Jakarta (Antara Kalbar) - Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128/PMK.011/2011 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang mengubah PMK Nomor 75/PMK.011/2012.
Salinan PMK yang diperoleh di Jakarta, Rabu, menyebutkan pertimbangan perubahan PMK itu antara lain karena telah diatur ketentuan mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap bijih mineral serta Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya.
Selain itu perlu penyempurnaan terhadap ketentuan pengenaan Bea Keluar terhadap produk marmer dan granit yang telah dilakukan pengolahan sesuai pertimbangan/usulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui surat Nomor 1132/30/ MEM.B/2013 tanggal 13 Februari 2013.
Menkeu juga memandang perlu melakukan penyempurnaan terhadap uraian barang berupa Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya yang dikenakan Bea Keluar sesuai pertimbangna atau usulan dari Menteri Perdagangan.
Pertimbangan lain adalah adanya perubahan nama sumber Harga Referensi untuk penetapan Bea Keluar atas barang ekspor berupa biji kakao dari New York Board of Trade (NYBOT) menjadi Intercontinental Exchange (ICE). Selain itu juga perlu perlunya penambahan pos tarif untuk barang ekspor berupa kulit yang dikenakan Bea Keluar.
PMK tersebut terdiri atas dua pasal yaitu Pasal I dan Pasal II. Pasal I menyebutkan adanya perubahan pada pasal 4 dengan mengubah ayat (3) dan menambahkan satu ayat yaitu ayat (4).
Ayat (3) menyebutkan harga referensi ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan dengan berpedoman pada, untuk biji kakao adalah harga rata-rata Cost Insurance Freight (CIF) kakao Intercontinental Exchange (ICE), New York.
Sementara untuk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya adalah harga rata-rata tertimbang Cost Insurance Freight (CIF) Crude Palm Oil (CPO) dari Rotterdam, bursa Malaysia, dan bursa Indonesia dengan pembobotan Rotterdam sebesar 20 persen, bursa Malaysia sebesar 20 persen, dan bursa Indonesia sebesar 60 persen.
Ayat (4) menyebutkan Dalam hal terjadi perbedaan harga rata-rata yang akan digunakan dalam pembobotan lebih dari 20 dolar AS di antara ketiga sumber harga, maka perhitungan Harga Referensi diperoleh dengan menggunakan harga rata-rata dari dua sumber harga tertinggi.
Pasal I juga mengubah Lampiran I, II, III, dan IV PMK sebelumnya sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, II, III PMK yang baru.
Sementara Pasal II menyebutkan bahwa Penetapan tarif Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, II, dan III PMK itu mulai berlaku sejak 1 Oktober 2013. PMK itu sendiri mulai berlaku sejak diundangkan yaitu 9 September 2013.
Lampiran PMK itu antara lain menyebutkan tarif bea keluar untuk kulit mentah sapi, kerbau, biri-biri dan kambing sebesar 25 persen, sementara untuk kulit disamak dari sapi, kerbau, biri-biri dan kambing sebesar 15 persen. Untuk tarif bea keluar kayu bervariasi mulai dari dua, lima, 10, dan 15 persen.
Bea keluar kelapa sawit dan produk turunannya diatur dalam Lampiran II. Sementara Lampiran III berisi tarif bea keluar untuk mineral logam, mineral bukan logam dan batuan.
Tarif bea keluar untuk mineral logam dan mineral bukan logam ditetapkan sama sebesar 20 persen. Masuk dalam mineral logam antara lain bijih tembaga, mangan, nikel, timbel dan seng. Sementara bijih mineral bukan logam antara lain kuarsa, kuarsit, batu kapur dan feldspar.
Tarif bea keluar untuk batuan terdiri dari 10 persen dan 20 persen. Batuan dengan tarif 10 perse n hanya dua jenis yaitu marmer dan traverline dalam bentuk balok dengan ketebalan lebih dari empat cm dan granit balok dengan ketebalan lebih dari empat cm.
