Jakarta (ANTARA Kalbar) - Deputi II Urusan Advokasi, Hukum, dan Politik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mina Susena Setra mengatakan masyarakat adat melalui kearifan lokal bisa mengelola sendiri hutannya.
"Contohnya pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Rumah Panjang Sungai Utik, Kapuas Hulu, Kalbar. Di sana semua komunitas mempunyai pengelolaan sendiri seperti mana wilayah untuk peladangan, berburu hingga hutan keramat," ujar Mina dalam diskusi "Melampaui Karbon: REDD+ Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan Sosial" di Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, Mina meyakini tidak perlu mengambil tata cara pengelolaan hutan dari luar negeri, karena masyarakat adat mempunyai tata cara pengelolaan hutan sendiri.
"Apa yang dilakukan oleh masyarakat adat sangat penting untuk Indonesia."
Dia mengatakan ke depannya pengelolaan hutan melalui masyarakat adat perlu mendapat tempat. Masyarakat adat perlu juga menunjukkan jati dirinya.
Direktur Jaringan Untuk Hutan (JAUH), Silverius Oscar Unggul, mengakui pengelolaan hutan di Tanah Air dilakukan dengan tidak lestari.
Pengelolaan hutan --dengan melibatkan masyarakat-- dapat dilakukan secara besar-besaran seperti yang dilakukan perusahaan kayu di Swedia, Sodra.
"Swedia yang hanya mempunyai luas hutan satu persen saja, bisa memproduksi 10 persen dari industri kayu dunia karena pengelolaan hutan rakyatnya yang sangat baik," ujar Silverius.
Silverius mengatakan ke depannya, perlu mencari kolaborasi yang baik dalam pengelolaan hutan.
(I025)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Contohnya pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Rumah Panjang Sungai Utik, Kapuas Hulu, Kalbar. Di sana semua komunitas mempunyai pengelolaan sendiri seperti mana wilayah untuk peladangan, berburu hingga hutan keramat," ujar Mina dalam diskusi "Melampaui Karbon: REDD+ Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan Sosial" di Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, Mina meyakini tidak perlu mengambil tata cara pengelolaan hutan dari luar negeri, karena masyarakat adat mempunyai tata cara pengelolaan hutan sendiri.
"Apa yang dilakukan oleh masyarakat adat sangat penting untuk Indonesia."
Dia mengatakan ke depannya pengelolaan hutan melalui masyarakat adat perlu mendapat tempat. Masyarakat adat perlu juga menunjukkan jati dirinya.
Direktur Jaringan Untuk Hutan (JAUH), Silverius Oscar Unggul, mengakui pengelolaan hutan di Tanah Air dilakukan dengan tidak lestari.
Pengelolaan hutan --dengan melibatkan masyarakat-- dapat dilakukan secara besar-besaran seperti yang dilakukan perusahaan kayu di Swedia, Sodra.
"Swedia yang hanya mempunyai luas hutan satu persen saja, bisa memproduksi 10 persen dari industri kayu dunia karena pengelolaan hutan rakyatnya yang sangat baik," ujar Silverius.
Silverius mengatakan ke depannya, perlu mencari kolaborasi yang baik dalam pengelolaan hutan.
(I025)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012