Pontianak (Antara Kalbar) - Forum Perlindungan Konsumen Indonesia mendesak pemerintah untuk bersikap tegas atas beredarnya gula rafinasi di Kalimantan Barat (Kalbar) karena melanggar UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mencakup tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi serta mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur," kata Ketua Forum Perlindungan Konsumen Indonesia Provinsi Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar di Pontianak, Selasa.
Ia melanjutkan, gula rafinasi tersebut diduga masuk ke Kalbar melalui jalur tidak resmi. Menurut dia, gula rafinasi tidak mengandung serat, tanpa mineral, protein, lemak dan enzim.
"Banyak dampak negatif kalau gula rafinasi dikonsumsi langsung oleh manusia," kata dia mengingatkan.
Ia juga mengritisi hajat hidup orang banyak di Indonesia yang dikuasai oleh kelompok yang berkepentingan. "Bukan dikuasai dan diatur oleh negara, maka bukan tidak mungkin menyebabkan biaya hidup yang tinggi," ujar dia.
Saat ini, lanjut dia, ada pengusaha yang "membantu" dan memenuhi kebutuhan rakyat dengan cara mengimpor dan atau mengedarkan hingga pedagang eceran. Selain itu, ada pula produk tertentu yang mulai dari pabrik hingga pedagang eceran dikuasai kelompok atau pengusaha tertentu.
"Akibatnya, kepala pemerintahan, Presiden, disandera oleh harga tinggi kelompok kepentingan, lalu disandera lagi oleh rakyat yang menginginkan stabilitas harga dan penurunan seluruh kebutuhan pokok," kata Zulfydar.
Ia menyarankan kepala daerah di seluruh jenjang pemerintahan untuk memanfaatkan otonomi guna meneliti kebutuhan masing-masing daerah. Misalnya menetapkan harga setempat, percepat kebutuhan dan permintaan agar harga tidak melonjak serta terhindari dari konflik.
Kemudian, kepala daerah dianggap melakukan pembiaran kalau tidak melakukan upaya untuk menstabilkan kebutuhan pokok.
Para penghambat suplai dengan cara menimbun kebutuhan pokok agar mendapat keuntungan besar yang memicu kepanikan masyarakat dapat dijerat melanggar Undang-Undang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mencakup tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi serta mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur," kata Ketua Forum Perlindungan Konsumen Indonesia Provinsi Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar di Pontianak, Selasa.
Ia melanjutkan, gula rafinasi tersebut diduga masuk ke Kalbar melalui jalur tidak resmi. Menurut dia, gula rafinasi tidak mengandung serat, tanpa mineral, protein, lemak dan enzim.
"Banyak dampak negatif kalau gula rafinasi dikonsumsi langsung oleh manusia," kata dia mengingatkan.
Ia juga mengritisi hajat hidup orang banyak di Indonesia yang dikuasai oleh kelompok yang berkepentingan. "Bukan dikuasai dan diatur oleh negara, maka bukan tidak mungkin menyebabkan biaya hidup yang tinggi," ujar dia.
Saat ini, lanjut dia, ada pengusaha yang "membantu" dan memenuhi kebutuhan rakyat dengan cara mengimpor dan atau mengedarkan hingga pedagang eceran. Selain itu, ada pula produk tertentu yang mulai dari pabrik hingga pedagang eceran dikuasai kelompok atau pengusaha tertentu.
"Akibatnya, kepala pemerintahan, Presiden, disandera oleh harga tinggi kelompok kepentingan, lalu disandera lagi oleh rakyat yang menginginkan stabilitas harga dan penurunan seluruh kebutuhan pokok," kata Zulfydar.
Ia menyarankan kepala daerah di seluruh jenjang pemerintahan untuk memanfaatkan otonomi guna meneliti kebutuhan masing-masing daerah. Misalnya menetapkan harga setempat, percepat kebutuhan dan permintaan agar harga tidak melonjak serta terhindari dari konflik.
Kemudian, kepala daerah dianggap melakukan pembiaran kalau tidak melakukan upaya untuk menstabilkan kebutuhan pokok.
Para penghambat suplai dengan cara menimbun kebutuhan pokok agar mendapat keuntungan besar yang memicu kepanikan masyarakat dapat dijerat melanggar Undang-Undang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013