Surabaya (Antara Kalbar) - Museum "House of Sampoerna" (HoS) mengajak masyarakat Surabaya untuk menelusuri sejarah perkembangan masyarakat Tionghoa di Surabaya melalui program tematik tur "Surabaya Heritage Track" (SHT) bertajuk "Lunar Track" yang diadakan setiap hari Selasa-Minggu pada 5 Februari-3 Maret 2013.
"Ajakan kami itu untuk lebih mengenal makna simbolis dalam tradisi perayaan Imlek serta sejarah perkembangan peradaban masyarakat Tionghoa di Surabaya, beserta bangunan peribadatannya," kata Manajer Museum 'House of Sampoerna' Surabaya Rani Anggraini di Surabaya, Selasa.
Pada tur hari Selasa-Kamis, perjalanan "trackers" (para penelusur) akan menempuh rute yang dimulai dengan mengunjungi Klenteng "Hok Ang Kiong" yang berdiri sejak tahun 1830 dan merupakan klenteng Tri Dharma tertua di Surabaya.
Saat momen Imlek, umat Tri Dharma (Taoisme, Konghuchu dan Budha) melakukan perayaan Bwee Gee, yakni menggelar sembahyang sebagai ungkapan syukur terhadap bumi sekaligus memohon kesejahteraan, kesehatan, serta mendoakan bangsa dan negara agar menghargai keberagaman dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Dari klenteng, para penelusur akan melacak dan berbelanja berbagai pernak pernik khas Tionghoa di Pasar Atom, sebuah pusat komoditas di Jalan Bunguran, Surabaya.
Di pasar yang awal mulanya merupakan pasar sederhana yang berdiri di tepian Sungai Pegirian pada tahun 1950-an itu, para penelusur dapat menjumpai berbagai perlengkapan sembahyang, misalnya patung, dupa, kertas angpao, lampion.
"Di pasar itu juga ada sentra kuliner khas Tionghoa seperti kue keranjang, bakcang, pia, dan sebagainya," paparnya.
Lain halnya dengan rute tur di hari Jumat-Minggu, para penelusur akan mengawali perjalanannya dengan berkunjung ke Pabrik Bakcang Surabaya Cap Jempol. Pabrik ini didirikan sekitar tahun 1970-an oleh Liem Bing Khoey dan istrinya yang bernama Ninik.
Meski tidak disajikan selama perayaan Imlek, bakcang merupakan penganan yang wajib ada saat perayaan Duanwu Jie, yang dikenal dengan sebutan Festival Peh Cun oleh etnis Tionghoa - Surabaya.
"Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek (sekitar bulan Juni) sebagai bentuk penghormatan terhadap Qu Yuan, sastrawan sekaligus menteri yang terpercaya dan setia dari Kerajaan Chu," tuturnya.
Setelah mempelajari proses produksi bakcang, para penelusur akan mengunjungi Klenteng "Hong San Ko Tee" yang merupakan tempat peribadatan bagi umat Tri Dharma.
Keunikan klenteng yang dibangun pada 24 September 1919 oleh Jap Liang Sing itu tampak dari keberadaan altar khusus untuk memuja Dewi Sri, yakni dewi padi bagi masyarakat Jawa penganut Kejawen.
"Dari Pasar Atom yang menjadi tujuan berikutnya, para trackers akan diajak kembali ke House of Sampoerna," ujarnya.
Ia menambahkan tur tematik SHT diselenggarakan pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan berbagai bangunan kuno yang menarik, serta memiliki nilai sejarah di Surabaya. "Tur SHT dapat dinikmati oleh wisatawan secara cuma-cuma, namun mendapat pengetahuan dan pengalaman baru tentang cagar budaya di Kota Pahlawan," katanya.
(C004)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Ajakan kami itu untuk lebih mengenal makna simbolis dalam tradisi perayaan Imlek serta sejarah perkembangan peradaban masyarakat Tionghoa di Surabaya, beserta bangunan peribadatannya," kata Manajer Museum 'House of Sampoerna' Surabaya Rani Anggraini di Surabaya, Selasa.
Pada tur hari Selasa-Kamis, perjalanan "trackers" (para penelusur) akan menempuh rute yang dimulai dengan mengunjungi Klenteng "Hok Ang Kiong" yang berdiri sejak tahun 1830 dan merupakan klenteng Tri Dharma tertua di Surabaya.
Saat momen Imlek, umat Tri Dharma (Taoisme, Konghuchu dan Budha) melakukan perayaan Bwee Gee, yakni menggelar sembahyang sebagai ungkapan syukur terhadap bumi sekaligus memohon kesejahteraan, kesehatan, serta mendoakan bangsa dan negara agar menghargai keberagaman dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Dari klenteng, para penelusur akan melacak dan berbelanja berbagai pernak pernik khas Tionghoa di Pasar Atom, sebuah pusat komoditas di Jalan Bunguran, Surabaya.
Di pasar yang awal mulanya merupakan pasar sederhana yang berdiri di tepian Sungai Pegirian pada tahun 1950-an itu, para penelusur dapat menjumpai berbagai perlengkapan sembahyang, misalnya patung, dupa, kertas angpao, lampion.
"Di pasar itu juga ada sentra kuliner khas Tionghoa seperti kue keranjang, bakcang, pia, dan sebagainya," paparnya.
Lain halnya dengan rute tur di hari Jumat-Minggu, para penelusur akan mengawali perjalanannya dengan berkunjung ke Pabrik Bakcang Surabaya Cap Jempol. Pabrik ini didirikan sekitar tahun 1970-an oleh Liem Bing Khoey dan istrinya yang bernama Ninik.
Meski tidak disajikan selama perayaan Imlek, bakcang merupakan penganan yang wajib ada saat perayaan Duanwu Jie, yang dikenal dengan sebutan Festival Peh Cun oleh etnis Tionghoa - Surabaya.
"Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek (sekitar bulan Juni) sebagai bentuk penghormatan terhadap Qu Yuan, sastrawan sekaligus menteri yang terpercaya dan setia dari Kerajaan Chu," tuturnya.
Setelah mempelajari proses produksi bakcang, para penelusur akan mengunjungi Klenteng "Hong San Ko Tee" yang merupakan tempat peribadatan bagi umat Tri Dharma.
Keunikan klenteng yang dibangun pada 24 September 1919 oleh Jap Liang Sing itu tampak dari keberadaan altar khusus untuk memuja Dewi Sri, yakni dewi padi bagi masyarakat Jawa penganut Kejawen.
"Dari Pasar Atom yang menjadi tujuan berikutnya, para trackers akan diajak kembali ke House of Sampoerna," ujarnya.
Ia menambahkan tur tematik SHT diselenggarakan pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan berbagai bangunan kuno yang menarik, serta memiliki nilai sejarah di Surabaya. "Tur SHT dapat dinikmati oleh wisatawan secara cuma-cuma, namun mendapat pengetahuan dan pengalaman baru tentang cagar budaya di Kota Pahlawan," katanya.
(C004)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013