat.

"Negara harus tegas sehingga penegakan hukum juga menjadi tegas," katanya.

(R024)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012