Jakarta (Antara Kalbar) - Indonesia berpartisipasi pada konferensi internasional para dokter ahli Alzheimer 2013 di Boston, Amerika Serikat yang akan berakhir pada Kamis (18/7).
"Konferensi banyak membahas pendekatan kontemporer penyakit Alzheimer," kata ahli penyakit syaraf Indonesia dr Andreas Harry, SpS (K) yang diundang mengikuti konferensi itu saat menghubungi Antara dari Boston, Rabu pagi.
Ia menjelaskan, negara-negara yang hadir pada konferensi itu membicarakan rencana nasional karena terjadi prevalensi pertumbuhan penyakit itu.
"Diperkirakan terjadi epidemik global yang berdampak internasional di mana pada tahun 2050 ada 120 juta penderita demensia," kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti (1984), yang menyelesaikan ahli syaraf di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Pada aman asosiasi alzheimer Indonesia http://asosiasialzheimerindonesia.wordpress.com, yang merujuk buku "Mengenal Awal Pikun Alzheimer" yang ditulis Prof Dr Sidiarto Kusumoputro Sp.S(K) dan dr Lily Djokosetio Sidiarto Sp.S (K) disebutkan bahwa penyakit demensia atau kepikunan telah membebani masyarakat dengan sejumlah 90 miliar dolar AS setiap tahunnya (lebih dari Rp180 triliun) hanya untuk perawatan di rumah.
Ia mengatakan bahwa alzheimer termasuk yang paling utama dari kelompok demensia ini. Dikemukakannya bahwa Alzheimers adalah penyakit demensia neurodegeneratif yang paling sering dijumpai di mana usia adalah faktor risiko terbesar.
Menurut dia kemajuan besar dalam ilmu kedokteran telah menambah jumlah manusia yang dapat hidup hingga usia 80 hingga 90 tahun dan hal ini menyebabkan meningkatnya angka penderita (insiden) demensia Alzheimer. Gangguan memori (cognitive memory decline), kata dia, adalah gejala paling awal dan paling nyata dari penyakit demensia Alzheimer.
Pasien awalnya merasakan adanya gangguan ringan pada memori episodik tipe amnestik (aMCI) seperti mengulang-ulang perkataan dalam pembicaraan, lupa akan kejadian yang baru terjadi, seperti lupa meletakkan di mana kunci kendaraan.
Seiring dengan waktu, katanya, penyakit ini menjadi stadium lanjut terjadi gangguan fungsional pada aktivitas sehari-hari seperti pasien bermasalah dalam pengaturan keuangan, kesulitan mengatur obat yang akan diminum.
Apabila tidak ditemukan penyakit yang lain maka pada tahap ini pasien memenuhi kriteria untuk diagnosis klinis Alzheimer Disease Probable (belum definitif).
Ia menegaskan bahwa penyakit ini harus dipastikan secara definitif dengan pemeriksaan neuropatologis (PA) berdasarkan ditemukannya tanda khas penyakit Alzheimer yaitu "plak amyloid" dan "neurofibrillary tangles".
Penyakit Alzheimer ini, katanya, sangat progresif dan fatal (diagnosa terminal) dengan angka bertahan hidup sekitar 8-12 tahun sejak onset gejala ditemukan. Andreas Harry juga menjelaskan bahwa konferensi internasional tentang penyakit Alzheimer yang diselenggarakan Asosiasi Alzheimer (AAICAD) itu diikuti para peneliti dunia mengenai penyakit itu.
Kegiatan di Boston itu merupakan penyelenggaraan ke-13, sedangkan kegiatan serupa pada tahun 2014 akan diselenggarakan di Denmark.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Konferensi banyak membahas pendekatan kontemporer penyakit Alzheimer," kata ahli penyakit syaraf Indonesia dr Andreas Harry, SpS (K) yang diundang mengikuti konferensi itu saat menghubungi Antara dari Boston, Rabu pagi.
Ia menjelaskan, negara-negara yang hadir pada konferensi itu membicarakan rencana nasional karena terjadi prevalensi pertumbuhan penyakit itu.
"Diperkirakan terjadi epidemik global yang berdampak internasional di mana pada tahun 2050 ada 120 juta penderita demensia," kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti (1984), yang menyelesaikan ahli syaraf di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Pada aman asosiasi alzheimer Indonesia http://asosiasialzheimerindonesia.wordpress.com, yang merujuk buku "Mengenal Awal Pikun Alzheimer" yang ditulis Prof Dr Sidiarto Kusumoputro Sp.S(K) dan dr Lily Djokosetio Sidiarto Sp.S (K) disebutkan bahwa penyakit demensia atau kepikunan telah membebani masyarakat dengan sejumlah 90 miliar dolar AS setiap tahunnya (lebih dari Rp180 triliun) hanya untuk perawatan di rumah.
Ia mengatakan bahwa alzheimer termasuk yang paling utama dari kelompok demensia ini. Dikemukakannya bahwa Alzheimers adalah penyakit demensia neurodegeneratif yang paling sering dijumpai di mana usia adalah faktor risiko terbesar.
Menurut dia kemajuan besar dalam ilmu kedokteran telah menambah jumlah manusia yang dapat hidup hingga usia 80 hingga 90 tahun dan hal ini menyebabkan meningkatnya angka penderita (insiden) demensia Alzheimer. Gangguan memori (cognitive memory decline), kata dia, adalah gejala paling awal dan paling nyata dari penyakit demensia Alzheimer.
Pasien awalnya merasakan adanya gangguan ringan pada memori episodik tipe amnestik (aMCI) seperti mengulang-ulang perkataan dalam pembicaraan, lupa akan kejadian yang baru terjadi, seperti lupa meletakkan di mana kunci kendaraan.
Seiring dengan waktu, katanya, penyakit ini menjadi stadium lanjut terjadi gangguan fungsional pada aktivitas sehari-hari seperti pasien bermasalah dalam pengaturan keuangan, kesulitan mengatur obat yang akan diminum.
Apabila tidak ditemukan penyakit yang lain maka pada tahap ini pasien memenuhi kriteria untuk diagnosis klinis Alzheimer Disease Probable (belum definitif).
Ia menegaskan bahwa penyakit ini harus dipastikan secara definitif dengan pemeriksaan neuropatologis (PA) berdasarkan ditemukannya tanda khas penyakit Alzheimer yaitu "plak amyloid" dan "neurofibrillary tangles".
Penyakit Alzheimer ini, katanya, sangat progresif dan fatal (diagnosa terminal) dengan angka bertahan hidup sekitar 8-12 tahun sejak onset gejala ditemukan. Andreas Harry juga menjelaskan bahwa konferensi internasional tentang penyakit Alzheimer yang diselenggarakan Asosiasi Alzheimer (AAICAD) itu diikuti para peneliti dunia mengenai penyakit itu.
Kegiatan di Boston itu merupakan penyelenggaraan ke-13, sedangkan kegiatan serupa pada tahun 2014 akan diselenggarakan di Denmark.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013