Jeddah (Antara Kalbar) -Indonesia bakal mengalami kesulitan dalam penyelenggaraan haji beberapa tahun ke depan, karena pemerintah Arab Saudi sudah mengeluarkan surat edaran yang menetapkan bahwa kantor misi haji Indonesia tak dibenarkan lagi menggunakan kata misi haji Indonesia.

Selama ini kantor misi haji Indonesia atau yang dikenal Teknis Urusan Haji selalu berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri melalui Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Ke depan, sudah harus dipisah, kata Kepala Staf Teknis Urusan Haji pada KJRI Jeddah, M. Syairozi Dimyati dalam percakapan dengan ANTARA di Jeddah, baru-baru ini.

Surat Edaran (SE) tentang aturan itu sudah diterima dan sudah disampaikan kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu dan Menteri Agama Suryadharma Ali.

Konsekuensi dari pelarangan menggunakan istilah misi itu, lanjut dia, adalah sekitar 153 kendaraan operasional haji yang menggunakan plat nomor kendaraan atas nama KJRI tidak dibenarkan lagi beroperasi. Pihak otoritas setempat sudah memberikan teguran agar kendaraan tersebut segera diurus dan segera "diputihkan".

Semua yang menggunakan terminologi misi dan selama ini melekat dengan penyelenggaraan haji tidak dibenarkan lagi untuk digunakan. Jika ingin menggunakan kendaraan, menurut Syairozi, harus dilakukan dengan cara menyewa dan supirnya pun harus orang setempat.

"Ini jelas menyulitkan kita," kata Syairozi Dimyati.

    
Kendaraan

Terkait dengan surat edaran itu, disebutkan pula kendaraan operasional untuk kesehatan pun tak dibenarkan lagi mengatasnamakan misi haji. Termasuk ambulansnya. Jika ingin menggunakan ambulans, pemerintah setempatlah yang menyiapkan.

Untuk penyelenggaraan ibadah haji, kata dia, Pemerintah Arab Saudi memang secara berkelanjutan melakukan perbaikan. Banyak pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya, sekurangnya 17 kementerian di negara itu. Mulai 2013, kebijakan penyelenggaraan haji diubah dan kementerian haji setempat akan berkoordinasi dengan setiap negara Muslim.

Meski begitu,  kementerian lain di negara itu juga berperan. Mulai kementerian PU hingga Dalam Negeri. Karena itu pula kata misi harus dihapus karena misi haji bukan termasuk urusan diplomasi.

Surat edaran lain yang juga terkait dengan penyelenggaraan haji ke depan adalah pengaturan tentang pemondokan. Rancangan Undang-Undang yang mengatur pemondokan haji di negeri itu sudah disahkan. Bunyinya mengatur bahwa pemondokan ke depan akan diatur oleh muasasah.

Muasasah memegang peranan penting untuk menentukan Jemaah haji dari suatu negara berada di lokasi mana. Artinya, otoritas jarak jauh/dekat Masjidil Haram yang mentukan adalah muasasah. Dengan demikian, katanya, ke depan, tim perumahan yang melakukan perundingan untuk mendapatkan pondokan terdekat seperti yang dilakukan selama ini.
"Semua itu perlu antisipasi," katanya.

Pihak TUH hingga kini masih terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama di Jakarta untuk mencari solusi yang terbaik.

"Kita ingin agar perlakuan itu tak dilakukan secara serentak. Maunya secara bertahap mengingat Jemaah haji Indonesia termasuk yang terbesar setiapa tahunnya," ia menjelaskan.

(E001/A011)

Pewarta: Eddie Supriyatna Syafei

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013