Sebanyak 29 jenis batuan lainnya tarif bea keluarnya ditetapkan sebesar 20 persen. Misalnya jenis garnet alami, onik, gabro, basalt, toseki, giok yang dikerjakan atau dipotong secara sederhana atau dibentuk secara kasar dan giok yang dikerjakan dengan cara lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Salinan PMK yang diperoleh di Jakarta, Rabu, menyebutkan pertimbangan perubahan PMK itu antara lain karena telah diatur ketentuan mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap bijih mineral serta Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya.
Selain itu perlu penyempurnaan terhadap ketentuan pengenaan Bea Keluar terhadap produk marmer dan granit yang telah dilakukan pengolahan sesuai pertimbangan/usulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui surat Nomor 1132/30/ MEM.B/2013 tanggal 13 Februari 2013.
Menkeu juga memandang perlu melakukan penyempurnaan terhadap uraian barang berupa Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya yang dikenakan Bea Keluar sesuai pertimbangna atau usulan dari Menteri Perdagangan.
Pertimbangan lain adalah adanya perubahan nama sumber Harga Referensi untuk penetapan Bea Keluar atas barang ekspor berupa biji kakao dari New York Board of Trade (NYBOT) menjadi Intercontinental Exchange (ICE). Selain itu juga perlu perlunya penambahan pos tarif untuk barang ekspor berupa kulit yang dikenakan Bea Keluar.
PMK tersebut terdiri atas dua pasal yaitu Pasal I dan Pasal II. Pasal I menyebutkan adanya perubahan pada pasal 4 dengan mengubah ayat (3) dan menambahkan satu ayat yaitu ayat (4).
Ayat (3) menyebutkan harga referensi ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan dengan berpedoman pada, untuk biji kakao adalah harga rata-rata Cost Insurance Freight (CIF) kakao Intercontinental Exchange (ICE), New York.
Sementara untuk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya adalah harga rata-rata tertimbang Cost Insurance Freight (CIF) Crude Palm Oil (CPO) dari Rotterdam, bursa Malaysia, dan bursa Indonesia dengan pembobotan Rotterdam sebesar 20 persen, bursa Malaysia sebesar 20 persen, dan bursa Indonesia sebesar 60 persen.
Ayat (4) menyebutkan Dalam hal terjadi perbedaan harga rata-rata yang akan digunakan dalam pembobotan lebih dari 20 dolar AS di antara ketiga sumber harga, maka perhitungan Harga Referensi diperoleh dengan menggunakan harga rata-rata dari dua sumber harga tertinggi.
Pasal I juga mengubah Lampiran I, II, III, dan IV PMK sebelumnya sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, II, III PMK yang baru.
Sementara Pasal II menyebutkan bahwa Penetapan tarif Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, II, dan III PMK itu mulai berlaku sejak 1 Oktober 2013. PMK itu sendiri mulai berlaku sejak diundangkan yaitu 9 September 2013.
Lampiran PMK itu antara lain menyebutkan tarif bea keluar untuk kulit mentah sapi, kerbau, biri-biri dan kambing sebesar 25 persen, sementara untuk kulit disamak dari sapi, kerbau, biri-biri dan kambing sebesar 15 persen. Untuk tarif bea keluar kayu bervariasi mulai dari dua, lima, 10, dan 15 persen.
Bea keluar kelapa sawit dan produk turunannya diatur dalam Lampiran II. Sementara Lampiran III berisi tarif bea keluar untuk mineral logam, mineral bukan logam dan batuan.
Tarif bea keluar untuk mineral logam dan mineral bukan logam ditetapkan sama sebesar 20 persen. Masuk dalam mineral logam antara lain bijih tembaga, mangan, nikel, timbel dan seng. Sementara bijih mineral bukan logam antara lain kuarsa, kuarsit, batu kapur dan feldspar.
Tarif bea keluar untuk batuan terdiri dari 10 persen dan 20 persen. Batuan dengan tarif 10 perse n hanya dua jenis yaitu marmer dan traverline dalam bentuk balok dengan ketebalan lebih dari empat cm dan granit balok dengan ketebalan lebih dari empat cm.
Sebanyak 29 jenis batuan lainnya tarif bea keluarnya ditetapkan sebesar 20 persen. Misalnya jenis garnet alami, onik, gabro, basalt, toseki, giok yang dikerjakan atau dipotong secara sederhana atau dibentuk secara kasar dan giok yang dikerjakan dengan cara lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013