Solo (Antara Kalbar) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, mengatakan, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan bekerja sama dengan kelompok PKK dalam penguatan keluarga sebagai konsep untuk perlindungan anak terhadap kasus kekerasan.

"Kami sekarang justru banyak menerima laporan tentang kekerasan yang terjadi antaranak sendiri," kata Linda Amalia Sari Gumelar usai membuka acara "Rotary International D3420 Conference 2013 di Hotel Lorin Surakarta, Jawa Tengah, Jumat.

Menurut dia, hal tersebut terjadi akibat perkembangan tehnologi yang begitu maju, anak-anak juga kurang dikawal oleh keluarga, sehingga mereka mendapatkan informasi dari media sosial.  
    
Oleh karena itu, pihaknya melakukan kerja sama kelompok PKK di antaranya, penguatan keluarga yang paling penting dengan konsep Kota Layak Anak seperti yang sudah dikembangkan di Kota Surakarta.

"Kami juga akan melalui tingkat RT dan RW untuk lebih peduli kepada lingkungannya, sebagai antisipasi perlindungan anak," katanya.

Menurut dia, permasalahan kekerasan terhadap anak-anak memang seperti fenomena gunung es, kesannya di atas sangat kecil tetapi di bawah sangat besar. Hal itu, baru dua tahun terakhir ini menjadi perhatian masyarakat tentang perlindungan anak.

Permasalahan banyak di kabupaten, kota, dan provinsi di Indonesia pada eranya otonomi daerah ini, kata dia, klomen klaturnya belum diubah atau ditambah, dan mungkin hanya pemberdayaan perempuan dan KB. Seharusnya perlindungan anaknya dimunculkan, sehingga anggaran bisa ditingkatkan.

Oleh karena itu, program perlindungan anak tidak terjamin karena anggarannya belum kuat atau diutamakan di setiap daerah, ujarnya.

Namun, pihaknya sudah membicarakan dengan Menteri Dalam Negeri tentang perlindungan anak tersebut. Karena, Mendagri juga akan berkaitan rancangan Undang Undang daerah yang dalam proses, dan kemudian akan muncul peraturan pemerintah.        
     
Menurut dia, kadang-kadang banyak pejabat di daerah tidak paham soal urusan perempuan dan anak, sehingga masalahnya dimasukkan di bagian dinas sosial.

Padahal, urusan perempuan dan anak tersebut di lintas sektor, ada di Dikbud, Agama, Kesehatan, PU, Kumham atau anak berhadapan dengan hukum. Seharusnya jangan dimasukkan dalam satuan Kerja Perangkat Daerah yang teknis, tetapi harus berdiri sendiri.  
    
Linda Amalia Sari Gumelar menjelaskan dalam pelaksanaan pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Indonesia masih banyak tantangan serta kendala yang dihadapi. Antara lain, masih tingginya angka pernikahan dini, angka kematian bayi, dan Balita atau ada 34 anak per 100 ribu kelahiran.

Selain itu, angka kematian ibu melahirkan mencapai 228 orang per 100 ribu melahirkan, akses terhadap anak, baik yang diperdagangan maupun yang dieksploitasi, dan rendahnya partisipasi perempuan dalam proses pembangunan.

(Kaswir)   

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013