Jakarta (Antara Kalbar) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, mengatakan bahwa poin-poin peraturan di dalam RUU Ormas lebih lunak daripada UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas.

"RUU Ormas ini sudah sangat 'soft' daripada (UU) yang sekarang dan di dalamnya juga sudah mengakomodir apa yang menjadi aspirasi tokoh-tokoh ormas," kata Gamawan ketika berbincang dengan wartawan di Kantor Kemdagri di Jakarta, Rabu.

Jika di UU Nomor 8 Tahun 1985 pasal 2 disebutkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas, maka di RUU itu ormas diperbolehkan berlandaskan asas selain Pancasila.

Selain itu, dengan adanya Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang wajib dimiliki oleh setiap ormas di Tanah Air, Pemerintah dapat turut membantu mengembangkan program kerja ormas sesuai dengan bidangnya.

Ormas-ormas di daerah juga dapat menjalankan program kegiatannya dengan peran bantuan pemda setempat jika telah melaporkan program serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

"Beban organisasi itu hanya program kerja, kalau kewajiban AD/ART itu bertujuan agar pembinaannya jelas," tambahnya.

Terkait pengaturan keuangan ormas, Mendagri mengatakan ormas hanya perlu melaporkan keuangannya secara terbuka sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas sebuah organisasi.

"Jumlah uang yang ada di ormas itu tidak dibatasi, hanya yang menjadi masalah adalah dibukanya laporan keuangan mereka. Pemerintah menerima uang dari Negara bisa dipertanggungjawabkan, masa ormas menerima bantuan dana tidak mau diaudit," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Setara Institute Benny Susetyo mengatakan untuk mewujudkan dan mengatasi pelanggaran terkait transparansi dan akuntabilitas ormas dalam hal keuangan, itu sudah diatur oleh UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Pencucian Uang.

"Jika berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dianggap tidak cukup atau tidak efektif, maka seharusnya peraturan perundang-undangan tersebut yang direvisi," kata Romo Benny.

Lebih lanjut Romo Benny mengatakan UU Ormas itu hanya akan mengebiri keberadaan ormas, sementara UU Perkumpulan diperlukan karena Indonesia, sebagai Negara demokratis, memerlukan paradigma kesetaraan.

Publik justru terjebak pasal per pasal di dalam RUU Ormas yang secara konseptual tidak menjunjung fungsi ormas sebagai kekuatan masyarakat sipil dalam membangun demokrasi.

"Justru jebakannya di sana, padahal pasal itu bermasalah karena paradigma yang keliru sejak awal UU Ormas itu dibentuk," ujarnya.

(Yuniardi)

Pewarta: Fransiska Ninditya

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013