Jakarta (Antara Kalbar) - Hasil penelitian Victory Proyek menyebutkan bahwa sebanyak 45
persen obat PDE5 Inhibitor (Phospodiesterase tipe 5 Inhinitor) di
Indonesia adalah palsu.
Hasil penelitian ini disampaikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) di Jakarta, Kamis.
Ketua MIAP, Widyaretna mengatakan, penelitian ini dilakukan karena khawatir obat palsu itu mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan penggunanya karena dibuat tidak sesuai dengan standar.
Victory Proyek didirikan bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana masalah produk obat palsu khususnya produk PDE5 Inhibitor (Sildenafil) yang juga dikenal sebagai obat terapi disfungsi ereksi.
Widyaretna menambahkan, pemalsuan obat merupakan masalah yang dihadapi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.
"Target pemalsuan tidak hanya pada obat dengan merek tertentu tetapi semua jenis obat dapat menjadi target pemalsuan, baik obat bermerek maupun obat generik," ujarnya.
Di Indonesia, kata dia, obat palsu bisa masuk melalui penyelundupan dan impor ilegal termasuk obat-obatan tanpa izin edar atau diproduksi di Indonesia oleh produsen-produsen ilegal.
Hal ini merupakan persoalan yang berbahaya dan serius untuk ditangani oleh semua pihak pemangku kepentingan.
Menurut Widyretna, obat-obatan yang sering dipalsukan di Indonesia terkait dengan terapi disfungsi ereksi yang dikenal PDE5 Inhibitor menjadi salah satu dari obat yang juga dipalsukan.
"Hasil riset Victory Proyek yang mengambil sample 518 jumlah tablet dari 157 outlet (toko) menunjukkan tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45 persen," ujarnya.
Ia mengatakan, yang menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDE5i yang dijual oleh penjual pinggir jalan yang 100 persen palsu, sedangkan dari toko obat sebanyak 56 persen palsu.
Kemudian lewat situs Internet 33 persen palsu dan di Apotik dengan prosentase terendah sekitar 13 persen palsu.
Berdasarkan wilayah penelitian, menurut dia, di wilayah jabodetabek dan Jawa Timur ditemukan sejumlah obat palsu jenis ini mencapai 50 persen, di Bandung dan Medan masing-masing 18 persen dan 20 persen.
Ia mengungkapkan Riset Victory Proyek dilakukan di empat wilayah di Indonesia meliputi jabodetabek, Bandung, Jawa Timur (Surabaya dan Malang) serta Medan dengan sampel obat yang dibeli adalah Sildenafil lewat berbagai outlet penjualan apotik, toko obat, penjual pinggir jalan.
"Hasil riset ini menggambarkan bahwa kewaspadaan terhadap peredaran obat palsu perlu diperhatikan lebih baik lagi oleh semua kalangan," ujarnya.
Ia mengingatkan, pasien agar selalu mengupayakan untuk membeli obat-obatan hanya di tempat-tempat resmi.
"Para konsumen pembeli obat juga harus cermat dalam membeli obat, jika ada keraguan terhadap keaslian obat, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter, apoteker atau langsung ke produsen pembuat obat dan juga menyampaikan ke pihak berwenang," katanya.
Widyaretna meminta, semua pihak untuk bersama-sama melindungi masyarakat dari bahaya peredaran obat palsu, karena perang terhadap obat tersebut merupakan tanggung jawab bersama dari berbagai pihak.
"Pihak otoritas atau pemerintah perusahaan obat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perlu bahu membahu dan melakukan edukasi kepada masyarakat terhadap resiko dan dampat obat palsu tersebut," kata dia.
Sementara itu, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ( FKUI), Melva Louisa mengatakan, obat-obatan palsu tidak hanya berakibat dan menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat, tetapi secara ekonomi juga merugikan masyarakat dan berdampak terhadap ekonomi nasional.
"Dari sisi kesehatan sudah tentu obat palsu yang didalamnya mungkin mengandung zat berbahaya atau tidak dibuat sesuai dengan takarannya," katanya.
Jadi hasil riset itu, katanya, merupakan salah satu bentuk peringatan kepada berbagai pihak akan masalah obat palsu agar semuanya dapat mengambil langkah dalam memerangi obat palsu tersebut.
Sekretaris Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Nurul Falah EP mengatakan, IAI mendukung perang terhadap obat palsu.
Ia mengatakan peran aktif para apoteker dalam perang melawan obat palsu ini adalah memastikan bahwa obat yang disediakan di apotik dibeli dari distributor resmi dan jangan ragu untuk melaporkan kecurigaan terhadap obat yang diterimanya.
