Kupang (Antara Kalbar) - Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni mengungkapkan dirinya nyaris disuap oleh perusahaan pencemar minyak di Laut Timor, PTTEP Australasia asal Thailand untuk tidak mengarahkan tuntutan ganti rugi kepada mereka.
"Saya pernah ditawari untuk tidak mengarahkan tuntutan ganti rugi kepada PTTEP Australasia yang bertanggungjawab penuh atas petaka pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya sumur minyak Montara pada 21 Agustus 2009, tetapi mengarahkan kepada sebuah perusahaan asuransi di Singapura yang mengasuransikan sumur minyak tersebut," kata Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu.
Tanoni yang juga pemerhati masalah Laut Timor mengemukakan hal ini kepada pers menanggapi pangaduan Ocean Watch Indonesia (OWI) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang adanya dugaan kemungkinan telah terjadi praktik gratifikasi dalam penyelesaian tuntutan ganti rugi pencemaran Laut Timor.
"Sekitar Maret 2011, saya pernah ditemui orang dari Jakarta yang memiliki hubungan dengan Singapura, meminta agar tuntutan klaim ganti rugi pencemaran Laut Timor tidak diarahkan kepada PTTEP Australasia, tetapi ditujukan kepada sebuah perusahaan asuransi di Singapura yang mengasuransikan sumur minyak Montara itu," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, kata mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu, dirinya ditawari untuk berkolaborasi dalam penyelesaian petaka pencemaran Laut Timor sambil menyodorkan sebuah konsep surat kuasa untuk ditandatangani.
"Mereka meminta surat kuasa dari saya, karena YPTB merupakan satu-satunya institusi dari Indonesia yang mengajukan secara resmi pengaduan kepada Komisi Penyelidik Montara bentukan pemerintah Australia dan dinyatakan memenuhi syarat," kata Ferdi Tanoni.
"Dan hal ini merupakan syarat mutlak dari perusahaan asuransi untuk bisa membayarkan klaim ganti rugi. Maka dengan segala macam cara pihak PTTEP Australasia berusaha untuk menyogok saya," penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" ini
Ia menjelaskan surat kuasa yang diminta untuk ditandatangani itu intinya agar dirinya memberikan kuasa sepenuhnya kepada mereka untuk melakukan tuntutan ganti rugi atas petaka pencemaran minyak di Laut Timor dan sebagai imbalannya, dirinya ditawari uang antara 3-5 juta dolar AS atau berkisar antara Rp27-45 miliar.
"Saya dengan tegas menolak tawaran tersebut, karena yang bertanggungjawab penuh dalam kasus pencemaran di Laut Timor adalah PTTEP Australasia, bukan perusahaan asuransi dari Singapura tersebut," katanya dan menegaskan dirinya dapat menyelesaikan kasus tersebut dengan menggunakan hasil laporan dan rekomendasi dari Komisi Penyelidik Montara bentukan pemerintah federal Australia.
Tanoni mengatakan, dirinya sempat mengajak mereka untuk bersama-sama membantu rakyat korban guna menuntut klaim ganti rugi terhadap pihak-pihak yang bertanggungjawab, namun mereka tolak tawaran tersebut dan menganggap dirinya terlalu idealis.
Bagi dia, perjuangan di Laut Timor sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehari-hari sejak disuarakannya 15 tahun yang lalu sehingga harus menyikapinya dengan penuh tanggungjawab, karena masalah pencemaran tersebut adalah sebuah faktor kebetulan semata.
"Saya sudah menyampaikan semua persoalan tersebut kepada Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (Timnas PKDTML) Freddy Numberi pada Juli 2011, ketika saya diundang untuk ditawari menjadi bagian dari Tim Advokasi Pencemaran Laut Timor bentukannya. Namun, saya menolak untuk bergabung, karena sudah terjadi perbedaan persepsi yang tajam," demikian Tanoni.
(T.L003/I006)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Saya pernah ditawari untuk tidak mengarahkan tuntutan ganti rugi kepada PTTEP Australasia yang bertanggungjawab penuh atas petaka pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya sumur minyak Montara pada 21 Agustus 2009, tetapi mengarahkan kepada sebuah perusahaan asuransi di Singapura yang mengasuransikan sumur minyak tersebut," kata Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu.
Tanoni yang juga pemerhati masalah Laut Timor mengemukakan hal ini kepada pers menanggapi pangaduan Ocean Watch Indonesia (OWI) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang adanya dugaan kemungkinan telah terjadi praktik gratifikasi dalam penyelesaian tuntutan ganti rugi pencemaran Laut Timor.
"Sekitar Maret 2011, saya pernah ditemui orang dari Jakarta yang memiliki hubungan dengan Singapura, meminta agar tuntutan klaim ganti rugi pencemaran Laut Timor tidak diarahkan kepada PTTEP Australasia, tetapi ditujukan kepada sebuah perusahaan asuransi di Singapura yang mengasuransikan sumur minyak Montara itu," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, kata mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu, dirinya ditawari untuk berkolaborasi dalam penyelesaian petaka pencemaran Laut Timor sambil menyodorkan sebuah konsep surat kuasa untuk ditandatangani.
"Mereka meminta surat kuasa dari saya, karena YPTB merupakan satu-satunya institusi dari Indonesia yang mengajukan secara resmi pengaduan kepada Komisi Penyelidik Montara bentukan pemerintah Australia dan dinyatakan memenuhi syarat," kata Ferdi Tanoni.
"Dan hal ini merupakan syarat mutlak dari perusahaan asuransi untuk bisa membayarkan klaim ganti rugi. Maka dengan segala macam cara pihak PTTEP Australasia berusaha untuk menyogok saya," penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" ini
Ia menjelaskan surat kuasa yang diminta untuk ditandatangani itu intinya agar dirinya memberikan kuasa sepenuhnya kepada mereka untuk melakukan tuntutan ganti rugi atas petaka pencemaran minyak di Laut Timor dan sebagai imbalannya, dirinya ditawari uang antara 3-5 juta dolar AS atau berkisar antara Rp27-45 miliar.
"Saya dengan tegas menolak tawaran tersebut, karena yang bertanggungjawab penuh dalam kasus pencemaran di Laut Timor adalah PTTEP Australasia, bukan perusahaan asuransi dari Singapura tersebut," katanya dan menegaskan dirinya dapat menyelesaikan kasus tersebut dengan menggunakan hasil laporan dan rekomendasi dari Komisi Penyelidik Montara bentukan pemerintah federal Australia.
Tanoni mengatakan, dirinya sempat mengajak mereka untuk bersama-sama membantu rakyat korban guna menuntut klaim ganti rugi terhadap pihak-pihak yang bertanggungjawab, namun mereka tolak tawaran tersebut dan menganggap dirinya terlalu idealis.
Bagi dia, perjuangan di Laut Timor sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehari-hari sejak disuarakannya 15 tahun yang lalu sehingga harus menyikapinya dengan penuh tanggungjawab, karena masalah pencemaran tersebut adalah sebuah faktor kebetulan semata.
"Saya sudah menyampaikan semua persoalan tersebut kepada Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (Timnas PKDTML) Freddy Numberi pada Juli 2011, ketika saya diundang untuk ditawari menjadi bagian dari Tim Advokasi Pencemaran Laut Timor bentukannya. Namun, saya menolak untuk bergabung, karena sudah terjadi perbedaan persepsi yang tajam," demikian Tanoni.
(T.L003/I006)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013