Tidak tersangkal lagi peristiwa pemboman marathon di kota Boston, Amerika Serikat, menjadi pusat perhatian dunia saat ini.

Kendati fakta menyatakan bahwa meledaknya sebuah pabrik di Texas, atau serangan bom robot Amerika Serikat di daerah-daerah terpencil di Pakistan atau Afghanistan, ternyata menimbulkan korban sipil, anak-anak dan kaum wanita, dengan jumlah yang jauh lebih besar.

Kenyataannya, di media massa dunia, khususnya di Amerika Serikat (AS)dan Barat pada umumnya terfokus pada peristiwa Boston.

Pada waktu sama, hampir seluruh pemimpin dunia, termasuk pemimpin agama Islam menyampaikan kutukan atas peristiwa pemboman marathon di kota Boston itu.

Berbagai reaksi juga datang dari semua pihak, termasuk para aktivis Muslim, bloggers, maupun berbagai ekspresi yang ada di status facebook, twitter dan berbagai media sosial lainnya. Salah seorang di antara mereka bahkan menuliskan sebuah artikel dengan judul Ya Allah, semoga saja pelakunya bukan beragama Islam.

Semua ini menggambarkan betapa komunitas Muslim di AS sangat mengkhawatirkan terjadi "backlash negatif" atas persitiwa tersebut terhadap masyarakat Muslim Amerika.

Ada sebagian pihak, baik di kalangan umat Islam maupun non Muslim, mengira bahwa setiap kali ada peristiwa kekerasan seperti bom Boston, penembakan di Markas tentara AS (Army Base) Texas, dan semacamnya, sama sekali tidak memiliki dampak buruk kepada masyarakat Muslim.

Bahkan sebaliknya ada yang mengira bahwa komunitas Muslim justru bertepuk tangan dengan peristiwa-peristiwa tersebut.

Padahal sebaliknya adalah bahwa kejadian bom Boston dan semacamnya yang terjadi sebelumnya justru menjadikan umat ini berada pada posisi yang paling buruk.

Dengan kata lain, sebenarnya peristiwa seperti itu membawa dampak buruk yang jauh lebih besar dibandignkan kepada masyarakat lainnya.

Kenapa demikian? Beberapa alasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut pertama, oleh karena Muslim telah menjadi bagian integral dari negara Amerika Serikat, maka apa saja yang terjadi di negara ini, baik atau buruk juga berdampak secara langsung kepada masyarakat Muslim.

Konsekwensi dari sebuah peristiwa akan secara langsung juga dialami oleh masyarakat Muslim Amerika sebagaimana masyarakat AS lainnya.

Ambillah misalnya dampak krisis ekonomi pasca 11 September, di mana terjadi kenaikan drastis pengangguran di kalangan masyarakat Muslim AS.

Hal ini tentunya berdampak langsung kepada pengelolahan masjid-masjid, sekolah-sekolah Islam, dan berbagai institusi Islam lainnya yang memang bertumpu sepenuhnya kepada kontribusi masyarakat Muslim sendiri.

Kedua, bagi seseorang yang sadar agama dan apalagi memahami Islam yang sesungguhnya, akan terasa menyakitkan ketika agama Islam dijadikan, atau dipandang sebagai sumber kekerasan seperti ini.

Pengalaman pribadi saya juga mengajarkan ternyata "perasaan" tahu dan memang "mengetahui" agama itu jauh berbeda.

Masih ingat, ketika tamat dari pesantren dan bahkan ketika telah kuliah di universitas Islam, ada perasaan telah memahami agama ini. Bahkan cenderung merasa menguasai segala sesuatu berkenaan dengan agama ini.

Kenyataannya, setelah semakin dewasa dan semakin banyak makan garam dengan pergaulan antar manusia, tentunya juga semakin memperluas pencarian, dan yang terpenting semakin mendalami hal-hal yang selama ini dianggap sebagai basis pemahaman terhadap Islam, semakin pula sadar bahwa ternyata ilmu yang dimiliki selama ini terlalu tipis.

Kenyataan ini menjadikan hati teriris ketika Islam dijadikan, atau minimal dianggap sebagai justifikasi kekerasan dan terrorisme.

Para teroris dan juga para penuduh boleh saja justeru bahagia dengan prilaku mereka yang merampok agama ini sebagai pembenaran terorisme. Tapi bagi kami yang sadar dan paham agama Islam dengan wajah yang sesungguhnya justeru tersakiti tanpa mereka sadari.

Ketiga, bahwa setiap kali ada aktifitas terorisme yang kemudian dikaitkan dengan Islam dan Muslim, mau atau tidak, seolah semua orang Islam harus atau dipaksa (oleh suasan sosial dan media) untuk ikut menjadi pelaku.  

Media massa dan para komentator, yang mayoritasnya tidak tahu sama sekali Islam, membombardir masyarakat luas dengan berbagai konsep atau istilah-istilah yang memaksa seolah orang-orang Islam, apapun latar belakangnya harus ikut bertanggung jawab atas terjadinya kejadian terorisme itu.

Tanpa disadari pula terkadang mata orang-orang di sekitar akan memandang teman-teman Muslim di sekitarnya dengan pandangan yang mencurigai. Bahkan lebih jauh, tanpa sadar pula, sebagian umat ini ikut merasa bersalah atas kejadian itu tanpa tahu sebab musababnya.

Kesimpulannya, anggapan bahwa masyarakat Muslim, khususnya yang di AS dan Barat secara umum tidak menjadi korban atas kekerasan yang dilakukan oknum Muslim, baik atas nama Islam atau tidak, adalah keliru. Sebaliknya justru masyarakat Muslim adalah korban berlipat ganda atas berbagai aksi kekerasan yang terjadi itu.

Akhir kata, dalam dunia yang semakin mengglobal dan menyempit ini, tidak ada jalan lain dalam upaya menyelamatkan dunia kita kecuali bergandengan tangan, bersama-sama membangun dan memajukan dunia ini menjadi tempat yang lebih kondusif lagi bagi semua manusia.

Permasalahan dunia kita menjadi lebih lebih rumit karena tabiat kehidupan manusia yang semakin rumit pula. Kehidupan yang semakin terbuka, meruntuhkan dinding-dinding pembatas di antara kita, juga menjadikan tiada lagi rahasia di antara kita.

Sebagaimana Al-Quran mengajarkan "kekeluargaan manusiawi" seharusnya dunia kita harus diselamat bersama-sama secara kekeluargaan pula.  

*) Direktur Jamaica Islamic Center dan Imam Mesjid Indonesia di New York

Pewarta: M. Shamsi Ali*

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013