Yogyakarta (Antara Kalbar) - Badan Dunia bidang Populasi dan Kependudukan (UNFPA) menyatakan bahwa masalah kehamilan pada remaja harus segera diatasi karena dapat menghambat pembangunan suatu bangsa.
"Harga yang ditanggung dari kehamilan remaja adalah hilangnya potensi termasuk pendidikan yang kian menyempit, kurangnya kesempatan, terbatasnya pilihan hidup dan kemiskinan yang terus menerus terjadi bagi para ibu muda dan masyarakat di sekitarnya," kata Perwakilan UNFPA Indonesia Jose Ferraris, Jumat, usai acara Peringatan Hari Kependudukan Dunia di Yogyakarta.
Dia menjelaskan, masalah kehamilan remaja menjadi tema Hari Kependudukan Dunia tahun 2013.
Fakta yang dihimpun UNFPA secara global menunjukkan bahwa 16 juta remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun melahirkan setiap tahunnya.
Sembilan dari sepuluh kasus tersebut terjadi pada gadis remaja yang sudah menikah.
Sementara itu, komplikasi dari kehamilan dan kelahiran anak (child birth) secara terus menerus menjadi penyebab utama kematian remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Remaja perempuan dan perempuan muda juga menghadapi tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat aborsi yang tidak aman.
Pada tahun 2008, di negara berkembang diperkirakan terdapat tiga juta aborsi yang tidak aman di kalangan remaja berusia 15 hingga 19 tahun.
UNFPA menilai kehamilan remaja bukan hanya masalah kesehatan karena bila dilihat secara mendalam, hal ini berakar pada masalah kemiskinan, ketidaksetaraan gender, kekerasan, perceraian, ketidaksetaraan peran remaja perempuan dengan pasangan mereka, rendahnya pendidikan, dan gagalnya sistem dan institusi terkait yang seharusnya melindungi hak-hak mereka.
Secara global, masalah besar yang dihadapi oleh remaja perempuan yang hamil adalah dinikahkan dan dipaksa untuk mempunyai anak.
Sementara itu, remaja perempuan yang termarjinalkan, putus sekolah, menikah di usia terlalu muda, hidup dalam kemiskinan, korban tindakan-tindakan berbahaya, rentan terhadap kekerasan dan pemaksaan seksual dan lain sebagainya.
Karena itu UNFPA berharap pemerintah memberikan peluang bagi perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, termasuk partisipasi dalam tingkat pengembangan, penerapan serta pemantauan dan evaluasi berkelanjutan dari berbagai program dan kebijakan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Harga yang ditanggung dari kehamilan remaja adalah hilangnya potensi termasuk pendidikan yang kian menyempit, kurangnya kesempatan, terbatasnya pilihan hidup dan kemiskinan yang terus menerus terjadi bagi para ibu muda dan masyarakat di sekitarnya," kata Perwakilan UNFPA Indonesia Jose Ferraris, Jumat, usai acara Peringatan Hari Kependudukan Dunia di Yogyakarta.
Dia menjelaskan, masalah kehamilan remaja menjadi tema Hari Kependudukan Dunia tahun 2013.
Fakta yang dihimpun UNFPA secara global menunjukkan bahwa 16 juta remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun melahirkan setiap tahunnya.
Sembilan dari sepuluh kasus tersebut terjadi pada gadis remaja yang sudah menikah.
Sementara itu, komplikasi dari kehamilan dan kelahiran anak (child birth) secara terus menerus menjadi penyebab utama kematian remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Remaja perempuan dan perempuan muda juga menghadapi tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat aborsi yang tidak aman.
Pada tahun 2008, di negara berkembang diperkirakan terdapat tiga juta aborsi yang tidak aman di kalangan remaja berusia 15 hingga 19 tahun.
UNFPA menilai kehamilan remaja bukan hanya masalah kesehatan karena bila dilihat secara mendalam, hal ini berakar pada masalah kemiskinan, ketidaksetaraan gender, kekerasan, perceraian, ketidaksetaraan peran remaja perempuan dengan pasangan mereka, rendahnya pendidikan, dan gagalnya sistem dan institusi terkait yang seharusnya melindungi hak-hak mereka.
Secara global, masalah besar yang dihadapi oleh remaja perempuan yang hamil adalah dinikahkan dan dipaksa untuk mempunyai anak.
Sementara itu, remaja perempuan yang termarjinalkan, putus sekolah, menikah di usia terlalu muda, hidup dalam kemiskinan, korban tindakan-tindakan berbahaya, rentan terhadap kekerasan dan pemaksaan seksual dan lain sebagainya.
Karena itu UNFPA berharap pemerintah memberikan peluang bagi perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, termasuk partisipasi dalam tingkat pengembangan, penerapan serta pemantauan dan evaluasi berkelanjutan dari berbagai program dan kebijakan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013