Bogor (ANTARA Kalbar) - Pusat Penelitian Kehutanan Antarbangsa (CIFOR) menggandeng Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia membahas pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim dalam agenda pembangunan.
Peneliti senior CIFOR Prof Daniel Murdiyarso di Bogor, Jawa Barat, Selasa, menjelaskan bahasan tema yang dikemas dalam lokakarya sehari itu menghadirkan beragam unsur, mulai dari pemerintah, akademisi, dan praktisi pembangunan yang memiliki peran strategis di bidangnya masing-masing.
CIFOR adalah pusat penelitian kehutanan yang bermarkas di kawasan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Menurut Daniel Murdiyarso, selama ini isu mitigasi sudah mendapat perhatian yang luas dari masyarakat internasional maupun di tingkat nasional.
"Akan tetapi, untuk isu adaptasi tampaknya hampir dilupakan," kata pakar perubahan iklim CIFOR dan IPB itu didampingi Humas Cifor Budhy Kristanty.
Karena itu, kata dia, pihaknya bersama pemangku kepentingan lain ingin mengusulkan agar kegiatan adaptasi dapat dilakukan lebih konkret.
"Paling sedikit dapat disinergikan dengan kegiatan mitigasi yang selama ini telah berlangsung," katanya.
Dikemukakannya bahwa dalam lokakarya yang diselenggarakan CIFOR dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) itu, para pakar dan praktisi melihat pentingnya mengarusutamakan kegiatan adaptasi perubahan iklim di tengah-tengah hiruk pikuk mitigasi yang sedang "naik daun".
Untuk itu, kata dia, konsultasi dengan para pemangku kepentingan sangat diperlukan. "Dari lokakarya ini diharapkan akan muncul gagasan tentang strategi yang tepat dan perangkat yang sesuai untuk mengarusutamakan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam agenda pembangunan," katanya.
Fasilitasi
Sementara itu, Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI Prof Mien A Rifai menjelaskan posisi pihaknya dalam agenda-agenda pembangunan yang terjadi, termasuk seperti isu perubahan iklim, adalah memfasilitasi pemangku kepentingan terkait dalam isu yang sedang terjadi.
"Di luar isu perubahan iklim, AIPI, apakah diminta atau tidak, melakukan tugas-tugas mempertemukan para ilmuwan di bidangnya untuk nantinya dapat berupa saran, pendapat dan pertimbangan mengenai penguasaan pengembangan dan pemanfaatan Iptek kepada pemerintah," katanya.
Ia menambahkan, saat ini AIPI juga sedang menyiapkan fasilitas bagi isu perubahan kurikulum pendidikan yang sudah mencuat.
Sedangkan Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan/Bappenas Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Endah Murniningtyas mengatakan, perubahan iklim akan berdampak terhadap banyak sektor pembangunan, seperti pertanian, kehutanan, kesehatan, kelautan dan lainnya.
"Upaya mengurangi kerentanan sektor-sektor yang sensitif terhadap iklim masa depan merupakan tantangan besar bagi kita semua," katanya.
Negara-negara berkembang, kata dia, lebih rentang terhadap dampak perubahan iklim dibandingkan negara maju karena memiliki kapasitas yang lebih rendah untuk beradaptasi.
"Sekarang adalah waktu yang tepat bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk berusaha keras dalam mengarusutamakan adaptasi terhadap perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan," katanya.
(A035)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Peneliti senior CIFOR Prof Daniel Murdiyarso di Bogor, Jawa Barat, Selasa, menjelaskan bahasan tema yang dikemas dalam lokakarya sehari itu menghadirkan beragam unsur, mulai dari pemerintah, akademisi, dan praktisi pembangunan yang memiliki peran strategis di bidangnya masing-masing.
CIFOR adalah pusat penelitian kehutanan yang bermarkas di kawasan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Menurut Daniel Murdiyarso, selama ini isu mitigasi sudah mendapat perhatian yang luas dari masyarakat internasional maupun di tingkat nasional.
"Akan tetapi, untuk isu adaptasi tampaknya hampir dilupakan," kata pakar perubahan iklim CIFOR dan IPB itu didampingi Humas Cifor Budhy Kristanty.
Karena itu, kata dia, pihaknya bersama pemangku kepentingan lain ingin mengusulkan agar kegiatan adaptasi dapat dilakukan lebih konkret.
"Paling sedikit dapat disinergikan dengan kegiatan mitigasi yang selama ini telah berlangsung," katanya.
Dikemukakannya bahwa dalam lokakarya yang diselenggarakan CIFOR dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) itu, para pakar dan praktisi melihat pentingnya mengarusutamakan kegiatan adaptasi perubahan iklim di tengah-tengah hiruk pikuk mitigasi yang sedang "naik daun".
Untuk itu, kata dia, konsultasi dengan para pemangku kepentingan sangat diperlukan. "Dari lokakarya ini diharapkan akan muncul gagasan tentang strategi yang tepat dan perangkat yang sesuai untuk mengarusutamakan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam agenda pembangunan," katanya.
Fasilitasi
Sementara itu, Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI Prof Mien A Rifai menjelaskan posisi pihaknya dalam agenda-agenda pembangunan yang terjadi, termasuk seperti isu perubahan iklim, adalah memfasilitasi pemangku kepentingan terkait dalam isu yang sedang terjadi.
"Di luar isu perubahan iklim, AIPI, apakah diminta atau tidak, melakukan tugas-tugas mempertemukan para ilmuwan di bidangnya untuk nantinya dapat berupa saran, pendapat dan pertimbangan mengenai penguasaan pengembangan dan pemanfaatan Iptek kepada pemerintah," katanya.
Ia menambahkan, saat ini AIPI juga sedang menyiapkan fasilitas bagi isu perubahan kurikulum pendidikan yang sudah mencuat.
Sedangkan Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan/Bappenas Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Endah Murniningtyas mengatakan, perubahan iklim akan berdampak terhadap banyak sektor pembangunan, seperti pertanian, kehutanan, kesehatan, kelautan dan lainnya.
"Upaya mengurangi kerentanan sektor-sektor yang sensitif terhadap iklim masa depan merupakan tantangan besar bagi kita semua," katanya.
Negara-negara berkembang, kata dia, lebih rentang terhadap dampak perubahan iklim dibandingkan negara maju karena memiliki kapasitas yang lebih rendah untuk beradaptasi.
"Sekarang adalah waktu yang tepat bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk berusaha keras dalam mengarusutamakan adaptasi terhadap perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan," katanya.
(A035)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012