(A063/KWR)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Hasil penelitian ini disampaikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) di Jakarta, Kamis.
Ketua MIAP, Widyaretna mengatakan, penelitian ini dilakukan karena khawatir obat palsu itu mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan penggunanya karena dibuat tidak sesuai dengan standar.
Victory Proyek didirikan bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana masalah produk obat palsu khususnya produk PDE5 Inhibitor (Sildenafil) yang juga dikenal sebagai obat terapi disfungsi ereksi.
Widyaretna menambahkan, pemalsuan obat merupakan masalah yang dihadapi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.
"Target pemalsuan tidak hanya pada obat dengan merek tertentu tetapi semua jenis obat dapat menjadi target pemalsuan, baik obat bermerek maupun obat generik," ujarnya.
Di Indonesia, kata dia, obat palsu bisa masuk melalui penyelundupan dan impor ilegal termasuk obat-obatan tanpa izin edar atau diproduksi di Indonesia oleh produsen-produsen ilegal.
Hal ini merupakan persoalan yang berbahaya dan serius untuk ditangani oleh semua pihak pemangku kepentingan.
Menurut Widyretna, obat-obatan yang sering dipalsukan di Indonesia terkait dengan terapi disfungsi ereksi yang dikenal PDE5 Inhibitor menjadi salah satu dari obat yang juga dipalsukan.
"Hasil riset Victory Proyek yang mengambil sample 518 jumlah tablet dari 157 outlet (toko) menunjukkan tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45 persen," ujarnya.
Ia mengatakan, yang menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDE5i yang dijual oleh penjual pinggir jalan yang 100 persen palsu, sedangkan dari toko obat sebanyak 56 persen palsu.
Kemudian lewat situs Internet 33 persen palsu dan di Apotik dengan prosentase terendah sekitar 13 persen palsu.
Berdasarkan wilayah penelitian, menurut dia, di wilayah jabodetabek dan Jawa Timur ditemukan sejumlah obat palsu jenis ini mencapai 50 persen, di Bandung dan Medan masing-masing 18 persen dan 20 persen.
Ia mengungkapkan Riset Victory Proyek dilakukan di empat wilayah di Indonesia meliputi jabodetabek, Bandung, Jawa Timur (Surabaya dan Malang) serta Medan dengan sampel obat yang dibeli adalah Sildenafil lewat berbagai outlet penjualan apotik, toko obat, penjual pinggir jalan.
"Hasil riset ini menggambarkan bahwa kewaspadaan terhadap peredaran obat palsu perlu diperhatikan lebih baik lagi oleh semua kalangan," ujarnya.
Ia mengingatkan, pasien agar selalu mengupayakan untuk membeli obat-obatan hanya di tempat-tempat resmi.
"Para konsumen pembeli obat juga harus cermat dalam membeli obat, jika ada keraguan terhadap keaslian obat, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter, apoteker atau langsung ke produsen pembuat obat dan juga menyampaikan ke pihak berwenang," katanya.
Widyaretna meminta, semua pihak untuk bersama-sama melindungi masyarakat dari bahaya peredaran obat palsu, karena perang terhadap obat tersebut merupakan tanggung jawab bersama dari berbagai pihak.
"Pihak otoritas atau pemerintah perusahaan obat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perlu bahu membahu dan melakukan edukasi kepada masyarakat terhadap resiko dan dampat obat palsu tersebut," kata dia.
Sementara itu, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ( FKUI), Melva Louisa mengatakan, obat-obatan palsu tidak hanya berakibat dan menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat, tetapi secara ekonomi juga merugikan masyarakat dan berdampak terhadap ekonomi nasional.
"Dari sisi kesehatan sudah tentu obat palsu yang didalamnya mungkin mengandung zat berbahaya atau tidak dibuat sesuai dengan takarannya," katanya.
Jadi hasil riset itu, katanya, merupakan salah satu bentuk peringatan kepada berbagai pihak akan masalah obat palsu agar semuanya dapat mengambil langkah dalam memerangi obat palsu tersebut.
Sekretaris Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Nurul Falah EP mengatakan, IAI mendukung perang terhadap obat palsu.
Ia mengatakan peran aktif para apoteker dalam perang melawan obat palsu ini adalah memastikan bahwa obat yang disediakan di apotik dibeli dari distributor resmi dan jangan ragu untuk melaporkan kecurigaan terhadap obat yang diterimanya.
(A063/KWR)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013